Hey guys, beberapa hari belakangan ini dunia pergosipan selebriti Indonesia dihebohkan dengan kasus perkawinanselebriti Ari Kriting dan Indah Permatasari yang nggak dihadiri oleh orang tua mempelai wanita.
Perkawinan Ari Kriting dan Indah Permatasari menjadi sorotan, karena dikabarkan tak mendapat restu dari orang tuanya. Ya, namanya juga netizen kan. Duh, komen-komennya jahat banget. Yang sabar ya mas dan mba nya.
Banyak gosib miring yang mempertanyakan keabsahan perkawinan mereka, karena ayah dari Mba Indah Permatasari kan masih hidup. Bukankah kebanyakan wanita muslim ingin ayah kandung menjadi wali dalam perkawinannya.
Cuma yang jelas, selang beberapa hari dari berita perkawinan tanpa restu orang tua itu beredar, berita itu ditepis oleh sang penghulu. Beliau menyampaikan informasi bahwa ayah dari Mba Indah Permatasari sebenarnya telah memberikan surat kuasa ke KUA Setiabudi, Jakarta. Intinya beliau menyatakan bahwa ayah Mba Indah Permatasari tidak bisa hadir dalam perkawinan tersebut.
Kepada wartawan, ayah Mba Indah Permatasari blak-blakan menyatakan bahwa dirinya merestui pernikahan sang putri. Ia tak bisa hadir karena dilarang istrinya. Ayah Mba Indah Permatasari mengaku terpaksa berbohong dan menutupi kedatangannya ke KUA, karena istrinya yang bersikeras tak memberi restu. Ia berharap bahwa sang istri bisa merestui perkawinan putrinya dengan Ari Kriting.
Sebenarnya kalo menurut hukum, perkawinan yang nggak dihadiri oleh orang tua kandung itu sah ga sih? Apalagi kalo orang tua kandungnya masih hidup. Apa iya, kalo pihak orang tua gak setuju, perkawinan menjadi tidak sah?
Yukslah, kita bahas. Biar kita punya persepsi yang sama, kita sepakati dulu ya, bahwa perkawinan yang kita bahas kali ini adalah perkawinan dua orang dewasa. Bukan perkawinan mendadak yang dilakukan oleh anak remaja.
Sebelum kejauhan, kita bahas dulu yuks definisi perkawinan. Nah, menurut ketentuan Pasal 1 UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, definisi perkawinan adalah:
Ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Lebih lanjut, dijelaskan bahwa perkawinan sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya. Setiap perkawinan kemudian dicatatkan, dalam hal ini bagi yang beragama Islam, pencatatannya dilakukan oleh Kantor Urusan Agama (KUA).
Oh ya, tapi khusus untuk calon mempelai yang beragama Islam, juga berlaku ketentuan Pasal 4 Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 Tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam (“KHI”). Pasal tersebut mengamanatkan:
Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai dengan Pasal 2 Ayat (1) UU Perkawinan.
Jadi, sah atau tidaknya perkawinan itu tergantung pada hukum masing-masing agama dan kepercayaan dari kedua mempelai.
Terkait dengan syarat-syarat perkawinan, kita bisa baca ketentuan Pasal 6 UU Perkawinan. Pasal ini menjelaskan bahwa syarat-syarat perkawinan adalah sebagai berikut.
- Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai.
- Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum umur 21 (dua puluh satu) tahun harus mendapat izin kedua orang tua.
- Dalam hal salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin sebagaimana dimaksud Ayat (2) Pasal ini cukup diperoleh dari orang tua yang masih hidup atau dari orang tua yang mampu menyatakan kehendaknya.
- Dalam hal kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu untuk menyatakan kehendaknya, maka izin diperoleh dari wali, orang yang memelihara atau keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke atas selama mereka masih hidup dan dalam keadaan dapat menyatakankehendaknya.
- Dalam hal ada perbedaan pendapat antara orang-orang yang disebut dalam Ayat (2), (3) dan (4) pasal ini, atau salah seorang atau lebih di antara mereka tidak menyatakan pendapatnya, maka pengadilan dalam daerah hukum tempat tinggal orang yang akan melangsungkan perkawinan atas permintaan orang tersebut dapat memberikan izin setelah lebih dahulu mendengar orang-orang tersebut dalam Ayat (2), (3) dan (4) Pasal ini.
- Ketentuan tersebut Ayat (1) sampai dengan Ayat (5) Pasal ini berlaku sepanjang hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu dari yang bersangkutan tidak menentukan lain.
Khusus untuk calon mempelai yang beragama Islam, Pasal 14 KHI Tentang Perkawinan menyatakan untuk melaksanakan perkawinan harus ada rukun yang harus dipenuhi, yaitu:
- calon suami;
- calon isteri;
- wali nikah;
- dua orang saksi; dan
- ijab dan kabul.
Sesuai dengan huruf c, wali nikah merupakan rukun yang harus dipenuhi calon mempelai wanita yang bertindak untuk menikahkannya.
Wali nikah itu terdiri dari wali nasab dan wali hakim. Wali nasab terdiri dari empat kelompok berurutan sesuai erat tidaknya susunan kekerabatan dengan calon mempelai wanita. Next deh, kita bahas lebih detail.
Sedangkan wali hakim hanya dapat bertindak, jika wali nasab tidak ada atau tidak mungkin untuk hadir atau tidak diketahui tempat tinggalnya atau gaib atau adlal atau enggan. Nah, kalo walinya adlal atau enggan, maka wali hakim baru bisa bertindak sebagai wali nikah setelah ada putusan pengadilan agama tentang wali tersebut.
BACA JUGA: NIKAH BEDA AGAMA, BOLEH GAK SIH?
Sebagaimana telah dijelaskan di atas, untuk calon mempelai pria yang berumur di atas 21 tahun tidak membutuhkan wali. Jadi perkawinan secara hukum tetap sah ya men temen, meskipun tanpa izin/restu dari orang tua.
Berbeda dengan calon mempelai pria, pihak calon mempelai wanita membutuhkan wali nikah sebagai rukun perkawinan dalam Islam. Jika tidak dipenuhi, pernikahan tidak akan sah.
Sudah cukup jelas kan ya men temen. Kalo berdasarkan ketentuan Pasal 6 UU Perkawinan dan Pasal 14 KHI, maka untuk kasus perkawinannya Ari kriting dan Mba Indah Permatasari itu tetap sah ya. Soalnya, meskipun ayah kandungMba Indah nggak bisa hadir di perkawinan mereka, tetapi beliau sudah memberikan surat kuasa wali nikah kepada KUA Setiabudi, Jakarta.
Tapi pasti sedih banget sih, kalo sampai acara perkawinan yang cuma sekali seumur hidup, gak dihadiri sama orang tua kita, apalagi kalo orang tua kita masih hidup. Kalo aku sih, gak mau ya.
Tapi semua itu tergantung dari masing-masing orang, kalo udah ngebet nikah dan memang orang tuanya gak memungkinkan untuk dateng atau orang tuanya mendadak berhalangan hadir, ya gimana lagi. Daripada gak jadi nikah,yakan.
Yaudah deh, itu aja selingan dari aku. Tetap jaga kesehatan selalu ya guys.