Halo, kru redaksi klikhukum.id. Saya mau tanya, bolehkah debt collector mengambil paksa motor kredit di jalan, padahal pihak debt collector tidak membawa dokumen apapun? Mohon penjelasannya ya.
Jawaban:
Halo, juga sahabat setia pembaca klikhukum.id. Syukron ya, atas pertanyaannya.
Debt collector adalah pihak ketiga yang membantu kreditur untuk menagih pembayaran utang dari debitur. Aktivitas debt collection umumnya terorganisir dalam sebuah agensi jasa penagihan utang. Tugas mereka mencari para debitur yang berutang, lalu memaksa debitur agar membayar atau menyita objek kredit.
Untuk melaksanakan tugas tersebut, seorang debt collector harus memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Ayat (1) Peraturan Kapolri No 8 Tahun 2011 tentang Pengamanan Eksekusi Jaminan Fidusia.
Dokumen yang harus dimiliki oleh seorang debt collector ketika menagih utang ke debitur di antaranya salinan akta jaminan fidusia, salinan sertifikat jaminan fidusia, surat peringatan kepada debitor untuk memenuhi kewajibannya, identitas pelaksana eksekusi dan surat tugas pelaksanaan eksekusi.
BACA JUGA: PERAN PENTINGNYA BUKTI DALAM PROSES HUKUM
Hal ini juga dipertegas oleh aturan OJK Nomor 35/POJK.05/2018. Dalam Pasal 65 disebutkan bahwa, pegawai dan/atau tenaga alih daya perusahaan pembiayaan yang menangani fungsi penagihan dan eksekusi agunan wajib memiliki sertifikat profesi di bidang penagihan dari Lembaga Sertifikasi Profesi di bidang pembiayaan yang terdaftar di OJK.
Sertifikasi profesi bagi debt collector tersebut biasanya dikeluarkan oleh Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI).
Sebenarnya, debitur gak bakal berurusan dengan debt collector jika debitur membaca dan memahami isi perjanjian fidusia yang ditandatangani pada saat akad kredit. Debitur harus memahami risiko jika melakukan wanprestasi atas perjanjian kredit. Debitur juga seharusnya paham dan mengetahui tindakan-tindakan seperti apa yang termasuk dalam perbuatan wanprestasi.
Dalam perjanjian fidusia antara kreditur dengan debitur pasti ada objek jaminannya. Apabila tidak ada jaminan fidusia, pihak pemberi kredit tidak punya hak untuk mengeksekusi objek yang dijaminkan. Perjanjian fidusia juga harus ditandatangani dan dibuat dengan sah. Kalo debitur tidak pernah menandatangani perjanjian fidusia, itu artinya tidak ada objek ataupun jaminan fidusia.
Jaman dulu debt collector bisa seenaknya menarik kendaraan dari debitur, jika debitur gagal melakukan pembayaran kredit. Tapi sejak adanya putusan Mahkamah Konstitusi No.18/PUU-XVII/2019, gak semudah itu menarik kendaraan dari debitur yang gagal bayar. Putusan MK tersebut sudah memperjelas maksud dari Pasal 15 UU No. 42 Tahun 1999 tentang‘wanprestasi’ atau ‘cidera janji’ antara debitur dan kreditur.
BACA JUGA: BIJAK DALAM MEMAHAMI BERITA HUKUM
Jadi, apabila terjadi kredit macet, pihak leasing/debt collector tetap bisa menarik kendaraan bermotor, jika debitur sepakat untuk melepas kendaraan tersebut. Hal tersebut juga harus dilakukan berdasarkan perjanjian dan klausul-klausul yang jelas.
Nah, jika debitur keberatan kendaraannya diambil, maka pihak leasing/debt collector tidak boleh mengambil secara paksa. Leasing/debt collector boleh mengambil kendaraan jika sudah ada keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Debt collector tidak diperbolehkan oleh hukum untuk mengambil paksa kendaraan kredit di rumah atau di jalan dengan alasan kredit macet atau alasan apapun. Tindakan pengambilan paksa oleh debt collector dapat dikategorikan sebagai tindak kejahatan berupa perampasan, apalagi jika debt collector tidak membawa dan menunjukkan dokumen-dokumen asli.
Pelaku tindakan ini dapat dijerat dengan Pasal 368, Pasal 365 KUHP Ayat 2, 3 dan 4 tentang pencurian dengan kekerasan.Demikian penjelasan yang dapat kami berikan, semoga bermanfaat ya.