Lagi-lagi viral konten makan babi yang mengundang atensi netizen +62. Kalau kontennya nggak bawa-bawa agama sih, masih amanlah ya. Nah, ini tutorial bagaimana makan daging babi biar halal. Hadeh.
Eh, disclaimer ya, di sini aku mencoba membahas dari POV hukum Islam. Jadi maaf nih, kalau terkesan menggebu-gebu. Wehehe.
Menuju kebodohan tak terbatas adalah ungkapan yang pantas untuk kasus ini. Ya, gimana nggak, wong kemarin sudah ada kasus serupa dan sudah dipolisikan. Lah kok, sekarang malah diulang lagi.
Itu loh, kasusnya Lina Mukherjee yang kemarin viral. Eh, sekarang ada lagi tuh, wanita berhijab dengan nama akun Dewi Bulan mengajak netizen untuk makan daging babi dengan sefruit tutorial agar babi yang sebelumnya haram menjadi halal. Yaitu dengan cara membaca basmallah sebelum makan. Duh!
Nah, yang namanya babi dalam bentuk apapun, entah daging ataupun lemaknya, menurut ajaran Islam itu tetap haram ya, bapak, ibu. Hukum Islam pun telah menegaskan di dalam Al-Quran surat Al-Baqarah Ayat 173.
“Sesungguhnya Dia hanya mengharamkan atasmu bangkai, darah, daging babi dan (daging) hewan yang disembelih dengan (menyebut nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa terpaksa (memakannya), bukan karena menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”
Ayat di atas sudah sangat gamblang ya, bahwa yang haram tetap haram. Keadaan terpaksa atau darurat yang dimaksudkan oleh ayat ini adalah keadaan yang tidak dikehendaki serta jika tidak memakan makanan tersebut dikhawatirkan seseorang akan meninggal.
Jadi sekalipun diperbolehkan makan babi, hanya sebatas untuk menghindar dari keadaan darurat. Bukan karena pengen atau demi konten. Kalau ada makanan lain yang masih bisa dimakan selain daging babi tersebut, ya berarti hukumnya tetap haram.
Melihat dari kasusnya Lina Mukherjee, maka Dewi Bulan ini juga bisa diproses demi keadilan dan kesamaan di mata hukum. Sesuai dengan asas equality before the law.
Dalam kasus Dewi Bulan ini dapat dikenakan Pasal 28 Ayat (2) Undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang berbunyi “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antargolongan (SARA).”
Dengan ancaman pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak 1 miliar rupiah.
IMO, ya karena tindakan Dewi Bulan ini dilakukan melalui media sosial dan menyebabkan kegaduhan masyarakat, terutama masyarakat yang beragama Islam di Indonesia.
Yah, walaupun ada beberapa pihak yang menganggap bahwa proses hukum atas kasus Lina Mukherjee dulu berlebihan jika sampai dipidana dan itu hanyalah sebatas dosa pribadi, tapi kita sendiri dapat menilai.
Apakah pantas dosa pribadi semacam ini diumbar di media sosial secara sengaja. Apalagi sampai mengajak orang lain untuk melakukan hal yang sama?
Mengingat salah satu tujuan dari pemidanaan adalah sebagai alat prevensi atau pencegahan agar kejahatan serupa tidak terulang kembali. Jika sebuah kejahatan dibiarkan saja, lalu apa gunanya hukum. Hukum harus memberikan efek jera bagi pelaku tindak kejahatan, sekalipun tindakan itu hanya membawa kerugian kecil.
Di sini pentingnya hukum di zaman yang serba digital. Kejahatan dan pelanggaran dapat dilakukan secara online dan dipertontonkan di depan masyarakat umum, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa.
Nah, karena kita sudah punya aturannya yaitu UU ITE, maka tinggal bagaimana aparat penegak hukum kita menegakkan hukum dan keadilan di Indonesia.