Setiap manusia itu diciptakan berpasang-pasangan, meskipun juga ada yang ditakdirkan sendirian. Kalo yang Muslim pasti tau bahwa Surah Annisa Ayat 1 juga menyebutkan, “Wahai sekalian manusia, bertakwalah kepada Rabb kalian yang telah menciptakan kalian dari jiwa yang satu dan dari jiwa yang satu itu Dia menciptakan pasangannya dan dari keduanya Dia memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.”
Allah sudah begitu baik menciptakan manusia berpasang-pasangan, tapi manusia sebagai tempat salah dan khilaf kadang memilih pasangan yang gak tepat, sehingga ujung-ujungnya ingin bercerai. Dalam agama Islam, sebenarnya cerai itu merupakan hal yang halal tapi dibenci oleh Allah. Karena dampaknya luar biasa, maka sebisa mungkin hindarilah perceraian.
Oh ya, sedikit bercerita, beberapa hari yang lalu, ada seorang suami yang ke kantor untuk meminta pendampingan hukum. Laki-laki tersebut bermaksud menceraikan istrinya, karena istrinya tidak mau dipoligami. Hmmm, emang dia pikir semudah itu menceraikan istrinya?
Ada banyak kewajiban suami yang harus dilakukan jika ingin menceraikan atau mentalak istrinya. Begini ketentuannya.
Islam itu merupakan agama yang sangat memuliakan kedudukan perempuan, makanya dalam agama Islam diatur kewajiban seorang suami yang ingin menceraikan Istri. Ketika ingin menceraikan istrinya, maka suami memiliki kewajiban untuk memberikan nafkah mut’ah iddah. Nafkah mut’ah dan iddah itu berbentuk sejumlah uang gitu.
Besarnya kewajiban suami untuk memberikan nafkah mut’ah dan nafkah iddah kepada istri yang ditalaknya ditentukan berdasarkan putusan hakim. Memberikan nafkah mut’ah dan iddah kepada istri diatur pada Pasal 41 huruf c UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan) yang berbunyi, “Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas isteri.”
Pengadilan memberikan kewajiban kepada mantan suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban untuk istrinya. Jadi sebelum suami mengucapkan ikrar talak, suami wajib memberikan dulu nafkah mut’ah dan iddahnya kepada sang istri.
Jangka waktu membayar biaya mut’ah iddah bisa ditemukan dalam Lampiran Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam (KHI) terkait pengucapan ikrar talak, yaitu enam bulan.
Ketentuan Pasal 131 Ayat (4) KHI mengatur bahwa, “Bila suami tidak mengucapkan ikrar talak dalam tempo 6 (enam) bulan terhitung sejak putusan pengadilan agama tentang izin ikrar talak baginya mempunyai kekuatan hukum yang tetap, maka hak suami untuk mengikrarkan talak gugur dan ikatan perkawinan yang tetap utuh.”
Kalo hakim telah menentukan besaran nafkah mut’ah iddah, lalu si suami tidak dapat memenuhi atau membayar kewajibannya tersebut sampai dengan jangka waktu ikrar talak berakhir, maka sesuai dengan ketentuan KHI tersebut, perkawinannya dianggap masih utuh. Itu artinya cerainya gagal sodara-sodara.
Pernahkan ada kasus begitu?
Banyaklah, karena banyak suami-suami yang hak paham hukum, terus mengajukan permohonan talak ke pengadilan, giliran dikasih kewajiban untuk membayar nafkah mut’ah iddah, kaget dan gak punya duit. Wes, klo enam bulan gak bayar dan gak ikrar talak, yaaa gagallah cerainya.
Oh iya, lalu gimana kalo yang mengajukan gugatan cerai itu adalah perempuan? Apakah mendapat mut’ah iddah juga?
Berdasarkan SEMA No. 3 Tahun 2018 Nomor Rumusan Kamar AGAMA/1.C/SEMA 3 2018, isteri dalam perkara cerai gugat dapat diberikan mut’ah dan nafkah iddah sepanjang tidak terbukti nusyuz. Isteri dapat dianggap nusyuz jika ia tidak mau melaksanakan kewajiban-kewajiban sebagai istri. Detailnya nusyuz gimana, bisa baca ketentuan Pasal 84 Ayat (1) KHI aja deh.
Ya intinya, jangan sembarangan mengucapkan cerai, talak atau pisah, apalagi bagi seorang suami. Ada tanggung jawab dan kewajiban yang harus dipenuhi ketika kata talak sudah terucap. Setiap rumah tangga pasti ada masalahnya, jadi hadapilah masalah bersama-sama, jangan menyerah dan memilih berpisah.