Mulai dari Angelina Sondakh, Vanessa Angel, hingga Baiq Nuril dijadikan perbandingan atas lolosnya Putri Candrawathi Sambo dari penahanan penyidik.
“Equality before the law”
Setiap orang memiliki kedudukan yang sama di mata hukum. Asas ini harus dipegang teguh oleh setiap penegak hukum agar tercipta keadilan bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Dalam penerapannya, hukum positif tidak membedakan individu berdasarkan ras, suku, hingga jenis kelamin. Contohnya dapat kita lihat melalui pasal-pasal KUHP yang diawali dengan kata “Barang siapa ….”
Hal ini menunjukkan bahwa pemidanaan ditujukan kepada subjek atau pelaku tindak pidana secara umum. Jadi baik laki-laki maupun perempuan bila melakukan pelanggaran hukum tetap harus ditindak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Seseorang yang melakukan tindak pidana dapat ditahan guna kepentingan pemeriksaan oleh penyidik/penuntut umum/hakim. Meskipun begitu, ruang tahanannya tetap dipisah ya gaes, antara laki-laki, perempuan, anak laki-laki dan anak perempuan.
Nah, ngomong-ngomong soal tahanan perempuan nih, kita sama-sama tau dong, bahwa pada dasarnya perempuan memiliki fungsi reproduksi yang berbeda dengan laki-laki. Perempuan biasanya mengalami haid, juga bisa mengalami kehamilan, melahirkan dan memberikan asi.
Temen-temen pasti udah sering mendengar berita tentang seorang perempuan yang harus menjalani masa hukuman penjara dalam keadaan hamil atau mungkin membawa anaknya yang masih kecil. Lantas gimana sih, aturannya? Anak-anak kok, bisa dibawa ke dalam tahanan.
BACA JUGA: JUVENILE JUSTICE, SEBERAPA KERAS SISTEM PERADILAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA?
Nah, merujuk pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan, tepatnya Pasal 62 mengatur tentang ketentuan membawa anak ke dalam tahanan.
Pasal 62 Ayat (1) menyatakan bahwa “Anak dari Tahanan atau anak dari Narapidana perempuan yang dibawa ke dalam Rutan atau Lapas atau yang lahir di Lapas dapat tinggal bersama ibunya paling lama sampai dengan anak berusia 3 (tiga) tahun.”
Kata ‘dapat’ dalam pasal tersebut merujuk pada kebolehan, jadi tidak ada keharusan ataupun larangan. Sehingga anak usia 0-3 tahun yang sangat membutuhkan kehadiran ibunya atau jika tidak ada orang yang bisa merawatnya di rumah, maka anak tersebut dapat ikut dengan ibunya yang sedang menjalani masa penahanan. (Aturan sebelumnya hanya sampai usia 2 tahun).
Nah, untuk Nyonya Sambo alias Ibu PC kenapa tidak dilakukan demikian (ditahan sendiri atau membawa anaknya yang masih berusia 1,5 tahun)? Oke, tenang dulu gaes. Kita bedah satu per satu ya.
Pertama, kita lihat definisi tahanan. Tahanan adalah “Tersangka atau terdakwa yang sedang menjalani proses peradilan dan ditahan di rumah tahanan negara.”
Kedua, tentang penahanan Pasal 21 Ayat (4) KUHAP menyatakan bahwa “Penahanan tersebut hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana dan atau percobaan maupun pemberian bantuan dalam tindak pidana tersebut dalam hal: a. Tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih.”
Ibu PC sudah ditetapkan sebagai tersangka atas tindak pidana pembunuhan berencana. Dikarenakan statusnya sebagai tersangka dan juga diduga melanggar ketentuan Pasal 340 KUHP dengan ancaman pidana penjara lebih dari lima tahun, maka sebenarnya dia dapat ditahan.
Tapi gaes, nggak berhenti sampai di sini nih. Coba deh, lihat Pasal 31 Ayat (1) KUHAP, yang bilang bahwa atas permintaan tersangka atau terdakwa, penyidik atau penuntut umum atau hakim dapat mengadakan penangguhan penahanan.
BACA JUGA: CINTA BERUJUNG KEMATIAN
Nah loh, itulah alasan mengapa Ibu PC tidak ditahan meskipun statusnya sudah menjadi tersangka dalam kasus pembunuhan berencana. Gak main-main kan?! Tapi perlu digarisbawahi, dengan ditangguhkan penahanan terhadapnya bukan berarti dia bebas ya gaes. Statusnya masih tetap jadi tersangka kok. Di samping itu selama menjalani penangguhan penahanan, dia tetap harus melakukan wajib lapor dan tidak keluar rumah atau kota. Aturan ini dapat teman-teman lihat di bagian penjelasan Pasal 31 KUHAP .
Kalau begitu seharusnya perempuan yang punya anak kecil dalam kasus-kasus lainnya bisa ditangguhkan juga dong ya? Nah, masalahnya begini, permohonan penangguhan itu selain memenuhi syarat (Pasal 31 KUHAP; atas permintaan tersangka/terdakwa/penyidik/PU/hakim, dengan atau tanpa jaminan orang, syarat yang ditentukan) juga harus disetujui oleh penyidik/penuntut umum/hakim. Permohonan yang diajukan bisa diterima, bisa juga ditolak. Ya, tergantung pada pertimbangan dari penyidik/penuntut umum/hakim selaku pejabat yang berwenang.
Jadi kesimpulannya, nggak semua perempuan yang memiliki anak kecil dapat menerima penangguhan penahanan. Karena ada syarat dan persetujuan yang ditentukan oleh pejabat berwenang. Jika permohonan penangguhannya tidak disetujui, maka mau tidak mau tahanan perempuan tersebut harus meninggalkan anaknya yang masih kecil atau membawa serta anaknya ke dalam tahanan.
Pada akhirnya kita hanya bisa berharap semoga kedepannya penegak hukum akan lebih mengedepankan ‘sisi humanis’ dalam menyikapi problem serupa, seperti pada kasus Ibu PC ini.
Hmm, jadi gimana menurut kalian. Penangguhan penahanan terhadap Ibu PC tepat gak nih?