Sebagai mantan mahasiswa hukum yang baru lulus dan masih minim pengalaman sidang perdata, aku baru tahu banget tiga istilah hukum terkait terlibatnya pihak ketiga dalam suatu perkara perdata di pengadilan. Tiga istilah ini baru aku temukan pas lagi bedah soal-soal ujian profesi advokat dan aku pengen share ke kalian biar makin pinter dan melejit di bidang perdata.
Yah, dengan kek gini kan aku bisa berbagi ilmu dan sekalian inget-inget materi soal UPA. Dibaca sampe kelar yah, tulisanku!
Kenapa Pihak Ketiga Bisa Muncul dalam Perkara Orang Lain?
Dalam praktik peradilan perdata, perkara yang tampaknya “Hanya melibatkan dua pihak” seringkali berkembang menjadi cerita yang lebih kompleks. Bisa jadi ada pihak lain yang merasa kepentingannya terganggu, ada hubungan hukum lain yang terhubung atau ada potensi kerugian yang dialami pihak di luar para pihak yang sedang berperkara. Nah, di sinilah muncul konsep keterlibatan pihak ketiga dalam perkara perdata.
Apa aja sih, keterlibatan pihak ketiga dalam perkara perdata?
1. Voeging (Turut Bergabung Mendukung Salah Satu Pihak)
Bayangkan sebuah perkara perdata antara A dan B sedang berjalan. Lalu muncul pihak ketiga, sebut saja C, yang merasa bahwa kepentingannya akan terpengaruh oleh hasil putusan A dan B tersebut. Tetapi C tidak berniat bertengkar dengan A atau B. Ia hanya ingin memastikan bahwa posisi yang ia dukung itu menang atau paling tidak, tidak merugikan kepentingannya. Itulah konsep voeging.
BACA JUGA: CURKUM #85 ALAT BUKTI PERKARA PERDATA
Ciri-cirinya:
- Pihak ketiga memihak salah satu pihak (penggugat atau tergugat).
- Tujuannya untuk melindungi kepentingan sendiri yang mungkin terdampak hasil perkara.
- Tidak menciptakan sengketa baru, hanya ikut ‘menguatkan’ argumentasi pihak yang didukung.
2. Tussenkomst (Intervensi yang Menciptakan Sengketa Baru)
Berbeda dengan voeging, dalam tussenkomst, pihak ketiga tidak hanya ingin mendukung satu pihak. Ia justru ingin mengajukan klaim sendiri yang dapat bertentangan dengan kepentingan para pihak yang sebelumnya berperkara. Tussenkomst adalah bentuk intervensi yang paling agresif.
Ciri-cirinya:
- Pihak ketiga memasukkan gugatan baru terhadap salah satu atau kedua pihak.
- Ada kepentingan yang bersinggungan langsung dengan objek sengketa.
- Menimbulkan sengketa baru di dalam sengketa yang ada.
BACA JUGA: 4 ORANG INI GAK BOLEH JADI SAKSI DI PERSIDANGAN PERDATA, SIAPA SAJA?
3. Vrijwaring (Penanggungan atau Menarik Pihak yang Bertanggung Jawab)
Pada vrijwaring, pihak ketiga tidak datang sendiri. Ia ditarik oleh salah satu pihak dalam perkara, biasanya oleh tergugat. Tujuannya adalah untuk ‘mengalihkan’ atau ‘membagi’ tanggung jawab kepada pihak lain yang sebenarnya lebih bertanggung jawab atau turut bertanggung jawab.
Vrijwaring adalah bentuk perlindungan bagi pihak yang merasa dirinya hanya perantara atau pihak yang bertanggung jawab secara tidak langsung.
Ciri-cirinya:
- Pihak ketiga dipanggil oleh salah satu pihak, bukan datang secara sukarela.
- Sering digunakan dalam perkara yang menyangkut wanprestasi berantai atau hubungan kontraktual berlapis.
- Hasilnya bisa berupa pihak ketiga ikut mengganti kerugian apabila pihak yang memanggil dinyatakan kalah.
FYI aja nih, kalo memahami bentuk keterlibatan pihak ketiga membantu kita melihat bahwa perkara perdata melibatkan dua pihak. Banyak situasi di mana kepentingan pihak lain ikut terbawa oleh sengketa utama. Dengan adanya voeging, tussenkomst dan vrijwaring, pengadilan dapat menyelesaikan sengketa secara lebih komprehensif, efisien dan adil.
Bagi praktisi hukum, mahasiswa, hingga masyarakat awam yang sering membaca berita hukum, mengetahui perbedaan ini juga membuat kita lebih paham dinamika persidangan dan alasan mengapa sebuah perkara bisa melebar ke banyak arah.


