Ratu Elizabeth II telah mangkat pada Kamis 8 September 2022, beliau merupakan ratu terlama yang memimpin Inggris, selama 70 tahun beliau konsisten membawa negaranya berkonsep Monarki Konstitusional seperti yang telah diwariskan leluhurnya terdahulu.
Jika Indonesia punya trauma masa lalu yang tidak cukup menyenangkan dengan kepemimpinan Pak Soeharto selama 32 tahun, apa kabar masyarakat kaum demokrasi Inggris yang berhasil dipimpin Ratu Elizabeth II selama 70 Tahun.
Mungkin ga ya, mereka ada yang nggrundel, ngomel atau ngrasani membanding-bandingan Inggris dengan Indonesia yang telah berhasil menciptakan sistem demokrasi dalam bernegaranya.
Cieee, Indonesia dibandingkan dengan Inggris.
Tapi itu hanya asumsi saya saja, pada faktanya saya juga tidak tahu. Soalnya teman saya gak ada yang orang Inggris, apalagi orang yang pro demokrasi.
Di tulisan ini saya tidak akan membahas soal perdebatan apakah rakyat Inggris lebih suka monarki konstitusional atau bahkan sudah jenuh dan pengen beralih haluan ke demokrasi.
Yang akan saya fokuskan yaitu mengenang sang ratu yang sudah mangkat, adalah perihal konsistensinya. Ya, paling tidak selama 70 tahun beliau sudah istiqomah membawa Inggris dengan monarki konstitusionalnya.
Lebih uniknya lagi 70 tahun bukan waktu yang singkat, tapi cukup lama bahkan lama bangetlah. Sang ratu berhasil menunjukkan kepemimpinannya sebagai kepala negara ketika negara yang lain sedang asik digempur dengan konsep demokrasi, tapi Inggris tetep asik dan khusuk pake konsep monarki konstitusional.
Uniknya Monarki Konstitusional
Ketika membahas soal monarki konstitusional, maka pakem yang harus disepakati terlebih dahulu adalah bahwa konsep bertatanegaranya yang secara aturan hukum konstitusi mengakui kepala negaranya seorang raja, ratu atau kaisar.
Jadi bukan presiden loh yah, yang menjadi kepala negara.
Keunikan yang wajib kamu tahu, walaupun dalam sistem ketatanegaraan monarki konstitusional sang ratu sebagai kepala negara, namun dalam hal menjalankan roda pemerintahan, negara dibantu oleh seorang perdana menteri.
Pembedanya untuk kedudukan sang ratu sebagai kepala negara berlaku seumur hidup, makanya bisa 70 Tahun, yang nantinya akan digantikan turunannya untuk menjadi raja atau ratu.
Sedangkan untuk kepala pemerintahan yang dipimpin oleh perdana menteri, di sini masih ada periode jabatan, artinya tidak berlaku seumur hidup. Ya, kemungkinan perdana menteri menjabat paling lama dua periode lah, bukan tiga periode loh.
Konsep keunikan lanjutan, di sistem monarki konstitusional juga melebur trias politica, artinya konsep pemerintahan di bawah komando perdana menteri ada pembagian ruang kekuasaan antara eksekutif, yudikatif dan legislatif.
Mungkin konsep demikianlah yang akhirnya dapat menghantarkan kelanggengan masa kekuasaan Ratu Elizabeth II yang sampai menyentuh 70 Tahun.
Jauh sebelum Ratu Elizabeth II memimpin Inggris, sejak 1688 rupanya negara ini sudah menerapkan konsep monarki konstitusional, makanya berkat wejangan leluhurnya beliau dapat melaksanakan purna tugasnya di tahun yang ke 70 masa kepemimpinannya.
Ratu Elizabeth II Ratu yang Paling Lama Berkuasa
Dari sederet leluhurnya yang sudah duluan memimpin Inggris dengan konsep monarki konstitusionalnya, faktanya bahwa sang ratu berhasil menjabat dengan waktu terlama dalam sejarah monarki konstitusional Inggris.
Sejarah mencatat sang ratu pertama dinobatkan dan naik takhta pada 6 Februari 1952 setelah ayahnya wafat yaitu Raja George V.
Ada pandangan menarik dari sejarawan Inggris yang mengatakan bahwa dalam kepemimpinan Ratu Elizabeth II tergolong pemimpin yang lembut, pasalnya dengan konsep monarkinya beliau memfokuskan untuk membawa misi perdamaian yang menyatukan negara-negara persemakmuran Inggris di bawah kekuasaannya.
Apalagi para mantan yang pernah duduk di pemerintahan Inggris mengatakan bahwa sang ratu dalam memimpin sangat membantu pemerintahan Inggris apalagi dengan konsep-konsep memberikan ruang kepada para pemimpin di pemerintahan untuk dapat berbicara jujur dan melaporkan hasil kinerjanya untuk mendapat wejangan dari sang ratu.
Tapi ini yang ngomong mantan orang pemerintahan Inggris yah, berarti dapat dikatakan mereka pejabat dan politisi gak sih?
Walaupun sejauh ini banyak yang memandang baik sang ratu, namun di luar sana ada seorang profesor dari Universitas Carnegie Mellon Amerika Serikat yang bernama Uju Anya melalui akun twitternya mengatakan (dalam terjemahan):
“Jika ada yang mengharapkan saya untuk mengungkapkan apapun kecuali penghinaan terhadap raja yang mengawasi pemerintah yang mensponsori genosida, membantai dan menggusur setengah keluarga saya serta konsekuensi yang masih berusaha diatasi oleh mereka yang hidup hari ini, Anda dapat terus berharap pada bintang.”
Hal ini disinyalir karena sikap Inggris yang menjadi pihak penjajah dan perbudakan di Nigeria sana, karena peristiwa itulah Prof Uju Anya menilai bahwa sang ratu juga bukan orang yang bersih seperti yang dikatakan media-media.
Namun bagi saya, merupakan keniscayaan dari seorang tokoh publik, apalagi sekelas sang ratu. Di lain sisi beliau dapat membawa konsep monarki konstitusional dengan istiqomah selama kepemimpinannya, namun di luar juga dipastikan ada juga pihak yang tidak menyukainya.
Dan ini adalah bagian dinamika kehidupan yang wajar dituliskan, untuk mengenang suatu momentum sejarah dunia.