Jadi ceritanya kemaren saya diajak ngopi sama klien di salah satu cafe ngehits di bilangan pojokan Sleman. Ngopi-ngopi cantik gitulah. Nah doi ngajak ngopi, tentu aja karena mau konseling hukum. Klien saya, sebut aja Mawar, mengalami kasus yang bisa dibilang cukup rumit.
Jadi ceritanya si Mawar punya suami yang tampan nan rupawan (tapi ini ga penting) namun belum punya penghasilan. Beberapa bulan setelah menikah, suami Mawar membujuk Mawar untuk mencarikan modal usaha lewat orang tua Mawar. Setelah membujuk orang tuanya, Mawar berhasil mendapatkan pinjaman sertifikat tanah milik kedua orang tuanya. Mawar dan suaminya memutuskan untuk pinjam uang di bank dengan jaminan sertifikat tanah tersebut, tentu saja dengan seizin dan sepengetahuan kedua orang tua Mawar.
Singkat cerita, kredit yang diajukan oleh Mawar dan suami di bank X di-ACC dengan penjamin orang tua Mawar, serta dengan jaminan sertifikat tanah milik orang tua Mawar. Sertifikat tanah tersebut kemudian diikat dengan jaminan Hak Tanggungan untuk Bank X.
Setalah mendapatkan uang pinjaman, suami Mawar mulai berulah, uang pinjaman tersebut cuma dipake untuk konsumtif dan ga dipake untuk modal usaha. Setiap bulan Mawar harus membayar cicilan kredit di Bank X.
Terus Mawar kudu piye??
Ya jelaslah Mawar mau ga mau tetap harus membayar cicilan utang tersebut. Kalo sampe Mawar gak bayar, maka Bank X punya hak untuk melakukan lelang eksekusi terhadap tanah milik orang tua Mawar. Orang tua Mawar juga ga bisa komplain ke Bank, karena mereka secara sadar bersedia menjadi penjamin, mereka juga sudah memberikan izin ke bank untuk membebankan sertifikatnya dengan Hak Tanggungan.
Emang apa sih Hak Tanggungan itu?? kenapa Hak Tanggungan begitu spesial??
BACA JUGA: KENALI HAK WARISMU
Ketentuan Pasal 1 angka 1 No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan, menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan Hak Tanggungan adalah hak jaminan atas tanah berikut benda benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut untuk pelunasan utang tertentu, dimana kreditur (orang yang memberi utang) mempunyai kedudukan yang diutamakan dari kreditur-kreditur lainnya.
Oh ya gaes, Hak Tanggungan ini dapat dibebankan pada hak atas tanah berikut bangunan, tanaman, dan hasil karya yang telah ada atau yang akan ada, yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut, dan yang merupakan milik pemegang hak atas tanah.
Misalnya nih, di atas tanah orang tua Mawar yang dijaminkan ada rumah, pohon-pohon dan patung-patung seni yang melekat dan menjadi satu kesatuan, maka nanti dalam APHT (Akta Pemberian Hak Tanggungan) harus disebutkan secara tegas bahwa Hak Tanggungan tersebut meliputi tanah berikut bangunan, tanaman, dan hasil karya yang ada di atasnya.
Untuk mengikat suatu jaminan dengan Hak Tanggungan ada syarat dan prosedur yang harus dipenuhi ya gaes. Pemberian Hak Tanggungan harus didahului dengan janji untuk memberikan Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang yang dituangkan di dalam perjanjian utang-piutang yang bersangkutan. Pemberian Hak Tanggungan dilakukan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
Pemberian Hak Tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan. Sebagai bukti adanya Hak Tanggungan, Kantor Pendaftaran Tanah akan menerbitkan Sertifikat Hak Tanggungan yang di atasnya ada tulisan atau irah-irah “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”.
Tau gak gaes, kalimat “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” adalah kalimat yang punya kekuatan super loh, kok gitu?
Iya gimana gak super, dengan adanya kalimat “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” tersebut, maka Sertifikat Hak Tanggungan punya kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Dengan adanya titel eksekutorial dalam sertifikat Hak Tanggungan, maka kalo debitur (orang yang berutang) cidera janji (gak bisa atau gak mau bayar utang) pemegang hak tanggungan punya hak untuk menjual objek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum.
Tapi untuk sampai ke tahap lelang melelang ada syarat dan prosedur yang harus ditempuh oleh kreditur (pemberi utang), ga bisa ujug-ujug lelang gitu. Singkatnya nih, kalo debitur mulai tersendat untuk melakukan kewajibannya membayar utang, maka kreditur harus memberikan beberapa kali teguran, jika tetap tidak ada penyelesaian, maka baru lelang eksekusi bisa dilakukan. Prosesnya agak panjang dan ribet, kapan-kapan deh saya ulas dalam artikel terpisah.
Berdasarkan surat teguran yang telah disampaikan oleh kreditur tadi, jika memang debitur punya niat untuk menyelesaikan utang, tapi gak punya uang untuk membayar, maka debitur bisa mengajukan penawaran kepada kreditur untuk melakukan penjualan di bawah tangan.
BACA JUGA: SENSASI KPR 0%
Menurut ketentuan Pasal 20 Ayat (2) UU Hak Tanggungan, atas kesepakatan pemberi dan pemegang Hak Tanggungan, penjualan objek Hak Tanggungan bisa aja dilakukan di bawah tangan. Keuntungan opsi penjualan di bawah tangan adalah objek Hak Tanggungan bisa dijual dengan harga tertinggi yang tentunya akan menguntungkan semua pihak.
Jadi misalnya ni gaes, Mawar punya utang Rp. 500Juta, lalu atas kesepakatan bersama, objek Hak Tanggungan dijual seharga Rp. 900Juta, maka Bank X akan mendapatkan pelunasan utang sejumlah Rp. 500Juta, sedangkan sisa penjualan objek Hak Tanggungan sejumah Rp. 400Juta bisa diambil untuk Mawar.
Nah solusi penyelesaian utang melalui eksekusi lelang atau penjualan di bawah tangan ini hanya terjadi apabila debitur gagal bayar, tapi kalo debitur alias orang yang punya utang tetap ontime bayar utang dan ga ada masalah, maka tentu saja objek jaminan Hak Tanggungannya aman-aman aja.
Kalo skema pembayaran utang teralisasi dengan baik, nantinya kalo utang sudah dilunasi, debitur tinggal ngurus pencoretan Hak Tanggungan (Roya). Jadi ntar kalo udah di-Roya, keterangan di bagian belakang sertifikat yang menjelaskan tentang “Jaminan Hak Tanggungan di Bank X” dicoret. Setelah pencoretan Hak Tanggungan, maka sertifikat dikembalikan kepada pemiliknya.
Intinya untuk Mawar atau siapapun yang punya utang dengan jaminan Hak Tanggungan di Bank, wajib, kudu, harus membayar cicilan utangnya dengan ontime, jangan sampe kredit macet dan bikin jaminan kita melayang.
Buat yang punya utang di Bank, tapi gak punya uang buat bayar, saran saya adalah tunjukan itikad baik ke Bank, berkomunikasi dan bermusyawarah untuk mendapatkan solusi terbaik. Tetap semangad ya gaes. Selalu ada solusi jika kita mau mencari.