Hai, redaksi klikhukum.id. Kak mau tanya, apakah perjanjian lisan itu sah secara hukum?
— L.N, Bandar Lampung —
Jawaban
Hai, juga sahabat pembaca klikhukum.id. Terima kasih ya, atas pertanyaannya. Mimin akan coba menjawab deh.
Gini, perjanjian lisan itu merupakan perjanjian yang tidak tertulis. Perjanjian yang hanya diucapkan dan disepakati oleh para pihak tanpa ada bukti hitam di atas putih. Meskipun cuma diucapkan secara lisan, tapi perjanjian juga bisa menjadi sebuah perikatan yang nantinya mengikat para pihak.
Ketentuan Pasal 1313 KUHPerdata secara sederhana bilang bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan satu orang atau lebih untuk mengikat diri terhadap satu orang lain atau lebih. Jadi poin sebuah perjanjian ada di perbuatan ‘mengikatkan diri,’ bukan pada wujud perjanjian yang tertulis atau lisan. So, kalo kamu mau bikin perjanjian lisan, ya boleh-boleh aja.
BACA JUGA: 3 FAKTA TENTANG HUKU PERDATA
Entah, disadari apa nggak, sebenernya hampir setiap hari kita membuat perjanjian secara lisan. Entah berjanji mau nonton sama pacar atau janji mau jalan-jalan sama keluarga. Gak cuma itu, transaksi jual beli dan meminjam barang juga merupakan wujud perjanjian lisan yang sering kita lakukan setiap hari.
Lalu, apakah perjanjian secara lisan itu sah secara hukum?
Untuk menguji apakah suatu perjanjian sah atau ngga secara hukum, maka tinggal dicek aja, apakah perjanjian tersebut memenuhi syarat sah perjanjian atau nggak, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata.
Biar perjanjian sah, maka ada empat syarat yang harus dipenuhi. Yaitu, kesepakatan, kecakapan, objek tertentu dan suatu sebab yang halal. Kalo sebuah perjanjian sudah memenuhi keempat syarat tersebut, maka perjanjian yang dibuat sah dan mengikat secara hukum.
Intinya, suatu perjanjian yang dibuat secara lisan juga mengikat secara hukum bagi para pihak yang membuatnya, sesuai dengan asas pacta sun servanda (vide: Pasal 1338 KUH Perdata).
Biar agak mudah memahami, mimin kasih sedikit contoh ya.
Kasus 1
Mawar, seorang perempuan berusia 25 tahun belanja baju di mol. Saat membayar, ia dilayani oleh Melati, kasir perempuan berusia 26 tahun. Pada saat membayar, Melati menyampaikan bahwa jika ada kerusakan dan lain-lain, Mawar boleh menukarkan baju yang dibelinya dalam waktu 2×24 jam. Setelah sampai rumah, Mawar baru ngeh, ada sobekan kecil di lengan baju yang tadi dibeli, alias ada cacat tersembunyi.
Lalu, apakah Mawar bisa menukar barang tersebut?
Yaa bisa, karena sudah ada perjanjian lisan antara Mawar dan Melati (Kasir). Karena semua syarat sah perjanjian sudah terpenuhi, maka kesepakatan jual beli antara Mawar dan Melati sah secara hukum. Jangan lupa, sesuai kesepakatan, Mawar hanya punya kesempatan untuk mengembalikan baju yang sobek tersebut dalam waktu 2×24 jam sejak ia membeli.
Kasus 2
Deni seorang anak berusia 10 tahun membeli voucher game senilai Rp800.000,00 di IndoApril. Ia dilayani Mela, seorang kasir berusia 27 tahun. Lalu, sore harinya ayah si Deni datang ke IndoApril dan marah-marah meminta kasir mengembalikan uang Deni dan bilang bahwa transkasi jual beli voucher game tersebut tidak sah karena Deni masih anak-anak.
BACA JUGA: 3 PERBEDAAN HUKUM PIDANA DAN PERDATA
Apa benar transaksi jual beli voucher tersebut tidak sah secara hukum?
Iya benar, secara hukum perjanjian lisan antara Mela (kasir) dan Deni memang tidak sah. Karena syarat ‘cakap hukum’ tidak terpenuhi. Deni yang belum dewasa dan cakap secara hukum tidak dapat melakukan perbuatan hukum membuat sebuah perjanjian.
Ada tapinya,
Transaksi jual beli voucher itu gak otomatis batal juga sih. Jadi, karena kecakapan merupakan syarat subjektif dalam sebuah perjanjian, maka apabila tidak tepenuhi, konsekuensinya ‘perjanjian dapat dibatalkan.’
Jika Mela tidak bersedia membatalkan perjanjian lisannya dalam transaksi jual beli voucher, maka ayah Deni harus mengajukan pembatalan perjanjian melalui pengadilan. Gitulah prosesnya. Nah, kira-kira ribet ga tuh, proses hukum buat batalin transaksi jual beli voucher gamenya. Xixixixi.
Nah, itulah jawaban dan contoh kasus yang bisa mimin kasih buat jawab pertanyaan kamu. Jadi udah jelas ya, lisan atau tertulis semua perjanjian itu tetap sah. Asalkan memang memenuhi syarat sah perjanjian dan memang ga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Okeee ….