Pada momentum tahun baru, kata resolusi sering dibahas oleh teman bahkan diri kamu sendiri dengan tujuan memperoleh kebaikan hidup di tahun mendatang. Dan sebenarnya apa itu resolusi, apakah merupakan suatu produk hukum. Mari kita bahas bareng pren.
Hakikatnya setiap individu berkeinginan dapat hidup lebih baik dari tahun ke tahun, makanya bagi sejumlah orang jika akan memasuki tahun baru sering menyusun suatu resolusi guna memperoleh target-target yang membangun di tahun mendatang.
Secara makna bahasa, jika ditafsirkan dari KBBI pengertian resolusi yakni putusan atau kebulatan pendapat berupa permintaan atau tuntutan yang ditetapkan rapat (musyawarah, sidang), pernyataan tertulis, biasanya berisi tuntutan tentang suatu hal.
Penjelasan lainnya mengenai resolusi juga dapat ditemukan dalam Kamus Cambridge, maknanya adalah janji yang dibuat pada diri sendiri untuk memulai sesuatu yang baik dan menghentikan kebiasaan buruk mulai dari hari pertama di tahun baru.
Sehingga arti resolusi dapat dimaknai dengan membuat suatu keinginan atau cita-cita yang dituangkan dalam rencana baik tertulis maupun tidak tertulis, dengan tujuan mengubah pola kehidupan yang lebih baik.
BACA JUGA: NEW KUHP ADALAH HADIAH AKHIR TAHUN YANG MENYEBALKAN
Bagi saya pribadi menyusun suatu resolusi itu penting, karena sebagai suatu target hidup yang harus kamu miliki demi kebaikan. Masa iya, orang hidup nggak ada targetnya sih, walaupun terkadang rencana akan resolusi itu tidak tercapai itu adalah hal yang biasa. Sing penting sudah ada effort merealisasikannya.
Jika resolusi dimaknai sebagai membuat capaian rencana hidup, berarti secara konsep nyaris sama dengan perjanjian. Lantas dalam kacamata hukum, apakah suatu resolusi itu juga bisa dikatakan suatu produk hukum? Ayo, kita ulas bersama pren.
Saya menafsirkan resolusi nyaris sama dengan perjanjian. Landasannya adalah asas kebebasan berkontrak yang ada dalam membuat suatu perjanjian atau perikatan. Maknanya sendiri yaitu kebebasan memilih dan membuat kontrak, kebebasan untuk menentukan isi dan janji mereka, selama tidak menyalahi aturan hukum yang berlaku.
Dengan demikian karena pada dasarnya resolusi merupakan janji yang dituangkan untuk mencapai rencana hidup tertentu, dapat kan disamakan dengan perjanjian dan hasilnya berarti resolusi tersebut merupakan suatu produk hukum yang mengikat.
Resolusi Sebagai Suatu Produk Hukum
Pertama saya bisa mendalilkan jika suatu resolusi merupakan produk hukum berupa perjanjian. Dengan catatan ketika dibuat oleh dua pihak atau lebih. Misalnya dibuat oleh kamu dan calon istri kamu, kamu dengan orang tua dan saudara kamu dan seterusnya.
Jika faktanya resolusi itu dibuat oleh dua pihak atau lebih, maka jelas secara harfiah masuk ke dalam suatu perjanjian. Dasarnya jelas yaitu, Pasal 1320 KUHPerdata. Di mana yang dimaksud dengan perjanjian itu syaratnya, adanya kesepakatan yang mengikat para pihak, adanya kecakapan (dewasa) yang membuatnya, suatu hal tertentu (objek perjanjian) dan kausal yang halal (tidak melanggar aturan hukum).
Contoh sederhananya, di tahun 2024 bulan Februari tanggal 14 kamu memiliki janji akan membelikan adikmu yang kuliah semester akhir laptop baru, dengan tujuan supaya mempermudah ketika menyusun skripsi.
BACA JUGA: MASA JABATAN PRESIDEN INDONESIA HANYA 5 TAHUN, IDEALKAH?
Selanjutnya dengan janji tersebut adekmu mengiyakan, jika telah dibelikan laptop baru dia akan bersemangat mengerjakan tugas akhirnya.
Dengan demikian sudah ada hubungan hukum berupa perjanjian antara kamu dengan adikmu yang objeknya adalah laptop baru. Jika ternyata kamu gagal bahkan melupakan janji itu secara hukum, maka bisa dikatakan sudah wanprestasi. Dan di sini sudah jelas bahwa resolusi kamu ke adikmu soal laptop baru untuk pendidikan merupakan produk hukum.
Resolusi Bukan Produk Hukum
Selanjutnya resolusi bukan merupakan produk hukum, yaitu ketika resolusi tersebut hanya dibuat untuk dirimu sendiri serta tidak mengikat kepada orang atau pihak lain. Kan jelas Pasal 1320 KUHPerdata mensyaratkan harus minimal ada dua pihak yang melakukan perjanjian.
Sedangkan jika resolusi pada diri sendiri hanya ada satu subjek hukum, yaitu diri kamu. Jadi jika ternyata resolusi itu tidak ada yang terealisasikan, maka kamu tidak bisa menggugat diri sendiri. Karena merupakan suatu hil yang mustahal.
Nah, kalau begitu kenapa resolusi pada diri sendiri sering tidak terealisasikan. Apa karena nggak ada konsekuensi hukumnya yah, jadi sering menyepelekan dan tidak dilaksanakan dengan baik.
Kalau janji sama diri sendiri saja sering luput tidak dijalankan, bagaimana dengan janji-janjinya pada rakyat saat kampanye ya, pren. Chuaks.