MERAWAT KEJUJURAN DENGAN PUASA

Sebuah hikayat menerangkan, puasa merupakan salah satu ritual yang sudah dilakukan sebelum agama Islam datang. Karena ibadah yang satu ini tersirat banyak makna kehidupan, salah satunya adalah melatih kejujuran bagi yang menjalankannya. 

Berbicara ibadah puasa, ternyata tidak hanya dilakukan umat Islam saja, agama lainnya juga mengajarkan umatnya untuk berpuasa. Contohnya, agama Budha yang menyebutnya dengan Uposatha dan agama Hindu yang mengenalnya dengan Upawasa. 

Dalam tradisi Yahudi juga menjalankan ibadah puasa atau disebut dengan Ta’anit. Selain itu dalam tradisi religiusitas umat Nasrani juga mewajibkan umatnya menjalankan ibadah puasa, dengan ketentuan yang dianjurkannya. 

Hakikat menjalankan puasa sejatinya juga tersirat banyak makna ketika dikaji satu persatu makna yang terkandung untuk bekal menjalankan kehidupan bagi yang melaksanakannya. Apalagi sudah terbukti puasa ini juga dilaksanakan oleh lintas agama, bukan hanya agama Islam saja. 

Dari latar belakang yang sudah aku utarakan, ketika dikerucutkan kembali, aku berkeyakinan ibadah puasa sangat pas, bahkan suatu keharusan dilaksanakan para praktisi hukum dan calon sarjana hukum untuk melatih sikap integritas dan menguatkan nilai keadilan dalam tirakat penegakkan hukum mereka.  

BACA JUGA: 3 ALASAN PEMAAF UNTUK TIDAK MENJALANKAN PUASA

Puasa Tumbuhkan Kejujuran 

Selain itu tulisan ini, secara normatif sejatinya tersirat makna tentang ucapan selamat menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan bagi umat Muslim di seluruh dunia, di mana esensi puasa sejatinya bisa melatih kejujuran khususnya para praktisi hukum di Indonesia. 

Bukti nyatanya yaitu premis pertama, jika kamu melaksanakan ibadah puasa maka kamu harus menahan rasa lapar dan haus dari waktu imsak sampai dengan waktu magrib. Selain menahan rasa lapar dan haus kamu juga diwajibkan melaksanakan larangan yang membatalkan puasa. 

Sedangkan premis kedua, ibadah puasa sejatinya kamu sendiri dan Tuhanlah yang tahu, apakah kamu sudah dengan benar dan sungguh-sungguh menahan rasa lapar serta haus atau tidak. 

Sehingga konklusinya bahwa ibadah puasa sejatinya merupakan ibadah kejujuran, baik jujur terhadap dirinya atau terhadap orang lain. Tanpa kejujuran tidak mungkin ada ibadah puasa, karena ibadah itu dilakukan dengan keinsyafan dan tidak ada pengawasan dari manusia lain. 

Walaupun kamu tidak berpuasa dan bertemu orang lain kemudian ditanya puasa atau tidak, tapi dijawab berpuasa, si penanya pasti percaya, karena tidak adanya kekuatan untuk membuktikan bahwa kamu tidak berpuasa. Inilah bagian dari contoh konsep kejujuran yang diajarkan dalam berpuasa. 

Sehingga apabila para praktisi hukum sudah terbiasa menjalankan tirakat puasa dengan baik dan benar sesuai dengan syariat agama masing-masing, sudah bisa dipastikan integritas penegakkan hukum di negara kita akan berjaya. 

Dan konsep penegakkan hukum yang berkepastian, keadilan dan kemanfaatan dapat mudah diraih serta diterapkan. Apabila para penegak hukumnya sudah berintegritas, yang dapat dirawat serta ditumbuhkan salah satunya dengan jalan tirakat puasa. 

Merawat Makna Dalam Puasa 

Jadi ketika dikaji lebih filosofis lagi, faktanya puasa bukanlah sebatas ibadah yang dilakukan dengan menahan diri dari makan, minum dan segala hal yang membatalkan puasa dari terbit matahari sampai tenggelam matahari saja. 

BACA JUGA: HAL-HAL YANG MEMBATALKAN PUASA SEKALIGUS MELANGGAR HUKUM

Esensinya sangatlah banyak ketika nilai-nilai berpuasa itu terus digali saripatinya untuk dijadikan pedoman kehidupan. Selain kejujuran yang relevan dengan nilai keadilan sudah dibahas di atas, dengan berpuasa kita juga dapat menjadi pribadi yang lebih bersyukur. 

Mensyukuri masih diberikan rasa lapar dan menikmati esensi lapar itu sendiri supaya hidup tidak selalu soal kemewahan. 

Selain itu puasa juga melatih kepastian, yaitu pasti terhadap interval waktu menahan lapar yang dimulai dari sebelum waktu subuh sampai dengan magrib. Ketentuan waktu ini tidak bisa ditawar lagi, karena sudah aturan Tuhan dan jika tidak mampu melaksanakannya artinya esensi ibadah puasa tidak bisa dijalankan. Sehingga nilai kepastian tidak dapat dilaksanakan. 

Selain itu dalam segi medis rupanya puasa pun ada manfaatnya. Jika ibadah puasa dilakukan dengan benar, maka nikmat kesehatan yang akan diperoleh seperti menurunkan berat badan, menjaga kesehatan jantung, meningkatkan metabolisme tubuh, mengendalikan nafsu makan serta masih banyak lainnya. 

Konklusinya dengan berpuasa ternyata terawatlah makna nilai keadilan, kepastian, dan kemanfaatan sebagaimana tujuan hukum menurut Gustav Radburch. Sehingga dalam bulan Ramadhan tahun 2024 semoga menjadi bulan puasa yang mampu menumbuhkan kejujuran dan merawat makna keadilan khususnya bagi eksistensi hukum di Negara Indonesia, melalui para praktisinya yang telah menirakati diri dengan berpuasa. 

Mohsen Klasik
Mohsen Klasik
El Presidente

MEDSOS

ARTIKEL TERKAIT

Leave a reply

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

DARI KATEGORI

Klikhukum.id