Oi, Oi, bor apakabs?!
Nostalgila sedikit dengan cara yang rock n roll yuk.
Di sini gue mau ngajak kalian kembali ke jaman 2000an, jamannya gue masih duduk di bangku SMP dan lagi seneng-senengnya sama yang namanya rock n roll serta nonton bokep di vcd player secara diem-diem, hahaha.
The Brandals!! Siapa sih, yang gak kenal band yang satu ini? Eh, banyak yang gak kenal ya? Yaudah, ni gue kenalin dah.
The Brandals merupakan salah satu band indie yang muncul di ranah musik Indonesia awal tahun 2001. Udah tua banget ya, tapi jangan salah, The Brandals adalah salah satu band ibukota paling ikonik karena karya mereka banyak mewakili tentang sisi lain ibu kota yang didominasi masyarakat urban.
Beraliran garage rock, aksi panggung dan lirik lagu The Brandals liar dengan bahasa vulgar, namun tetap stylish. Kalau New York punya The Ramones, maka Jakarta punya The Brandals.
Yuk, langsung dengerin aja.
- Obsesi Mesin Kota
Berisik mesin kota bangunkan mata yang tertutup mimpi
Roda nasib berputar mengejar ke ujung matahari
Siapa yang lebih cepat ayo tikung balap kanan kiri
Setiap sudut jalan sempit senggol gang uang berbunyi
Jauh semakin kelam
Sampai datangnya malam
Tapi jangan sampai hati tertinggal
Di tepi trotoar dia menebar seribu rayu pesona
Dia bilang, “Hey sayang! Setiap cinta kota ini ada harganya”
Terkoyak-koyak jantung metropolitan tak pernah kenal cinta
Terbakar emosi penyakit doping kimia di dalam dada
Ni lagu parah sih, kalau sekarang didengerin lagi masih relevan. Entah kenapa bayangan gue kalau denger lagu ini jadi inget angkutan kota yang paling ikonik banget yaitu Metromini (bait pertama).
Angkutan umum yang hits di ibukota, namun sejak awal 2016 sudah berhenti beroperasi. Berdasarkan ketentuan Pasal 51 Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 5 Tahun 2014 tentang Transportasi, Pemprov DKI Jakarta menghentikan izin operasi angkutan umum berusia lebih dari 10 tahun.
Overall keren banget sih, setiap penggal lirik lagu Obsesi Mesin Kota yang dilantangkan dengan liar oleh sang vokalis Eka Annash dengan iringan suara gitar dan gebukkan drum yang bikin kita larut sepanjang lagu.
- Ode Pingggiran Jakarta
Terjal aspal debu Kampung Melayu
Kejar Metromini napas diburu
Bergulir roda ke timur Jakarta
Dan jejak kaki tinggalkan banyak cerita
Wajah letih penuh guratan luka
Bergulat melawan tembok hati manusia
Tak tahan beban tagihan harus terbayar
Terjatuh, limbung, bangkit, ayo coba
Keren abis ya bor, liriknya menyayat dan langsung kena gitu. Dalam bayangan gue lagu ini sangat menggambarkan kaum pekerja ibu kota yang mengadu nasib di kawasan industri Pulogadung Jakarta Timur.
Yapp, gak salah lagi, sejak ditetapkannya keputusan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 1916 tahun 2017 tentang perubahan kedua atas keputusan Gubernur Nomor 424 tahun 1981 tentang penguasaan perencanaan/peruntukan tanah yang terletak di Kelurahan Pegangsaan dan Kelurahan Rawa Terate, Kecamatan Koja, wilayah Jakarta Utara serta Kelurahan Cakung, Kecamatan Cakung, Wilayah Jakarta Timur seluas ±215 ha untuk perluasan Kawasan Industri Pulogadung, maka kawasan tersebut menjadi kawasan industri.
Penggalan lirik Ode Pinggiran Jakarta menyiratkan tidak sejahteranya sebagian kaum pekerja di sana, semangat bangkit terus!
- Stagnasi Vs Konformis
Secangkir kopi tanpa gula gelap pekat
Ayo lari cepat, seminggu terus terlambat
Oh masuk kantor, siap jadi penjilat
Ulangi lagi sampai hati ini berkarat, yeah
Menunggu datang jam lima
(Ke mana kaki kulangkahkan?)
Berdesakan tukar keringat
Hari ini seperti kemarin
(Ke mana kaki kulangkahkan?)
Lupa makan jadi masuk angin, oh yeah
Menunggu datang jam lima
(Ke mana kaki kulangkahkan?)
Berdesak-desak tukar keringat
Hari ini seperti kemarin
(Ke mana kaki kulangkahkan?)
Lupa makan jadi masuk angin
Oh bosannya kehidupan perkantoran, setiap hari duduk di belakang meja mengerjakan tugas yang sama. Hanya bisa melihat kesuksesan orang lain dari balik meja kerja kita, sampai suatu saat kita lupa, bekerja untuk apa? Mungkin itu cukup menggambarkan sebagian keluh kesah manusia urban perkantoran kota besar.
Terus melangkah my preng, cukuplah bekerja 8 jam sehari sesuai aturan mengenai jam kerja, jangan forsir dirimu untuk impian semu. Dengarkan nyanyikan dan bangkit ayo coba!
- Komoditi Fantasi
Ku tak peduli
Datang dan pergi
Bermacam ukurannya lelaki
Kuterima sampai datangnya pagi
Semua ada harganya
Kuberikan nikmat dunia
Kuringankan bebannya dosa
Ey, jangan lupa kembali
Waktu bisa dibeli lagi
Malammu tak akan sepi
Asalkan bayarannya lebih tinggi
Dari penggalan lirik Komoditi Fantasi bikin pikiran gue traveling jauh banget sampai ke tempat protitusi, haha. Ya jelas banget ini lagu menceritakan tentang itu.
- City Boy
Once there was a tale that everybody knew about
A boy who walked the street black and blue
Stories been told and passing along
That the boy leave no trails of his word and clue
Carry his burden and pain all along
Through the darkest night under cruel city light
Cold and bitter taste of dusty road
Is the only thing that keep him going through and through
Alunan yang enak banget mengalir secara stylish dalam kuping, membuat gue menghentak kaki mengikuti tempo.
Lagu yang bercerita tentang anak urban yang mengadu nasib ke kota besar. Kayaknya lagu ini cocok banget buat sahabat lama gue, berinisial Ananda Nuramdan (haha) alias Nanda yang kini setiap hari berlari dalam terjal sudut ibu kota. Terkoyak-koyak deadline, mengadu nasib di salah satu agensi bergengsi di ibu kota. Sampai dia mulai lupa, “Gue mau ngapain sih?” Hahaha.
Pesan gue Nda, mau sampai kapan di ibu kota? Ya, semoga kamu baik-baik saja, sehat selalu dan tidak masuk angin. Ya mungkin Nanda cukup mewakili kehidupan kita semua dalam dunia kerja yang menyebalkan.
Itu dia lima lagu The Brandals yang patut kamu coba dengerin, jangan lupa dengerin lagu The Brandals yang lainnya juga sebagai pengingat dan penambah semangat dalam rutinitas kita semua.
Pundi Pangestu,
(lagi lupa mau ngapain)