homeJokpusPELECEHAN SEKSUAL MEMBAWAKU BERANI UNTUK KULIAH DI FAKULTAS HUKUM

PELECEHAN SEKSUAL MEMBAWAKU BERANI UNTUK KULIAH DI FAKULTAS HUKUM

Disclaimer dulu ya, cerita ini terinspirasi dari seorang korban yang mengalami pelecehan seksual. Di sini aku mencoba untuk impersonate si korban. 

Pernah kudengar seseorang berkata, “Menulis adalah bentuk rasa yang paling jujur dari seorang manusia.” Manusia yang menanggung kecewa bisa berubah menjadi pemberontak. Namun entah bagaimana Tuhan memintaku untuk berdamai dengan diriku sendiri.

Akulah manusia penuh luka itu. Banyak yang berkata bahwa aku berharga, namun perjalanan hidupku justru menyeretku menuju titik ketika aku merasa tidak layak dihargai. Tulisan ini adalah bentuk ‘perdamaian’ sebab pada akhirnya senjataku hanyalah kata-kata dan biarlah rangkaian kata ini mengetuk nuranimu. Kisahku tak dapat diubah, tetapi aku berharap tak ada seorang pun berjalan ke posisi tempat aku pernah berdiri.

Hari itu, seandainya bisa kusampaikan seluruh emosiku, akan kusampaikan semuanya. Namun apa dayaku sebagai seorang korban? Yang bisa kulakukan hanya memohon dan menangis. Ironisnya, justru seorang korban yang diharapkan untuk ‘tenang’ dan ‘tidak bereaksi berlebihan.’

Pertanyaan demi pertanyaan menghujani diriku.

Apakah korban pelecehan tidak pantas mendapat perlindungan?
Mengapa malah namaku yang diumbar?

BACA JUGA: TINDAKAN PELECEHAN SEKSUAL SECARA VERBAL, BISAKAH DILAPORKAN?

Tahukah kalian betapa rasa malu dan bersalah itu mengejarku seperti bayangan?
Bagaimana dengan pelaku?
Jawabannya pahit: ia bebas. Tidak ada sanksi sosial, tidak ada sanksi hukum.

Lalu apakah aku dilindungi hukum? Ataukah hanya Tuhan yang mendengarkan tangisku ketika aku meminta harga diriku dipulihkan?

Mereka berkata aku terlalu emosional:
“Itu cuma kata-kata.”
“Kan tidak disentuh langsung.”
“Jangan lebay.”
“Namanya juga proses tumbuh.”

Begitulah mereka menghiburku. Begitulah mereka meremehkan harga yang kubayar dari air mata dan permohonanku.

Kemarahanku pada hukum adalah api yang membawaku ke fakultas hukum setelah lulus SMA. Aku ingin mencari jawaban atas ketidakadilan yang menimpaku.

Di sanalah aku belajar tentang bentuk-bentuk tindakan tercela itu.
Bahwa pelecehan tidak hanya berbentuk sentuhan langsung; bahkan pelecehan yang tak melibatkan tangan sekalipun tetaplah pelanggaran.

Pelecehan verbal, serangkaian kata yang berubah menjadi senjata, ketika bahasa dijadikan alat merendahkan martabat seseorang. Ucapan bernuansa seksual, godaan yang tak pantas, komentar tubuh yang tidak diminta, semuanya adalah bentuk pelecehan.

Dan hal itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Lebih tepatnya ada dalam Pasal 4 ayat (1) dan (2). 

BACA JUGA: PELECEHAN SEKSUAL MENGANCAM KAUM PRIA!

Dan sebagai sebuah peraturan bertaring, hukuman bagi pelaku pelecehan verbal, diatur dalam Pasal 5 UU TPKS yang berbunyi, “Setiap Orang yang melakukan perbuatan seksual secara nonfisik yang ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual dan/atau organ reproduksi dengan maksud merendahkan harkat dan martabat seseorang berdasarkan seksualitas dan/atau kesusilaannya, dipidana karena pelecehan seksual non fisik, dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) bulan dan/ atau pidana denda paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).

Seharusnya, saat mereka bertanya apa yang bisa kulakukan. Akan ku katakan bahwa aku dilindungi oleh hukum dan aku dapat melakukan tindakan. Toh, sudah jelas ada hukumannya. 

Sayangnya, pada saat itu aku bukan seorang mahasiswi fakultas hukum. Jadi yang bisa kulakukan hanya menangis dan memohon karena ketidaktahuanku. 

Aturan itu ada, hukuman dan sanksi juga sudah ditetapkan, tetapi mengapa rasanya sulit menerapkannya? 

Semua orang harus tahu bahwa pelecehan bukan sekadar tindakan; ia adalah penyerangan terhadap martabat manusia. Ia menghina ruang privat, melukai batin dan merampas rasa aman di mana merupakan hak dasar yang seharusnya dimiliki setiap manusia.

Setiap orang berhak berjalan tanpa takut, berbicara tanpa ancaman dan hidup dengan martabat yang utuh. Dan barangkali, lewat tulisan ini, aku berharap tak ada lagi yang perlu melalui luka yang sama.

Dari Penulis

Terkaitrekomendasi
Artikel yang mirip-mirip

5 1 vote
Article Rating
guest

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments

Dari Kategori

Klikhukum.id