Kegelisahan melanda ribuan driver ojek online yang menggantungkan hidupnya kepada sebuah aplikasi yang di dalamnya terdapat fitur GPS. Bagaimana tidak gelisah, Mahkamah Konstitusi menolak melakukan uji materi terhadap dua pasal yang terdapat dalam UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, terutama terkait pasal yang mengatur tentang larangan menggunakan GPS yang terdapat dalam smartphone.
Di era smartphone kayak sekarang, siapa sih yang nggak kenal sama yang namanya ojol alias ojek online? Moda transportasi multifungsi roda dua alias motor berbasis aplikasi online. Kehadiran ojek online dalam sekejap langsung merubah lifestyle masyarakat Indonesia. Hanya berbekal melek tekhnologi, maka segala kebutuhan yang sifatnya manjain kayak antar-jemput orang, pesen makanan di kala hujan, belanja di pasar tradisional, kirim-kirim barang, sampai layanan bersih-bersih rumah tersedia dalam aplikasi ojol.
Ada beberapa alasan kenapa ojek online tidak membutuhkan waktu lama untuk mengambil hati penggunanya, antara lain:
- Ojek online mudah diakses, hanya berbekal layanan aplikasi yang terdapat dalam smartphone tinggal geser – geser dikit jemputan abang ojek udah dateng.
- Kepastian harga, setiap pengguna atau costumer akan melakukan pesanan nominal tarif yang harus dibayar sudah muncul di layar.
- Faktor keamanan, identitas berupa nama sama foto driver sampe jenis dan plat motorpun ditampilkan saat costumer memesan ojek online.
- Nyaman, selain dikasih helm yang standar SNI pengguna juga dikasih masker dan sarung kepala. Babang ojeknya juga pake jaket yang In shaa Allah terjaga kewangiannya.
- Ketepatan waktu dan cepat sampai. Berbekal GPS, resiko kesasar bisa diminimalkan seminimal mungkin, pengguna juga jadi nggak khawatir telat dateng ke kantor, telat masuk sekolah, telat dateng arisan, dsb.
Berbagai macam kemudahan yang disediakan aplikasi ojek online, tidak akan terlaksana tanpa adanya perkembangan tekhnologi navigasi atau GPS. Ibarat rantai makanan yang saling menguntungkan, GPS menjadi penghubung dari pengorder ke aplikator kemudian diteruskan ke driver ojek online terdekat dengan pengorder. Simbiosis mutualisme antara aplikator–costumer–driver dapat terjadi dikarenakan sistem GPS (Global Positioning System) yang tertintergrasi dengan aplikasi ojek online.
Bagi driver ojol, keakuratan GPS menjadi kunci untuk mendapatkan order dari costumer. Terganggunya kinerja GPS akan berdampak pada orderan sepi, istilah driver ojol nya itu ‘anyep’, sehingga driver ojol akan melakukan segala cara dan upaya agar sistem GPS-nya tetap aktif menyala.
Bagi costumer, GPS berfungsi sebagai penentu lokasi titik penjemputan, rute jalur yang akan ditempuh dan penentuan lokasi titik pengantaran. Selama server GPS costumer bekerja dengan baik alhasil costumer akan mendapatkan driver dengan presisi koordinat terdekat. Konsep itu pula yang berlaku untuk layanan ojek online yang lain seperti pengiriman barang, pengantaran makanan, dan berbelanja di pasar tradisional.
Meskipun GPS menjelma menjadi kebutuhan primer, namun perlu disadari bahwa ketergantungan kepada GPS akan berdampak buruk pada keselamatan di jalan. Terutama saat sedang mengendarai / mengemudi di jalan raya.
Sejak tahun 2009, Negara telah memberlakukan UU No. 22 tahun 2009 tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan, di pasal 106 Ayat 1 dikatakan bahwa :
“Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib mengemudikan kendaraannya dengan wajar dan penuh konsentrasi.”
Penjelasan dari Pasal tersebut kurang lebih, setiap orang yang mengemudikan kendaraan harus dalam konsentrasi penuh, tidak terganggu atau terhalang perhatiannya karena sakit, lelah, ngantuk, menggunakan telepon atau menonton televisi atau video yang terpasang di kendaraan, atau meminum minuman yang mengandung alkohol, obat-obatan sehingga mempengaruhi kemampuan dalam mengemudikan kendaraan.
Pasal 106 Ayat (1) UU LLAJ menekankan kepada pengguna kendaraan bermotor untuk selalu menjaga konsentrasi. Pemerintah mengamanatkan pasal tersebut sebagai upaya untuk menekan tingginya angka kecelakaan.
Setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 106 Ayat (1) UU LLAJ maka akan dikenakan sanksi dengan pidana kurungan maksimal 3 bulan atau denda paling banyak Rp. 750.000.,- sebagaimana diatur dalam Pasal 283 UU LLAJ.
Beberapa waktu lalu pasal 106 Ayat 1 dan pasal 283 UU LLAJ sempat dimohonkan pengujian di Mahkamah Konstitusi, namun Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi menolak permohonan uji materi tersebut dengan Putusan Nomor Register No. 23 / PPU-XVI / 2018.
Jadi menurut Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, permohonan tersebut dianggap tidak beralasan menurut hukum. Menurut Majelis Hakim, penggunaan GPS tidak dapat dilarang sepanjang tidak menggangu konsentrasi pengemudi dalam berlalu lintas.
Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa penggunaan telepon seluler yang di dalamnya terdapat aplikasi GPS pada saat berkendara merupakan hal yang menggangu konsentrasi, yang berdampak pada kecelakaan lalu lintas. Meskipun demikian tidak semua pengendara yang menggunakan GPS dapat terganggu konsentrasinya, sehingga penerapannya harus dilihat secara kasuistik.
Nah, untuk lebih memahami maksud dari Putusan Mejelis Hakim Mahkamah Konstitusi, ada baiknya kita mencermati penjelasan dalam Pasal 106 Ayat (1) UU LLAJ.
Dalam penjelasan Pasal 106 Ayat (1) “setiap orang yang mengemudikan kendaraan harus dalam konsentrasi penuh” bermakna orang yang sedang dalam melakukan suatu pekerjaan. Sedangkan dalam Putusan MK terdapat kalimat, “ Penerapannya (pasal 106 Ayat 1) harus dilihat kasuistik”.
Dari ke dua kalimat tersebut, kita dapat memahami bahwa orang yang melakukan pelanggaran terhadap pasal tersebut ialah orang yang sedang dalam mengerjakan suatu pekerjaan (mengemudi, mengendarai) yang dapat dikenai sanksi denda paling banyak sebesar Rp.750.000,- atau dikenai pidana kurungan paling lama 3 bulan. Sebagaimana diuraikan dalam Pasal 283 UU LLAJ.
Penggunaan GPS pada saat berkendara tentunya akan menganggu konsentrasi pengemudi yang mungkin akan membahayakan orang lain di jalan. Namun demikian, Mahkamah Konstitusi beranggapan bahwa penggunaan GPS tidak dapat dilarang sepanjang tidak menggangu konsentrasi pengemudi dalam berlalu lintas. Artinya gaes, GPS itu ga dilarang ya hanya saja ‘waktu’ penggunaannya saja yang harus tepat. Misalnya jangan melihat GPS sambil mengemudi kendaraan.
Agar rekan-rekan driver ojek online lebih aman dan nyaman ketika berkendara dan tidak terbebani dengan sanksi denda yang lumayan besar, kami akan memberikan beberapa tips yang mungkin bisa sedikit membantu :
- Ketika sedang berkendara letakkan ponsel di tempat yang aman, dalam saku celana atau dalam tas.
- Nyalakan mode auto bid di aplikasi dan sambungkan ponsel dengan headset.
- Ketika dapat order berhentilah di bahu jalan.
- Amati secara rinci lokasi pengorder (jika anda menguasai lokasi costumer segera jemput tanpa bantuan GPS, jika tidak menguasai biarkan suara mbak Veronika memandu anda).
- Setelah bertemu costumer, pahami lokasi pengantaran dan lakukan seperti keterangan No. 4
Hubungan ojek online dan GPS ibarat dua mata koin yang saling melengkapi, bilamana satu dari kedua mata koin tersebut hilang, maka hilang pulalah akses kenikmatan yang selama ini sudah didapat oleh penggunanya. Membangun kesadaran, kepedulian dan kepatuhan terhadap hukum akan sangat membantu mengedukasi masyarakat untuk melek teknologi secara bijaksana.
Memprioritaskan keselamatan berkendara hukumnya wajib ain, ingat ! utamakan keselamatan, keluarga menunggu di rumah.
— Dedi —