Di penghujung tahun 2020, pemerintah telah mengesahkan UU No. 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai. UU ini disahkan untuk menggantikan UU No. 13 Tahun 1985 Tentang Bea Meterai. UU ini akan berlaku efektif per Januari 2021.
Ada beberapa aturan tentang meterai yang berubah dan ditambah. Apa aja sih, yang diatur dalam UU Bea Meterai yang baru. Yuks, kita bahas sama-sama.
Pertama, Jenis-Jenis Meterai.
Ada jenis meterai baru nih. Kalo dulu meterai itu berbentuk tempel dan kertas meterai, maka sekarang meterai wujudnya makin berkembang. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 Ayat 4 UU Bea Meterai, dijelaskan bahwa meterai adalah label atau carik dalam bentuk tempel, elektronik atau bentuk lainnya yang memiliki ciri dan mengandung unsur pengaman yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia, yang digunakan untuk membayar pajak atas dokumen.
Berdasarkan ketentuan tersebut, itu artinya selain ada meterai tempel, juga ada meterai dalam bentuk elektronik. Wah, keren ya, kekinian banget. Menurut ketentuan Pasal 13 Ayat 2 UU Bea Meterai, ciri umum dari meterai tempel itu, setidaknya harus memuat gambar Garuda Pancasila, memuat frasa “Meterai Tempel” dan juga memuat nilai nominalnya. Selain itu juga ada ciri khusus sebagai pengaman yang terdapat dalam desain, bahan dan teknik cetaknya.
Lain lagi dengan meterai elektronik, ciri khusus dari meterai elektronik adalah memiliki kode unik dan keterangan tertentu. Begitulah Pasal 14 Ayat 1 mengamanatkannya.
BACA JUGA: CURKUM #39 SAH KAH PERJANJIAN TANPA MATERAI?
Nah, ada satu lagi jenis meterai yang belum bisa aku bayangkan adalah meterai dalam bentuk lainnya. Ketentuan Pasal 15 Ayat 1 UU Bea Meterai sih, menjelaskan bahwa meterai dalam bentuk lainnya merupakan meterai yang dibuat dengan menggunakan mesin teraan meterai digital, sistem komputerisasi, teknologi percetakan dan sistem atau teknologi lainnya.
Kedua, Tarif.
Menurut ketentuan Pasal 5 UU Bea Meterai, dokumen akan dikenai tarif bea meterai dengan tarif tetap sebesar Rp10.000,00. Tapi untuk sementara waktu, meterai lama yang Rp3000,00 dan Rp6.000,00 masih tetap berlaku selama masa transisi.
Ketentuan Pasal 28 Huruf c UU Bea Meterai menjelaskan bahwa meterai tempel yang lama masih bisa digunakan dengan ketentuan nilai total yang dibubuhkan pada dokumen paling sedikit Rp9000,00. Mayankan untung seceng, hahahaha.
Ketiga, Objek Bea Meterai
Gak semua dokumen dikenakan bea meterai. Secara spesifik ketentuan Pasal 3 Ayat 1 UU Bea Meterai menjelaskan bahwa objek bea meterai adalah:
- dokumen keperdataan;
- dokumen yang dibuat sebagai alat bukti di pengadilan.
Dokumen perdata yang dimaksud juga secara spesifik disebutkan dalam Pasal 3 Ayat 2 UU Bea Meterai. Dokumen yang dimaksud meliputi:
- surat perjanjian, surat keterangan, surat pernyataan, atau surat sejenisnya plus rangkapannya juga;
- akta notaris beserta grosse, salinan dan kutipannya
- akta PPAT beserta salinan dan kutipannya;
- surat berharga dengan nama dan bentuk apapun;
- dokumen transaksi surat berharga, termasuk dokumen transaksi kontrak berjangka, dengan nama dan dalam bentuk apapun;
- dokumen lelang yang berupa kutipan risalah lelang, minuta risalah lelang, salinan risalah lelang dan grosse risalah lelang;
- dokumen yang menyatakan jumlah uang dengan nilai nominal Rp5.000.000,00;
- dokumen lain yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
Keempat, Cara Pembayaran
Cara pembayaran bea meterai diatur dalam Pasal 12 Ayat 1. Katanya pembayaran bea meterai yang terhutang pada dokumen bisa dilakukan dengan menggunakan meterai dan juga surat setoran pajak.
BACA JUGA: FAKTA TENTANG MATERAI
Meterai yang dimaksud itu bisa berbentuk meterai tempel, meterai elektronik atau meterai jenis lainnya. Tapi aku sendiri sih, belum tau ya gimana cara beli meterai elektroik. Mungkin detail tata cara membeli meterai elektronik akan diatur dalam peraturan pemerintah atau peraturan menteri.
Kelima, Sanksi
UU Bea Meterai mengatur sanksi pidana terhadap tindakan seperti pembuatan, pengedaran, penjualan dan pemakaian meterai palsu atau bekas pakai.
Aku dong baru ngeh, ternyata menggunakan meterai bekas pakai bisa dijerat pidana sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 26 Ayat 1 UU Bea Meterai. Sanksinya gak kaleng-kaleng oiii, pidana penjara paling lama 3 tahun atau denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta men).
Keenam, Pembebasan Bea Meterai
Terakhir, ketentuan baru yang diatur dalam UU Bea Meterai adalah terkait pembebasan bea meterai untuk dokumen-dokumen tertentu. Ketentuan Pasal 22 Ayat 1 UU Bea Meterai mengatur bahwa dokumen-dokumen yang berhubungan dengan penanganan bencana alam, bersifat keagamaan dan sosial, mendorong program pemerintah dan pelaksanaan perjanjian internasional.
Pembebasan bea meterai tersebut bisa bersifat sementara, bisa juga selamanya, karena ketentuan lebih lanjutnya tentang fasilitas pembebasan bea meterai akan diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah.
Nah, kira-kira itulah hal baru ataupun hal menarik dari UU Bea Meterai versi aku. Aku sih, gak masalah dengan kenaikan tarif bea meterai, dengan catatan jangan ada kelangkaan meterai di kantor pos. Repot beb, mau sidang pembuktian, keliling kantor pos nyari meterai tempel tapi gak dapet. Hiksssss.