Salah seorang teman saya menghubungi melalui pesan WhatsApp. Dia yang belum lama ini resmi diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil bertanya kepada saya mengenai PP yang baru saja diterbitkan pemerintah. Ketika dihubungi teman tersebut, saya dalam keadaan bangun tidur hanya bisa bengong membaca pesannya yang cenderung ngegas dan gak nyantai banget.
“PP ini bahaya banget buat kami sebagai PNS,” jelasnya.
“Lho memangnya kenapa? Aku belum baca PP itu, sih. Lagian kalian kan digaji dan dijamin sama negara sampai pensiun usia 60-an, lha kok sambat? Nek sambat ternak lele wae. Praktis, gak pake ribet dan itung-itung jadi wirausaha,” jawab saya sekenanya. Baru bangun tidur kok diajak mikir yang berat, ha wegah.
“Lho ya iya dong. Nih, ku kasih linknya. Baca sendiri biar paham,” ujar teman saya itu sambil menyerahkan pranala atau link ke sebuah portal berita. Saya membaca judul berita dari link yang teman saya berikan tersebut. Judulnya sangat provokatif, “Jokowi Makin Berkuasa Penuh: Bisa Angkat, Pecat dan Mutasi PNS.”
Sekilas saya membaca berita tersebut. Sebagai orang yang pernah mendaftar seleksi CPNS dan gak berangkat ujian tertulis gara-gara ketiduran, berita tersebut cukup seksi menurut saya. Isi beritanya kurang lebih begini: pertengahan bulan Mei ini, pemerintah menerbitkan PP Nomor 17 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil.
Dalam PP tersebut, disebutkan beberapa pasal yang diubah, mengalami penambahan maupun dihapus. Salah satunya adalah Pasal 3 yang mengatur tentang pengangkatan, pemberhentian serta mutasi PNS. Setelah saya membaca Pasal 3 tersebut dan membandingkan dengan Pasal 3 pada PP Nomor 11 Tahun 2017, segera saya kembali ke aplikasi WhatsApp dan mengetik pesan untuk teman saya tadi.
“He, cah gemblung, kamu tau gak kalau link yang kamu kirim itu sedari judul aja udah terlalu provokatif. Saranku besok lagi gak usah buka link portal berita kayak gitu. Kembali ke khittah kamu aja sebagai pengakses VPN, lalu nonton bokep sepuasmu. Itu lebih menyehatkan buat kejiwaanmu ketimbang baca berita.”
BACA JUGA: WAKTU INDONESIA BAGIAN PEKERJA
“Lha kok bisa?”
“Ya iyalah. Jadi gini ya, setelah aku baca Pasal 3 di PP Nomor 17 Tahun 2020 dan aku bandingkan sama Pasal 3 di PP Nomor 11 Tahun 2017, Pasal 3 itu bukannya mengalami perubahan, tapi justru mengalami penambahan ayat, yang awalnya cuma enam ayat sekarang jadi tujuh ayat. Sampai sini paham?”
“Oke, paham. Lalu apa hubungannya sama presiden yang bisa mutusin nasib PNS itu?”
“Nah, PP Nomor 11 Tahun 2017 itu udah mengatur bahwa presiden emang punya wewenang buat mengangkat, memberhentikan atau melakukan mutasi kepada PNS, tapi wewenang itu bisa didelegasikan ke beberapa pejabat di bawahnya, mulai dari Menteri sampai Bupati atau Walikota. Jadi bukan berarti presiden sendiri yang melakukan pengangkatan, pemberhentian atau mutasi itu. Ngedong ora koe?”
“Sebentar, delegasi itu apa?”
“Delegasi itu gampangnya penyerahan wewenang dari badan dan/atau pejabat pemerintahan yang lebih tinggi ke badan dan/atau pejabat pemerintahan yang lebih rendah. Nah, penyerahan wewenang itu terjadi karena badan dan/atau pejabat pemerintahan menerima kewenangan berdasar Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau Undang-Undang.
Ketentuan soal delegasi sama atribusi ada di Pasal 1 angka 22 dan Pasal 1 angka 23 UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Kalau soal atribusi kewenangan presiden terkait pengangkatan, pemberhentian atau mutasi itu ada di Pasal 53 UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.”
“Oalah, gitu to? Oke, paham. Ha, terus katamu tadi berdasar Pasal 3 PP Nomor 17 Tahun 2020 ada penambahan ayat. Lha itu penambahan ayatnya tentang apaan?”
“Nah, kalau itu sih yang ditambahin soal pencabutan delegasi. Jadi presiden berhak mencabut delegasi kewenangan dia untuk mengangkat, memberhentikan maupun memutasi PNS kalau yang diberi delegasi itu tidak menerapkan Sistem Merit atau untuk meningkatkan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan.”
BACA JUGA: UNBOXING PERATURAN HUKUM PRA-KERJA
“Nah, Sistem Merit itu apaan?”
“Sistem Merit itu gampangnya adalah kebijakan untuk melakukan pengangkatan, pemberhentian maupun mutasi berdasar kualifikasi, kompetensi dan kinerja si PNS tanpa membedakan latar belakang politik, ras, warna kulit, agama, asal usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur, atau kondisi kecacatan. Pengertian Sistem Merit itu diatur di Pasal 1 angka 24 PP Nomor 11 Tahun 2017.
Dampak dari penambahan ayat itu di Pasal 3 PP Nomor 17 Tahun 2020 adalah sekarang pejabat gak bisa lagi sewenang-wenang memutuskan buat mengangkat, memberhentikan atau memutasi PNS tanpa melihat kualifikasi, kompetensi dan kinerja si PNS. Jadi misalnya kamu nikah sama orang yang kebetulan juga ditaksir sama atasanmu, nah, atasanmu gak bisa melakukan pemberhentian atau mutasi ke kamu tanpa melihat kualifikasi, kompetensi dan kinerja kamu. Wes dong koe?”
“Woalah, yo siap. Ha, tapi masalahnya gak cuma di Pasal 3, je. Masih banyak kalau menurut link tadi. Mbok jelasin yang lainnya sekalian.”
Demi membaca chat tersebut, saya menutup aplikasi WhatsApp, meletakkan hape di meja dekat kasur dan kembali ke khittah saya ‘jadi kaum rebahan.’ Mumpung kaum rebahan lagi punya harga diri tinggi gara-gara wabah corona.