Selamat Hari Pendidikan Nasional!
Hai, para pejuang kemajuan peradaban.
Kamu tahu nggak, siapa yang aku maksud pejuang kemajuan peradaban? Apakah tokoh-tokoh dunia? Hmm, jawabannya jelas bukan itu. Di sini aku tidak sedang membicarakan Aristoteles yang memberikan konsep-konsep filsafat atau Isaac Newton yang menemukan teori gravitasi bumi dan bukan pula John Locke yang mengemukakan konsep pembagian kekuasaan negara.
Lah, trus siapa dong?
Yaps, orang itu adalah kamu, aku, kita. Iya, kita yang memberikan sumbangsih tenaga dan ilmu pengetahuan demi memajukan generasi penerus bangsa, yaitu guru.
Meskipun vibes libur panjang masih terasa, tapi tugas kita sebagai pendidik generasi penerus bangsa, harus terus berlanjut dengan penuh semangat. Pastinya kalian sudah siap dong, untuk menjalankan amanat UUD 1945 Pasal 31 Ayat (1) bahwa, “Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.”
Sebagai guru, kita mengemban tanggung jawab dalam memberikan hak pendidikan bagi putra dan putri Indonesia. Tujuannya tidak lain dan tidak bukan adalah untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, sesuai dengan tujuan nasional yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 alinea ke-4.
Dalam menjalankan tugas, seorang guru pasti pernah atau bahkan sering menghadapi tantangan-tantangan di sekolah. Entah dari segi kondisi lingkungan maupun sumber daya manusianya. Nah, di dalam artikel ini aku sedikit berbagi pengalaman sebagai guru di daerah yang jauh dari kota dengan berbagai tantangannya.
BACA JUGA: GURU SEBAGAI SIMBOL PENGABDIAN
Eitss! Tapi ada yang spesial nih. Karena aku akan menceritakan suasana sekolah di daerah yang jauh dari kota, yang berada di bawah naungan pondok pesantren. Tentu saja suasananya berbeda dengan sekolah umum. Menarik bukan?
Tentu kita semua paham, kalau pendidikan pertama dan utama adalah keluarga. Namun, bukan berarti sekolah (pendidikan formal) tidak termasuk pendidikan yang utama. Karena di sekolah, generasi penerus bangsa bukan hanya belajar tentang ilmu pengetahuan, tetapi juga belajar tentang norma, adab, etika, dan sebagainya. Di mana hal itu akan berpengaruh terhadap karakter bangsa di masa depan.
Maka guru-guru di sekolah dituntut bukan hanya menjadi pendidik tapi juga menjadi figur teladan bagi para peserta didik. Selain mengajarkan ilmu pengetahuan, guru selalu dituntut untuk ing ngarsa sung tuladha atau berada di depan memberikan contoh kepada murid-muridnya.
Menurutku, menjadi guru bukanlah hal yang mudah. Karena selain memberikan materi belajar, guru juga harus memperkaya diri sendiri dengan ilmu dan wawasan yang tak terbatas. Dan banyak sekali tantangan yang harus dihadapi ketika menjadi guru, apalagi guru di daerah dan di sekolah yang berada di bawah naungan pondok pesantren, seperti aku. Nih, aku kasih gambaran ya.
Pertama, padatnya jam belajar siswa
Kalau ini, memang sekolah di daerah maupun sekolah di perkotaan, punya waktu belajar yang hampir sama padatnya. Karena kurikulum yang diterapkannya pun sama. Menyikapi padatnya jam belajar siswa, guru pun juga harus menyesuaikan diri dengan jadwal siswa-siswinya. Apalagi di sekolah berbasis pondok pesantren, guys. Di mana siswa-siswinya juga merupakan santri yang juga wajib mengikuti jadwal mengaji di pondok (ma’had).
Buat aku, ini menjadi tantangan tersendiri. Karena sebagai guru harus menahan diri untuk tidak memberikan PR atau aktivitas-aktivitas yang dapat mengganggu kegiatan mereka sebagai santri. Selain itu guru di sini juga dituntut untuk selalu memberikan motivasi agar para siswa selalu kompak dan tetap semangat sebagai pelajar sekaligus santri.
Kedua, adat dan kebiasaan yang berbeda
Mungkin berbeda dengan sekolah di kota, yang sudah lebih modern dan masyarakatnya juga tidak terkungkung pada suatu adat dan kebiasaan tertentu.
BACA JUGA: MEMBERANTAS KEMISKINAN DENGAN PENDIDIKAN DAN PENINGKATAN SDM
Pepatah mengatakan “Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung,” di mana pun kita berada hendaknya menghormati adat istiadat di tempat tersebut. Pribahasa ini sangat cocok untuk menggambarkan suasana sekolah di daerah yang umumnya masih kental dengan adat dan kebiasaan masyarakat setempat. Nah, apalagi di sekolah yang berbasis pondok pesantren. Kebayang dong, seperti apa adat istiadatnya. Salah satu contohnya adalah siswa dan siswi ditempatkan pada gedung atau ruang kelas yang terpisah.
Ketiga, siswa siswi berasal dari berbagai daerah
Ini salah satu fun fact, guys. Meskipun sekolahnya di daerah yang jauh dari kota dan di bawah naungan pondok pesantren, tapi banyak loh, siswa-siswi yang berasal dari luar kota bahkan luar pulau Jawa.
Nah, karena di sekolah ini mereka tidak hanya belajar bersama, tapi juga tinggal dan beraktivitas bersama di pondok dengan berbagai latar belakang culture yang mereka bawa dari masing-masing daerah. Hal ini menjadi tantangan tersendiri, karena sebagai guru harus mampu memupuk rasa persatuan, toleransi dan menghargai serta menghormati sesama agar siswa siswi mampu beradaptasi dan menjadi dekat layaknya keluarga.
Jadi itulah tantangan-tantangan yang aku hadapi selama menjadi guru di daerah dan di sekolah yang berada di bawah naungan pondok pesantren. Yang pasti tantangan tersebut akan menjadi harapan untuk masa depan bangsa yang lebih baik lagi. Peradaban terus berkembang, maka manusia juga harus dikembangkan.
“Maksud pengajaran dan pendidikan yang berguna untuk kehidupan bersama adalah memerdekakan manusia sebagai anggota persatuan (rakyat).” -Ki Hajar Dewantara-