Sudah pada tahu kan gengs, rencana Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, terkait Kantor Urusan Agama (KUA) bakal jadi tempat pencatatan perkawinan semua agama. Katanya sih, untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat non-Islam. Yakin nih, jadi lebih mudah?
Sebenarnya apa sih, pencatatan perkawinan itu? Jadi gini, dalam peraturan menteri agama nomor 20 tahun 2019 tentang Pencatatan Pernikahan, pada Pasal 1 angka 1 dijelaskan bahwa pencatatan pernikahan adalah kegiatan pengadministrasian peristiwa pernikahan. Dan pencatatan ini bisa dilakukan setelah adanya perkawinan. Jadi buat kamu yang jomblo atau masih pacaran, jangan harap bisa melakukan pencatatan ini ya, karena ini hanya bisa dilakukan oleh orang yang sudah mempunyai pasangan secara sah dalam suatu perkawinan.
Ya, seperti yang kita tahu bahwa selama ini pencatatan perkawinan dilakukan sesuai dengan masing-masing agama dan hanya orang beragama Islam yang melakukan perkawinan di KUA, sedangkan pemeluk agama non Islam mencatatkan perkawinannya di kantor catatan sipil.
Nah, menteri agama yang akrab dengan panggilan Gus Men ini berinisiatif menjadikan satu tempat pencatatan perkawinan, yaitu di KUA. Alasannya sih, biar memudahkan masyarakat non Islam. Menurutku ini ide dari menteri yang out of the box.
BACA JUGA: PEMBATALAN PERKAWINAN ATAU PERCERAIAN, APA BEDANYA?
Tapi memang tak segampang itu merubah konsep pencatatan perkawinan. Karena begini, pada dasarnya KUA adalah unit pelaksana teknis pada kementerian agama berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam (Bimas Islam) dan secara operasional dibina oleh kepala kantor kementerian agama kabupaten/kota.
FYI, di dalam kementerian agama ada beberapa unit kerja, yaitu direktorat jenderal bimbingan masyarakat Islam, direktorat jenderal bimbingan masyarakat Kristen, direktorat jenderal bimbingan masyarakat Katolik, direktorat jenderal bimbingan masyarakat Hindu dan direktorat jenderal bimbingan masyarakat Buddha. KUA ini adalah kepanjangan tangan dari Bimas Islam kementerian agama, yang punya tugas melaksanakan layanan dan bimbingan masyarakat Islam. Sedangkan fungsi KUA adalah sebagai berikut.
- Pelaksanaan pelayanan, pengawasan, pencatatan dan pelaporan nikah dan rujuk.
- Penyusunan statistik layanan dan bimbingan masyarakat Islam.
- Pengelolaan dokumentasi dan sistem informasi manajemen KUA kecamatan.
- Pelayanan bimbingan keluarga sakinah.
- Pelayanan bimbingan kemasjidan.
- Pelayanan bimbingan hisab rukyat dan pembinaan syariah.
- Pelayanan bimbingan dan penerangan agama Islam.
- Pelayanan bimbingan zakat dan wakaf.
- Pelaksanaan ketatausahaan dan kerumahtanggaan KUA kecamatan.
- Layanan bimbingan manasik haji bagi jemaah haji reguler.
Kalau dilihat dari kedudukan, tugas dan fungsi dari KUA, sangat Islamic center sekali bukan? Nah, kalau KUA juga ditugasi mencatat nikah semua agama, artinya KUA akan atau tidak lagi berada di bawah Bimas Islam. Karena kalau di bawah Bimas Islam, ya nggak mungkin dong, melakukan pencatatan perkawinan untuk agama selain Islam. Kan sudah ada unit kerjanya masing-masing. Iya, kan? Kalau masih di bawah Bimas Islam malah justru nggak menghargai agama non Islam nggak sih?
Jangan sampai nih, saudara-saudara yang non Islam jadi merasa resah dan keberatan bahkan merasa dipersulit. Karena ujung dari pencatatan nikah adalah di Dinas Capil, yang nantinya terintegrasi dengan NIK. Nah, kalau mereka harus ke KUA dulu, kan jadi ada prosedur tambahan tuh.
IMO, menjadikan KUA sebagai tempat pencatatan perkawinan untuk semua agama sebenarnya ide bagus dan menarik. Tapi hal itu tentu nggak segampang yang dibayangkan, karena harus dilakukan kajian yang mendalam, perlu adanya koordinasi antar stakeholder dan masih banyak lainnya.
Kalau menurut kalian gimana? Setuju nggak sama ide Gusmen?