Seminggu lalu aku nonton Yutubnya dr. Ricard. Beliau nampaknya lagi happy banget karena gugatan perdata dari Helwa Beauty Care menang (katanya). Saking senangnya dr. Ricard membuat sebuah video di Yutub dengan judul “Hasil sidang Helwa, kita menang, artisnya ngajak damai.” Wahhh, seru banget dah, belum lagi baca komen-komennya.
Sebenernya aku salah satu fans dr Ricard. Berkat dr Ricard aku tau mana produk-produk skinker yang aman dan mana yang abal-abal. Menurutku penyampaian reviewnya cukup baik karena berdasarkan hasil test lab, jadi gak ada unsur hoaxnya. Nah, cuma ya namanya juga review, kalo direview jelek, tentu aja yang punya produk akan murka. Ya kayak produk Helwa Beauty Care ini.
Aku mengikuti perjalanan kasusnya dr. Ricard Lee dengan Helwa dan juga Mba Karput di Yutub. Urusannya jadi panjang dan berbuntut saling lapor. Selain saling lapor, rupanya Helwa Beauty Care juga menggugat dr. Ricard lee di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Aku sempet kepo banget dengan hasil putusan dari kasus perdatanya si dr. Ricard ini. Jadi aku cari putusannya di direktori putusan Mahkamah Agung, tapi kayanya belum diupload deh. Aku cuma bisa search dari hasil SIPP Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Dari hasil penelusuranku, setelah aku baca petitum putusannya, aku jadi sedikit gemes dengan kesalahan informasi yang disampaikan oleh dr. Ricard di video Yutubnya. Wajar sih, namanya juga dokter, bukan pengacara, jadi wajar aja kalo interpretasinya atas sebuah putusan kurang tepat.
Jadi begini …
dr. Ricard ini digugat oleh Nabila Ismail Attamimi dan Anton Ismed, yang digugat bukan cuma dr. Ricard seorang, tapi juga ada Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia. Nah, gugatannya ini didaftarkan di Pengadilan Jakarta Pusat dengan nomor register 560/Pdt.G/2020/PN. Jkt.Pst.
Kalo dilihat dari riwayat perkaranya, gugatan ini didaftarkan pada Senin, 05 Oktober 2020. Dalam perkara tersebut sudah dilakukan 4x mediasi dan akhirnya pada tanggal 20 April 2021 ada putusan sela.
Nah, kalo dilihat dari riwayat perkaranya, maka hukum acara yang berjalan itu baru sampai di mediasi, jawab jinawab, lalu putusan sela, sama sekali belum masuk ke pokok perkara. Jadi, kalo dr. Ricard berstatement doi menang dan gugatannya Helwa ditolak, menurut aku sih kurang tepat ya.
Kenapa sih, aku bilang statementnya dr. Ricard ini gak tepat. Karena begini, kalo kita baca putusan kasusnya dr. Ricard itu petitumnya (amar putusannya) begini.
“Mengadili:
- mengabulkan eksepsi tergugat I;
- menyatakan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak berwenang mengadili Perkara Nomor 560/Pdt.G/2020/PN.Jkt Pst;
- menghukum para penggugat untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp920.000,- (sembilan ratus dua puluh ribu rupiah)”
Nah, artinya gugatan ini bukannya ditolak, tapi gugatannya tidak bisa diterima alias Niet Ontvankelijke Verklaard/ N.O, karena Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan tidak berwenang untuk mengadili perkara ini.
Kasus ini sama sekali belum menyentuh pokok perkara, belum ada yang terbukti salah dan benar. Belum terbukti dr. Ricard ini melakukan perbuatan melawan hukum apa nggak, karena proses perkaranya belum sampe di sana.
Pemeriksaan perkaranya itu baru sebatas ngecek keabsahan gugatannya secara formil. Belum sama sekali ngebahas perbuatan dr. Ricard itu mencemarkan nama baik apa nggak.
Jadi kalo dr. Ricard bilang “Hasil sidangnya ternyata gugatan Helwa ditolak” itu sih, gak benar ya. Yang benar gugatannya gak bisa diperiksa atau diproses di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, karena Pengadilan Negeri Jakarta Pusat merasa tidak berwenang untuk memeriksa perkara tersebut.
Nah, putusan seperti ini biasanya terjadi akibat si penggugatnya gak jeli dan gak teliti ketika membuat gugatannya. Ibaratnya perang, ini belum saling pukul, baru sampe pintu gerbang, gerbangnya dah ditutup dan pasukan yang mau nyerang dipaksa mundur.
Jadi kasusnya dr. Ricard ini gak bisa diperiksa di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, karena dr. Ricard dkk sebagai tergugat mengajukan keberatan melalui eksepsi (tangkisan). Yang jadi keberatan para tergugat (dr. Ricard dkk) tentu saja kewenangan/kompetensi relatif.
Nah, kompetensi relatif ini mengatur pembagian kekuasaan mengadili antar badan peradilan yang sama (misalnya pengadilan negeri), sesuai gak dengan domisili atau tempat tinggal para pihak (distributie van rechtsmacht), terutama tergugat.
Pengaturan mengenai kewenangan relatif ini diatur pada Pasal 118 HIR. Kewenangan relatif ini menggunakan asas actor sequitor forum rei yang berarti yang berwenang adalah pengadilan negeri tempat tinggal tergugat.
Terhadap kewenangan/kompetensi relatif, jika pihak tergugat gak mengajukan eksepsi mengenai kewenangan/kompetensi relatif terhadap perkara yang sedang diadili, maka perkara tersebut dapat dilanjutkan pemeriksaannya hingga majelis hakim menjatuhkan putusan akhir.
Contoh terhadap kewenangan/kompetensi relatif, yaitu penggugat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, sedangkan diketahui bahwa tergugat (misalnya dr. Ricard) bertempat tinggal di Palembang. Nah, hal tersebut tidak sesuai dengan asas actor sequitor forum rei, ketika dr. Ricard dkk keberatan, maka pengadilan gak mau mengadili karena merasa tidak berwenang.
Jadi terkait dengan gugatan untuk dr. Ricard ini sama sekali belum ngebahas soal pokok perkara, ribut-ribut pencemaran nama baik Helwa Beauty Care ya. Baru sebatas para pihak ngeributin ini pengadilan mana yang berwenang untuk mengadili perkaranya.
Nah, karena gugatannya bukan ‘ditolak,’ maka kalo ada putusan seperti ini, mungkin aja suatu hari nanti si penggugat mengajukan gugatan lagi di pengadilan sesuai dengan domisili si tergugat. Tentu saja kalo mereka masih penasaran dan pengen membuktikan bahwa keyakinan mereka benar dan dr. Ricard salah. Hehehehehehe.
Nah, kalo kamu gimana? Pro dr Ricard atau Helwa nih? Xixixixi.