Kabar duka kembali menerpa dunia sepak bola Indonesia. Baru-baru ini, seorang suporter PSS Sleman Aditya Eka Putranda dianiaya sejumlah orang hingga tewas di daerah Gamping, Sleman.
Secara pribadi Yono Punk Lawyer si advokat kelas medioker melalui artikel ini mengucapkan turut berduka cita dan mengutuk keras perbuatan yang menciderai sportivitas tersebut.
Sepak bola memang melumpuhkan logika, khususnya di Sleman. Daerah dengan UMR kabupaten sebesar Rp2.001.000, 00 punya suporter yang luar biasa. Dikutip dari transfermarkt.co.id, kapasitas Stadion Maguwoharjo adalah 31.700 ribu. Bayangkan saja, selama empat kali pertandingan kandang, dua kali terjual habis. Padahal harga tiket mulai dari Rp50.000,00 sampai Rp100.000,00 belum lagi biaya transportasi, makan dan minum. Nah, kalo pas pertandingan tandang ‘away day’ kebutuhan tentu meningkat berkali lipat.
Dalam sebulan ada setidaknya ada 2 (dua) kali pertandingan kandang. Hayo, tinggal dikalkulasi saja berapa kebutuhan suporter PSS Sleman. Belum lagi resiko nyawa melayang seperti kasus yang baru-baru ini terjadi.
Dalam artikel sebelumnya Yono Punk Lawyer si advokat kelas medioker pernah mengulas tentang hukum dan sepak bola. Dalam tulisan sebelumnya Yono sudah menyampaikan, bahwa sepakbola memiliki otonomi dan independensi termasuk dalam tata aturan pertandingan olahraga yang disebut sebagai Lex sportiva atau otonomi hukum olahraga.
BACA JUGA: CURKUM #26 PERCOBAAN PENGEROYOKAN
Prinsip Lex Sportiva ini diimplementasikan dalam UU No. 3 Tahun 2005 Tentang Sistem Keolahragaan Nasional, di dalamnya memuat ketentuan permainan dalam suatu pertandingan atau law of the game yang disebut lex sportiva.
Lex sportiva ini merupakan asas hukum dalam olahraga. Olahraga memiliki otonomi hukum yang bersifat mandiri. Secara singkat disimpulkan dalam aktivitas olahraga, khususnya sepak bola diatur semaunya dalam berbagai ketentuan terkait secara teknis seperti Regulasi Liga 1 2022, Kode Disiplin PSSI dan lain-lain.
Kesemuanya kurang lebih lingkupnya adalah aktivitas selama pertandingan di stadion. Sekarang kita kembali ke awal artikel ini tentang kasus kematian suporter PSS Sleman. Apakah kasus seperti itu termasuk kategori otonomi khusus yang bersifat mandiri penegakan hukumnya, karena terkait dengan sepak bola atau ketentuan lain yang mengaturnya.
Mari kita elaborasi bersama-sama di tengah suasana duka yang mendalam ini. Pasal 1 Regulasi Liga Indonesia 2022, mengatur ruang lingkup yang berisi tentang hak dan kewajiban seluruh peserta Liga 1 2022. Berkenaan dengan entitas suporter hanya diatur dalam ketentuan Pasal 4 tentang “Kenyamanan dan Ketertiban.” Dalam Ayat (2) dinyatakan tanggung jawab klub terhadap tingkah laku pemain, official, personel, fans atau penonton dan setiap orang yang terkait dengan klub selama penyelenggaraan Liga 1.
Kemudian dalam Ayat 3 dinyatakan PT.LIB (Liga Indonesia Baru) selaku penyelenggara kompetisi bertanggung jawab dalam menjamin keamanan dan kenyamanan pertandingan sebelum, pada saat dan sesudah pertandingan. Dari ketentuan tersebut jelas berkenaan dengan aktivitas fans atau penonton menjadi tanggung jawab klub peserta liga yang bersangkutan dengan ancaman sanksi dari komite disiplin sebagai mana tersebut dalam Pasal 53 Regulasi Liga 1 2022, khususnya Ayat (5) yang menyatakan seluruh pelanggaran regulasi akan dikenakan sanksi oleh PSS (Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia ).
Selain itu PT. LIB selaku operator liga juga menjamin keamanan serta kenyamanan sebelum dan sampai pertandingan. Hanya saja yang menjadi catatan, sampai sejauh mana jaminan itu tidak dijelaskan lebih lanjut.
Di samping ancaman pelanggaran secara internal dan otonom di sepak bola, perbuatan yang mengakibatkan hilang nyawa seseorang diancam juga dalam ketentuan pidana. Dalam hal ini ada beberapa ketentuan yang bisa dijadikan dasar dalam menjerat para pelaku tersebut, seperti Pasal 338 KUHP yang mengatur “Barangsiapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama 15 tahun.”
Lalu, karena diduga dilakukan bersama-sama, bisa juga dijerat dengan Pasal 170 Ayat 3 KUHP yang menyebutkan kurang lebih bahwa “Bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang atau barang mengakibatkan maut diancam hukuman 12 tahun penjara.”
BACA JUGA: ATURAN PSSI TENTANG KEKERASAN DALAM PERTANDINGAN SEPAK BOLA
Masih dengan unsur bersama-sama bisa juga dijerat dengan Pasal 351 Ayat (3) KUHP yang menyatakan penganiayaan mengakibatkan mati diancam penjara tujuh tahun. Belum lagi jika ditemukan fakta yang menyatakan jika perbuatan pidana tersebut direncanakan sebagai mana Pasal 340 KUHP yang berbunyi “Barangsiapa sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.”
Terkait peran masing-masing para tersangka, perbuatan mereka bisa dijerat dengan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 KUHP. Dari pihak yang menyuruh melakukan, turut serta sampai menjanjikan sesuatu. Begitu juga dengan Pasal 56 KUHP yang menyatakan “Barangsiapa memberikan bantuan dan sarana tindakan kejahatan.”
Jika suporter PSS Sleman yang tewas akibat penganiayaan tersebut masih di bawah umur, maka pelakunya juga bisa dijerat dengan Pasal 80 UU RI No.14 Tahun 2014 tentang perlindungan anak yang menyatakan kekerasan terhadap anak yang mengakibatkan hilang nyawa atau maut diancam pidana lima belas tahun penjara.
Peristiwa tewasnya suporter PSS Sleman diduga dilakukan oleh kelompok suporter lain, sebagaimana dirilis Harian Jogja Selasa, 30 Agustus 2022, mengutip statement Kasat Reskrim Polres Sleman AKP Ronny Prasadana.
Jika pelakunya suporter Liga 1, jelas sanksinya diatur dalam Pasal 4 Regulasi Liga 1, namun bagaimana jika dilakukan oleh bukan suporter peserta Liga 1? Kita tunggu saja kebijakan PSSI berkenaan dengan hal tersebut.
Sepak bola tanpa suporter ibarat sayur tanpa garam, akan tetapi sepak bola tidak lebih berharga dari nyawa. Agar tidak ada orang tua, kakak dan adik yang kehilangan saudaranya.