Sebagai seorang Lawyer, selain pergi ke pengadilan. Mengunjungi fotokopian juga kerap kali saya lakukan. Jadi pada saat saya sedang memfotokopi, gak heran ketika mendengar pertanyaan, “Rangkap berapa pak?” Yaaa, pastinya ini bukan Jabatan ya, tapi maksudnya berkas yang mau difotokopi itu rangkap berapa. Misalnya berkas dakwaan.
Ngomongin soal rangkap jabatan, saya jadi ingat sama Pak RT. Rupanya beliau juga dalam mengemban tugasnya sebagai abdi negara merangkap jabatan juga loh. Selain beliau jadi ketua RT, beliau rupanya jugamerupakan ketua Musolah. Namanya Pak Sholihin, kalian kenal gak? Kalo kenal, berarti kita satu RT dong.
Mungkin bedanya, jabatan yang Pak Sholihin emban itu tidak sebonafit rektor yang merangkap jabatan sebagai Komisaris BUMN. Tapi dari segi sosial kemasyarakatan, apalagi dari segi pahala, sebenarnya ketua RT merangkap sebagai ketua Musolah itu merupakan kombinasi pencapaian jabatan yang luar biasa. Soalnya selain ngurusin masalah kemasyarakatan, Pak Sholihin juga aktif mengurus masalah keagamaan, wangun banget toh.
Kalo dari segi politik hukum, untuk merangkap jabatan ketua RT sekaligus ketua Musolah tidak perlu repot-repot mengeluarkan produk hukum, apalagi sekelas statuta. Cukup atas dasar kesepakatan warga, yang kemudian dicatat dalam lembaran rapat para warga dan disahkan oleh kepala desa, itu sudah sah menurut hukum. Sesimpel itu loh pren.
BACA JUGA: MASIH DISURUH FOTOKOPI E-KTP, INI ATURAN LARANGANNYA SEJAK 2013
Soal rangkap merangkap, sebenarnya bukan cuma jabatan yang bisa dirangkap, karena dalam hukum pidana, dakwaan juga boleh dirangkap. Faktanya ada loh pren, jenis surat dakwaan yang dikeluarkan oleh Jaksa Penuntut Umum yang isinya berangkap-rangkap. Dan ini dibenarkan oleh hukum.
Membahas perihal surat dakwaan kalian bisa simak di Pasal 143 KUHAP. Pasal tersebut esensinya menyatakan secara jelas, bahwa untuk mengadili suatu perkara, penuntut umum wajib mengajukan permintaan disertai dengan suatu surat dakwaan.
Selanjutnya dalam hal membahas tentang bentuk-bentuk surat dakwaan dasar hukumnya adalah Surat Edaran Jaksa Agung Nomor SE-004/J.A/11/1993 tentang Pembuatan Surat Dakwaan. Pada esensinya Surat Edaran tersebut ditujukan agar terdapat suatu keseragaman para penuntut umum dalam membuat surat dakwaan. Dalam Surat Edaran ini, disebutkan juga tentang bentuk-bentuk surat dakwaan.
Mengapa saya dengan beraninya mengatakan bahwa selain fotokopian, hanya surat dakwaan yang boleh rangkap. Terus apa kabar dengan seorang rektor yang merangkap sebagai komisaris, masa tidak boleh?
Jawabannya, ya karena surat dakwaan berangkap-rangkap itu ada dasar hukum. Aturannya sudah lama banget disahkan, yaitu melalui UU No 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Surat Edaran Jaksa Agung Nomor SE-004/J.A/11/1993 tentang Pembuatan Surat Dakwaan. Jadi bukan dadakan gitu membuat produk hukumnya. Apalagi dibuat setelah diketahui dan dikritik oleh publik.
Jadi dari segi legalitas aman ya, surat dakwaan boleh rangkap. Selanjutnya kita lihat dari segi visual. Kalo ini pasti no debat!!! Karena ya faktanya surat dakwaan itu umumnya dibuat berangkap-rangkap, karena gak mungkin cuma satu halaman. Yakali, surat dakwaan satu halaman, udah kayak kertas resep obat aja.
Dua fakta hukum telah terpenuhi, yang pertama surat dakwaan memang diperbolehkan rangkap karena ada legalitasnya, yang kedua surat dakwaan itu faktanya memang dibuat berangkap-rangkap halamannya.
Selanjutnya jika kalian mempelajari tentang bentuk surat dakwaan, ada lima bentuk pren. Yang pertama yaitu, Surat Dakwaan Tunggal, karena esensinya surat dakwaan tersebut hanya mengatur tentang satu jenis tindak pidana.
BACA JUGA: PERAN PENTINGNYA BUKTI DALAM PROSES HUKUM
Terus yang keempat bentuk Surat Dakwaan lainnya adalah dakwaan alternatif, dakwaan subsidair, dakwaan komulatif dan dakwaan kombinasi. Jenis dakwaan tersebut mengatur tidak hanya satu pasal yang didakwakan atau lebih dari satu pasal yang didakwakan kepada terdakwa. Yang kerap disebut dengan jenis dakwaan dengan pasal berlapis. Nah, lapis sama rangkap gak jauh beda. Sama-sama lebih dari satu, yakan?
Jadi, pembeda antara dakwaan tunggal dan dakwaan lainnya bisa dilihat dari segi komposisi jenis pasalnya dan jenis pembuktiannya.
Jadi begitu pren, tidak semua yang berangkap- rangkap itu negatif. Contohnya, fotokopian, Pak Solihin merangkap ketua RT sekaligus ketua Musolah di rumah saya dan juga surat dakwaan, semuanya itu sering kali bersinggungan dengan kata rangkap. Dan ini tidak pernah dipermasalahkan sama publik.
Cuma masalah akan timbul jika rangkap jabatan itu dipaksakan. Contohnya, awalnya ada produk hukum yang melarang untuk merangkap jabatan. Eh, tiba-tiba aturan hukum itu langsung dirubah, ajaib seketika rangkap jabatan untuk posisi itu diperbolehkan.
Wajar dong, masyarakat bertanya-tanya????