Pernah denger kalau prajurit TNI aktif bisa menduduki jabatan di kementerian? Nah, ini bukan gosip, tapi salah satu perubahan yang lagi dibahas dalam revisi Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI). Selain itu, ada juga rencana perpanjangan batas usia pensiun bagi prajurit TNI. Rencana perubahan membuat perdebatan sengit di tengah masyarakat, dari yang pro sampai kontra.
Kenapa rencana perubahan ini bisa menggegerkan? Apa sih, dampaknya buat masa depan TNI dan negara kita tercinta? Yok, kita bahas.
Pertama, Prajurit TNI di Kementerian.
Rencana perubahan mengenai prajurit aktif TNI yang dapat menduduki jabatan di kementerian tentu bikin geger. Berdasarkan Pasal 47 Ayat (2) Rancangan perubahan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) yang menyebutkan seperti berikut.
“Prajurit aktif dapat menduduki jabatan pada kantor yang membidangi koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotika Nasional dan Mahkamah Agung serta kementerian/lembaga lain yang membutuhkan tenaga dan keahlian Prajurit aktif sesuai dengan kebijakan Presiden.”
Artinya, ketika RUU ini disahkan, maka prajurit aktif bisa menduduki jabatan di kementerian/lembaga lain sesuai dengan kebijakan presiden. Memang di dalam UU TNI yang sekarang berlaku prajurit juga bisa menjabat pada jabatan sipil, tapi nggak boleh di kementerian/lembaga lain. Bisa dibayangin nggak tuh, kalau TNI menduduki jabatan di lembaga strategis? Duh, duh, duh.
BACA JUGA: MAKNA HUKUM DALAM NASKAH PROKLAMASI RI
In my point of view, kalau ini berpotensi mengembalikan dwifungsi ABRI yang pernah ada di jaman Orde Baru, di mana militer punya kekuasaan besar di pemerintahan.
Ya, yang jelas sih, kedudukan di badan eksekutif memungkinkan TNI turut mengatur dan memegang kekuasaan negara. Rasa-rasanya kok, ini bertentangan sama semangat reformasi. Ya, nggak? Dan ini bakal menimbulkan perdebatan di masyarakat.
Kedua, Batas Usia Pensiun.
Rencana perubahan pasal yang mengatur batas usia pensiun juga nggak kalah bikin geger. Pada Pasal 53 UU TNI disebutkan bahwa, “Prajurit melaksanakan dinas keprajuritan sampai usia paling tinggi 58 (lima puluh delapan) tahun bagi perwira, dan 53 (lima puluh tiga) tahun bagi bintara dan tamtama.”
Nah, sedangkan di RUU TNI, usia pensiun akan diperpanjang, di mana perwira bisa menjabat hingga usia 60 tahun, sementara bintara dan tamtama bisa sampai usia 58 tahun. Bahkan untuk jabatan fungsional, prajurit diperbolehkan berdinas sampai usia 65 tahun.
Nggak cuma itu, untuk perwira bintang empat bisa mendapatkan perpanjangan masa dinas maksimal dua kali dengan keputusan presiden. Nah, perpanjangan masa dinas keprajuritan ini, berlaku paling lama 2 (dua) tahun dan/atau dapat diperpanjang kembali sesuai dengan persetujuan presiden. Wah, lama juga ya.
Tapi tunggu, tak ada asap jika tak ada api. Ya, kan?
Bener aja dong, kalau kita perhatikan pemaparan Kababinkum TNI, Laksamana Muda TNI Kresno Buntoro, dalam dengar pendapat publik RUU Perubahan TNI yang diselenggarakan Kementerian Koordinator Bidang Polhukam melalui chanel youtubenya, soal usul penambahan usia pensiun ini acuannya putusan MK No.62/PUU-XIX/2021. Katanya putusan MK menyebutkan bahwa, pengaturan TNI dan Polri diatur Pasal 30 UUD 1945 dalam kesatuan sistem pertahanan dan keamanan negara. Sehingga penetapan usia pensiun kedua lembaga itu harusnya sama.
BACA JUGA: YANG TERPENTING DARI DEBAT ADALAH PELAKSANAAN WACANANYA
Apa? Putusan MK No.62/PUU-XIX/2021 jadi acuan perubahan batas usia pensiun? Pak, pak, padahal amar putusannya tuh, “Menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya.” yakin dijadikan acuan pak? ya memang sih dipertimbangan hukumnya bilang kalo ini tu open legal policy, tapi yang jelas diputusan itu masalah usia pensiun TNI sekarang nggak bertentangan dengan UUD. So, merubah usia pensiun dengan alasan bertentangan dengan UUD itu nggak make sense sih.
Kalau aku boleh berpandangan, perubahan batas usia pensiun ini bisa berdampak pada hambatan promosi jabatan dan rotasi tugas perwira. Penumpukan perwira menengah tanpa jabatan menjadi salah satu masalah yang perlu diperhatikan. Selain itu juga bisa bikin regenerasi di tubuh TNI menjadi terhambat. Padahal, regenerasi itu penting banget buat menjaga dinamika dan profesionalisme TNI. Setuju, nggak?
Ya, revisi UU TNI memang mungkin perlu dilakukan, tapi harus bener-bener mempertimbangkan semua kekhawatiran dan dampaknya. Diskusi terbuka antara pemerintah, TNI dan masyarakat sipil itu penting banget. Jangan sampai perubahan ini malah mengorbankan prinsip-prinsip reformasi yang sudah susah payah kita bangun.
Revisi UU TNI memang penuh pro dan kontra. Dari prajurit aktif yang bisa menduduki jabatan di kementerian sampai perpanjangan batas usia pensiun, semuanya perlu dibahas dengan cermat. Harus ada keseimbangan antara kebutuhan modernisasi TNI dan prinsip reformasi yang kita pegang. Kita terus kawal dan kritisi revisi ini demi kebaikan bersama.
Jadi, kalau kamu setuju atau enggak dengan RUU TNI ini?