Pasti kalian familiar dengan BPJS kan? Kalo mendengar BPJS apa yang terlintas di benak kalian? Mungkin pelayanan jelek adalah kesan pertama kali ketika mendengarnya. Oi! Jelek-jelek gitu kita sebagai masyarakat Indonesia wajib loh, punya BPJS.
Yaps, kalian nggak salah baca kok, BPJS emang wajib dimiliki setiap masyarakat Indonesia. Kewajiban ikut kepesertaan BPJS juga bukan hal yang baru, kalau kita telusuri Pasal 4 UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional sudah mengatur kepesertaan sistem jaminan kesehatan nasional itu bersifat wajib.
Setelahnya Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS) menguatkan dengan ketentuan Pasal 14 yang isinya setiap orang termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia wajib menjadi peserta program jaminan kesehatan nasional. Jadi bukan cuma WNI, bahkan pekerja asing juga wajib jadi peserta BPJS setelah 6 (enam) bulan kerja di Indonesia.
Itu semua bukan tanpa alasan, kalau kita membuka penjelasan umum UU BPJS bahwa sistem jaminan nasional itu bertujuan memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat sebagaimana amanat dari UUD 1945.
Selain itu BPJS juga memakai prinsip gotong royong, yang artinya prinsip kebersamaan antar peserta dalam menanggung beban biaya Jaminan Sosial, yang diwujudkan dengan kewajiban setiap peserta membayar iuran sesuai dengan tingkat gaji, upah atau penghasilannya.
BACA JUGA: BPJS JADI SYARAT MENDAPAT PELAYANAN PUBLIK
Sampai sini sudah paham kan, punya BPJS itu wajib dan alasannya kenapa. Eits, tapi ini belum selesai, kita tahu dong, sesuatu yang sifatnya wajib pasti ada sanksi apabila tidak dilaksanakan. Ini juga ada loh, di kepesertaan BPJS.
Sanksi ini tertuang dalam Pasal 15, 16 dan 17 UU BPJS yang intinya setiap orang dan pemberi kerja yang memenuhi persyaratan wajib mendaftarkan diri sebagai peserta BPJS, apabila tidak menjalankan ketentuan itu, maka dapat dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis, denda dan/atau tidak mendapat pelayanan publik tertentu.
Awalnya untuk kepesertaan perorangan sanksi ini nggak terlalu diterapkan, tapi karena banyak masyarakat yang nggak mau mendaftarkan diri ke BPJS dan banyak juga yang nunggak nggak mau membayar, mau nggak mau pemerintah mempertegas sanksi tersebut. Tapi bisa dipahami sih, kenapa banyak masyarakat yang nggak peduli dengan BPJS.
logikanya begini, bayangkan BPJS itu kayak asuransi kesehatan biasa, gimana pemegang polis asuransi mau mendaftar asuransi jika kita tahu bahwa pelayanan asuransi itu bad banget. Kalaupun sudah terlanjur daftar pasti pengennya keluar, tapi sayangnya nggak bisa. Akhirnya ya, banyak juga peserta yang menunggak membayar, karena merasa tidak ada manfaatnya jadi peserta BPJS.
BACA JUGA: KERJA KOK HUSTLE CULTURE, PAHAMI HAK DAN KEWAJIBAN PEKERJA AGAR WORK LIFE BALANCE
Masalah itulah yang membuat pemerintah harus memutar otak untuk bisa memaksa masyarakat mendaftar dan membayar iuran BPJS. Maka lahirlah Inpres No. 1 Tahun 2022 yang isinya menginstruksikan kepada kementerian, instansi dan pemerintah daerah untuk melakukan langkah-langkah optimalisasi program jaminan sosial. Hasilnya ada beberapa pelayanan publik yang menjadikan kepesertaan aktif BPJS sebagai syarat, seperti syarat umroh dan haji, mengurus SIM, STNK, SKCK dan jual beli tanah. Pinter kan akal pemerintah.
Jadi dengan cara seperti itu, mau nggak mau masyarakat akan mendaftar dan membayar iuran BPJS. Walaupun terpaksa ya. Sebenarnya dengan langkah seperti itu, kita bisa melihat kalau pemerintah tidak bisa optimal memperbaiki pelayanan dari BPJS. Kalau pelayanan BPJS bagus, pasti semua orang dengan sukarela akan mendaftar menjadi peserta BPJS.
Kalau sudah tahu mendaftar BPJS itu bukan cuma mendapat jaminan kesehatan tapi juga jaminan untuk mengurus SKCK sampai dengan jual beli tanah. Jadi jangan malas daftar BPJS ya.