Kedatangan pengungsi Rohingya ke Indonesia akhir-akhir ini menjadi buah bibir masyarakat. Walaupun banyak yang menunjukkan simpati, tapi tak sedikit yang menyuarakan penolakan terhadap kedatangan pengungsi Rohingya ke Indonesia. Sebenarnya kenapa sih, sampai ada pro kontra begitu?
Yuk, kita bahas biar lebih paham isu ini.
Asal-Usul Etnis Rohingya
Jadi begini, usut punya usut, Rohingya memiliki akar sejarah terkait wilayah Arakan (Rakhine) di Myanmar. Namun seiring berjalannya waktu, mereka ditempatkan dalam kategori terpinggirkan dan tidak diakui sebagai warga negara. Hal ini disebabkan undang-undang kewarganegaraan yang mengakibatkan negara tidak mengakui Rohingya sebagai bagian dari keragaman etnis Myanmar.
Hal tersebut membuat ribuan Rohingya terpaksa mengungsi ke Bangladesh serta membidik negara-negara asia lainnya seperti Malaysia, Thailand dan Indonesia.
Karena rasa simpati yang tinggi dan pengaruh nilai-nilai agama, Rohingya pun disambut baik terutama oleh negara dengan penduduk mayoritas muslim seperti Indonesia dan Malaysia. Fyi, pengungsi Rohingya mulai berbondong-bondong ke Indonesia sejak 2015 lalu dan sampai sekarang pengungsi Rohingya masih berdatangan.
Seiring waktu, pengungsi Rohingya ‘season satu’ alias pengungsi Rohingya yang terdampar sebelumnya ternyata mempunyai perangai yang kurang baik dan membuat kebaikan warga Aceh bagai berbalas air tuba. Hal serupa juga dirasakan warga Malaysia, dimana pengungsi Rohingya menimbulkan banyak keresahan. Hal tersebut juga menjadi sorotan dan menuai pro kontra di Indonesia terhadap pengungsi Rohingya.
BACA JUGA: MENCEGAH PAHAM TERORISME ALA KLIKHUKUM.ID
Pro Kedatangan Pengungsi Rohingya
1. Komitmen terhadap Hak Asasi Manusia
Sebagai negara hukum yang menjunjung tinggi hak asasi manusia, Komitmen Indonesia terhadap prinsip kemanusiaan tercermin dalam berbagai instrumen hukum, termasuk Undang-undang Dasar 1945, yang mendorong tindakan kemanusiaan dan perlindungan hak asasi manusia. Menolong Rohingya sejalan dengan landasan hukum tersebut.
Selain itu, Indonesia juga sudah meratifikasi berbagai instrumen internasional yang mengakui pentingnya melindungi hak asasi manusia, seperti Konvensi Internasional Tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial 1965.
2. Solidaritas Internasional
Langkah ini sejalan dengan komitmen Indonesia terhadap prinsip kemanusiaan dan hak asasi manusia yang tercermin dalam hukum nasional dan internasional. Melalui partisipasi aktif ini, Indonesia juga memperkuat posisinya sebagai pemain regional yang peduli terhadap perdamaian dan stabilitas kawasan.
Pendukung kedatangan Rohingya menegaskan kalau tindakan membantu mereka adalah langkah kemanusiaan yang mencerminkan solidaritas internasional. Dalam situasi krisis, berbagi beban dengan menerima pengungsi dianggap sebagai respons moral.
3. Pengaruh nilai-nilai agama
Seperti diketahui bahwa ketegangan etnis dan agama salah satu yang memperumit situasi. Mayoritas Rohingya menganut agama Islam, sementara mayoritas Myanmar menganut Buddha. Perbedaan ini telah menciptakan ketidaksetaraan dan konflik berkembang menjadi kekerasan etnis yang merugikan Rohingya.
Kontra Kedatangan Pengungsi Rohingya
1. Keamanan Nasional
Beberapa kelompok yang menentang kedatangan pengungsi mengkhawatirkan potensi risiko keamanan nasional. Keresahan ini pastinya beralasan dengan berbagai kontroversi yang dilakukan Rohingya di negara-negara yang menampungnya.
2. Pembagian Sumber Daya
Pendukung kontra kedatangan pengungsi berargumen bahwa Indonesia memiliki tantangan internal harus fokus pada pembangunan dan pembagian sumber daya kepada warganya sendiri, alih-alih mengalokasikan untuk para pengungsi.
3. Integrasi Sosial
Beberapa orang khawatir bahwa integrasi sosial antara pengungsi Rohingya dan masyarakat lokal mungkin menjadi sulit dan memicu ketegangan budaya serta sosial.
‘Perhatian’ khusus yang diberikan pemerintah terhadap pengungsi juga dikhawatirkan dapat menimbulkan gesekan dan kecemburuan sosial dengan masyarakat lokal, apalagi Indonesia tidak meratifikasi konvensi pengungsi 1951.
BACA JUGA: BIJAK DALAM MEMAHAMI BERITA HUKUM
4. Tidak meratifikasi konvensi pengungsi 1951
Konvensi Terkait Status Pengungsi, yang juga dikenal sebagai Konvensi Pengungsi 1951, adalah sebuah perjanjian multilateral yang mendefinisikan status pengungsi dan menetapkan hak-hak individu untuk memperoleh suaka dan tanggung jawab negara yang memberikan suaka.
Prinsip non refoulement merupakan dasar dari perlindungan internasional terhadap pengungsi yang tercantum dalam Pasal 33 Konvensi mengenai Status Pengungsi Tahun 1951.
So, perjanjian ini mengikat semua negara yang merupakan peserta konvensi tersebut. Prinsip ini melarang negara mengusir pengungsi ke negara asalnya dimana kehidupannya akan terancam.
Namun, perlu diingat bahwa Indonesia tidak meratifikasi konvensi pengungsi 1951 sehingga Indonesia tidak wajib bertanggung jawab terhadap pengungsi. Even though it’s easier said than done.
Baiklah, itu tadi mengenai pro kontra tentang masuknya pengungsi Rohingya di Indonesia. Semoga dengan memahami pandangan pro dan kontra ini, diharapkan masyarakat dapat terlibat dalam dialog yang konstruktif untuk menemukan solusi yang adil demi kepentingan bersama dan khususnya pemerintah sebagai aktor utama pembuat kebijakan. Harapannya agar tidak terjadi sesuatu yang merugikan Indonesia.