Lagi, kasus SARA terjadi. Seminggu terakhir ini viral berita tentang pemaksaan pemakaian hijab di salah satu SMK Negeri di Padang. Tau sendirikan isu SARA di negeri ini gampang banget digoreng. Makin besarlah polemik terkait peraturan seragam di dunia pendidikan. Pro kontra tentu saja meramaikan viralnya berita tersebut.
Oke lanjut ke topik, awalnya video rekaman Elianu viral di media sosial, pada Kamis (21/1/2021). Video tersebut memperlihatkan adu argumen antara Elianu dengan Wakil Kepala Sekolah dari SMK Negeri 2 Padang Zakri Zaini. Elianu dipanggil pihak sekolah, karena anaknya, Jeni Cahyani Hia tidak mengenakan hijab. Ia tidak mengenakan hijab karena bukan seorang muslim.
Hal ini jelas menandakan bahwa diskriminasi tentang agama masih terjadi. Padahal, di Indonesia aturan tentang kebebasan beragama jelas dilindungi oleh konstitusi.
Pada Pasal 28 E Ayat (1) UUD 1945 perubahan kedua mengakui bahwa setiap warga negara berhak atas kebebasan beragama atau kepercayaan. Selanjutnya, Pasal 55 UU 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia juga mengatur bahwa, setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berfikir dan berekspresi sesuai dengan tingkat intelektualitas dan usianya di bawah bimbingan orang tua atau wali.
Nah, karena kasus yang lagi viral ini terkait dengan pemaksaan penggunaan hijab di sekolah, maka kita perlu juga membaca ketentuan Pasal 4 Ayat (1) UU 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal tersebut menjelaskan bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif, dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keamanan, nilai kultural dan kemajemukan bangsa.
Kemudian Pasal 3 Ayat (1) Permendikbud Nomor 45 Tahun 2014 Tentang Pakaian Seragam Sekolah Bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah sebenarnya juga telah mengatur bahwa pakaian seragam sekolah terdiri dari pakaian seragam nasional, pakaian seragam kepramukaan dan seragam khas sekolah.
Lanjutannya, ketentuan Pasal 3 Ayat (4) menyebutkan bahwa pakaian seragam khas sekolah diatur masing-masing sekolah dengan tetap memerhatikan hak setiap warga negara untuk menjalankan keyakinan agamanya masing-masing. Gimana, udah jelas bangetkan aturannya.
Dari beberapa peraturan yang saya sebutkan di atas, bisa disimpulkan bahwa Indonesia membolehkan dan membebaskan warga negaranya untuk memilih dan memeluk suatu agama. Kebebasan tersebut jelas dilindungi secara hukum.
BACA JUGA: DILEMA SEKOLAH ONLINE
Nah, begitu pula terkait penggunaan seragam sekolah, tidak boleh ada pemaksaan dan diskriminasi. Penggunaan seragam sekolah tidak boleh melanggar hak setiap anak sesuai dengan agama dan keyakinannya. Apalagi untuk sekolah negeri, sekolah yang memang terbuka untuk umum.
Lagian kan, permasalahan agama itu sebenarnya merupakan suatu hal yang sangat private ya. Agama itu adalah hubungan antara manusia dengan Tuhannya yang dipercaya. Jadi ya, jangan dipaksakan juga dong.
Gak etis banget kalo kita memaksakan seseorang untuk menganut agama tertentu. Yaa, karena agama itu gak bisa untuk dipaksakan. Intinya janganlah memaksakan agama ataupun simbol agama tertentu kepada orang lain.
Buat yang komen bahwa kerudung, hijab atau penutup kepala sejenis itu bukan merupakan simbol agama tertentu, yesss saya sepakat. Tapi ya jangan dipaksakan juga sih.
Kalau dilihat sejarahnya, agama-agama samawi (Yahudi, Kristen dan Islam) di Timur Tengah lahir dalam pengaruh peradaban besar. Jadi gak mengherankan apabila ketiga agama ‘warisan’ Ibrahim atau Abraham ini mengadopsi tradisi hijab. So, sebenarnya sah-sah saja apabila memang ingin menggunakan kerudung, walau mungkin terdapat perbedaan pemaknaannya. Sekedar informasi aja sih, penggunaan kerudung di agama Katolik itu namanya ‘Mantilla,’ biasanya dipake saat perayaan Ekaristi.
Kalo saya amati, pemakaian hijab di Indonesia kadang hanya sebatas formalitas saja. Contoh kecil nih, ketika saya masih SMP dan SMA, beberapa teman cewe banyak yang menggunakan hijab di sekolah. Namun tidak sedikit juga yang melepasnya ketika jalan-jalan atau berada di luar sekolah. Katanya sih, biar lebih leluasa dan keren.
Ada lagi nih, seorang feminis dan sekaligus ilmuwan Indonesia, Dewi Chandraningrum menuliskan di bukunya yang berjudul “Negotiating Women’s Veiling, Politic & Sexuality in Contemporary Indonesia,” bahwa sebagian politikus perempuan terkadang menggunakan hijab untuk keperluan politis. Para politikus perempuan ini berharap mereka akan mendapatkan suara pemilih dengan penampilannya yang religious, contoh pada pilkada di beberapa daerah.
Contoh lain mungkin bisa kita lihat dalam kasus-kasus korupsi yang pelakunya adalah seorang perempuan. Sejak tahap pemeriksaan sampai dengan persidangan, biasanya ia akan menggunakan hijab. Gak semua sih, tapi banyak juga. Pokoknya auto terkesan jadi alim dan religious. So life is all about choices, if you want just go, kalau tidak ya silakan saja.
Balik lagi ke masalah video yang viral tadi, wakil kepala sekolah bilang kalau pemakaian hijab di SMKN itu merupakan kewajiban, karena itu sudah tertulis di dalam peraturan sekolah. Namun setelah viral, mereka bilangnya penggunaan hijab hanya merupakan anjuran dan bukanlah kewajiban. Nah loh, kalo uda viral pasti gitu deh, jadi gak konsisten.
BACA JUGA: NASIB SARJANA PENDIDIKAN, TIDAK ADA PNS GURU
Bahkan ex Wali Kota Padang, Fauzi Bahar mengatakan bahwa peraturan yang mewajibkan siswi pakai hijab dilakukan agar siswi-siswi tersebut tidak digigit nyamuk. Ah, mantab.
Menurut saya pribadi sih, pengunaan hijab di sekolah negeri jangan dipaksalah. Semisal seorang siswi non-Muslim ingin menggunakan hijab, ya bebas-bebas aja. Monggo silakan, asalkan itu memang atas keinginan diri sendiri.
Tapi ya sudahlah, dijamin nih 100% kalau agama didebatkan itu gak mungkin bisa kelar. Karena agama itu ujung-ujungnya balik lagi pada keyakinan dan kepercayaan masing-masing. Percaya monggo, gak percaya ya monggo.
Sebaiknya kita gak usah ikut terprovokasi dengan adanya isu ini. Mari kita tetap menjaga kesatuan bangsa. Kita harus saling menghargai satu sama lain. Gak bosen apa bahas SARA mulu, liat dong negara lain bahasannya apa.