Kalian pernah bingung nggak sih, kalau membedakan suatu kasus itu masuk ranah pidana atau perdata. Walaupun aku anak hukum, aku juga pernah kok, merasa kebingungan pas awal-awal belajar ilmu hukum.
Kita bisa membedakan suatu kasus masuk perdata atau pidana kalau kita tahu perbedaan mendasar dari keduanya. Kali ini aku mau ngasih tahu tipis-tipis beberapa dasar hukum pidana dan perdata yang bisa menjadi acuan kalian untuk menganalisa apakah kasus itu ranah perdata atau pidana. Simak, skuy!
Dasar Hukum
Hukum perdata dan pidana diatur dalam peraturan yang berbeda, hukum pidana diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), yang mana saat ini sudah ada KUHP baru yang akan berlaku di tahun 2025. Sedangkan hukum perdata diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer).
Ini dasar banget jadi jangan sampai lupa ya, kalau kalian mau mencari aturan tentang hukum pidana bukanya di KUHP dan ketika mencari hukum perdata bukanya KUHPerdata. Jangan kelibak. Eh, kebalik maksudnya.
BACA JUGA: MENGENAL HUKUM PIDANA DAN PERDATA
Publik dan Privat
Salah satu cara agar bisa membedakan suatu kasus itu masuk kategori pidana atau perdata adalah memahami sifat dari hukum pidana dan perdata. Hukum pidana itu bersifat hukum publik, secara singkat hukum ini mengatur hubungan antara masyarakat dengan negara yang tujuannya untuk menciptakan keamanan, maka dari itu bentuk perbuatan pidana itu nggak jauh dari kejahatan dan pelanggaran.
Sebaliknya, hukum perdata justru bersifat privat, yang artinya hukum perdata hanya mengatur hubungan antar orang yang sifatnya pribadi atau privat, jadi perkara perdata akan berhubungan dengan masalah pribadi seperti waris, perkawinan, perjanjian dan masih banyak lagi.
Setelah tahu sifat dari hukum pidana dan perdata kita bisa menganalisa suatu perkara dari asal timbulnya suatu perkara. Perkara pidana sudah pasti berhubungan dengan perbuatan yang mengganggu ketertiban dan keamanan umum. Contohnya, pembunuhan, perampokan dan korupsi. Sedangkan perkara perdata timbul dari perbuatan yang sifatnya pribadi atau privat. Contohnya, wanprestasi (ingkar janji), sengketa tanah dan sengketa waris.
Pihak yang Berperkara
Perbedaan sifat dari hukum pidana dan perdata pastinya menimbulkan perbedaan di dalam ruang sidang. Karena hukum pidana bersifat publik, maka yang berperan sebagai penuntut itu negara yang diwakili kejaksaan. Jadi penyebutan pihak yang berperkara di pidana itu ada Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan Terdakwa (Pelaku).
BACA JUGA: 3 PERBEDAAN HUKUM PIDANA DAN HUKUM PERDATA
Terdakwa juga bisa didampingi penasehat hukum yang berprofesi sebagai advokat untuk melakukan pembelaan, ini diatur dalam Pasal 54 KUHAP. Untuk tindak pidana dengan ancaman hukuman minimal 5 (lima) tahun itu wajib didampingi penasehat hukum sesuai dengan ketentuan Pasal 56 KUHAP.
Sedangkan perkara perdata, pihak yang berperkara adalah orang/individu itu sendiri disebut penggugat (orang yang mengajukan gugatan) dan tergugat (orang yang digugat) dan wajib diwakili advokat kecuali gugatan sederhana seperti diatur dalam Pasal 4 Perma Nomor 4 tahun 2019 tentang tata cara penyelesaian gugatan sederhana.
Sanksi
Perbedaan yang paling mencolok dari perkara pidana dan perdata adalah sanksi atau hukuman yang diberikan oleh hakim.
Pada dasarnya hukum pidana memberikan sanksi supaya pelaku atau terdakwa itu tidak mengulangi perbuatannya. Jadi sanksi utama yang diberikan berupa hukuman penjara, bisa berupa hal lain seperti denda atau hukuman mati.
Sedangkan hukum perdata memberikan sanksi untuk mengembalikan hak atau memulihkan kembali kerugian yang dialami salah satu pihak. Jadi sanksi yang diberikan misalnya ganti kerugian dan pengembalian hak atau barang.
Jadi itulah beberapa perbedaan dasar yang bisa kita gunakan untuk membedakan kasus perdata dan pidana. Tapi ini baru perbedaan perdata dan pidana, masih ada lingkup hukum lain seperti tata usaha negara, hubungan industrial dan lain-lain yang dalam beberapa case bakal keliatan mirip. Next time kita bahas juga ya, perbedaan yang lainnya.