Di suatu pagi yang mendung syahdu, di bawah pohon tetehan yang rindang di depan rumah, Foxtrot sedang duduk-duduk gemes sembari ngopi cantik sambil udud kretek.
“Srupuuuttt ….”
“Hssshhhhhh … aaaaahhhhhhh …” Nikmat mana lagi yang kau dustakan wahai para manusia?
Tetiba ada suatu suara keras bin bising yang udah gak asing lagi.
“Drodododotdot … dddrrrtttt … bledar … bledar … jrottt …” bunyi suara motor Jupiter merah yang gak pernah diservissang empunya.
“Uhuk-uhuk … uhuk-uhuk … halah, bayangane bocahe teko meneh! Pait … pait …” batin Foxtrot berteriak seakan menjerit meminta belas kasihan siapapun yang membaca.
“Crot … eh Trot … samlekum Trot ….”
Terdengar suara khas mirip vokalisnya Band Serius KW 19 yang dibarengi kemunculan seonggok daging yang diberi anugerah kehidupan oleh orang tuanya, dialah Gombloh.
“Walekumsalam. Nganu Mbloh, Mas Foxtrotnya gak ada, udah pindah ke planet Pluto,” balas sang empunya rumah malas-malasan dari kursi singgasana bambunya, alias amben.
“Woooo, nggaya koe Trot, didatengi tamu malah bermuka masam. Tau gak koe Trot, kalo agama Islam itu mewajibkan memuliakan tamu yang datang,” kata Gombloh yang kemudian ikut duduk di amben sambil nyomot sebatang rokok kretek buatan Kudus punyanya Foxtrot.
“Halah, iyo wes paham wes. Ngopo Mbloh?”
“Eh, sek sebentar, mbok pikir ini rokok dibeli pake BPJS, main ambil aja koe Mbloh. Kelakuanmu lo gak sesuai sama omonganmu!”
“Ngoahahahahha, pokil (pelit) banged koe Trot, njaluk siji wae lo mosok ra oleh (minta 1 aja masak gak boleh),” kata Gombloh cengengesan sambil menghisap penuh khidmat rokok boleh mintanya. “Sssshhhhhh … aaahhhhh … bbuuuuulllllll ….”
“Pie Trot, keren kan seragamku? Udah ketok (kelihatan) gagah belum?” Sambil berdiri berkacak pinggang, Gombloh memamerkan baju atasan-bawahan loreng-loreng mirip seragam kamuflase TNI. Tak lupa sebatang rokok menyala terselip di bibir ndowernya. Berlagak bak foto model era 80-an dengan pose duck face yang ternyata mirip banget sama duck asli, plek (mirip) foto model majalah Trubus pas ngiklanin pakan bebek karungan.
“Pffftttt … emange koe mau daftar TNI po Mbloh? Bukannya udah ketuaan ya umurmu buat jadi tentara. Mosok gak bosen koe, daftar jadi tentara 13 kali ditolak terus. Lagian mana mungkin diterima, lha wong baris-berbaris aja mbagong, kaki kanan maju kok tangan kanan ikutan di depan … bhahahahahahaha,” jawab Foxtrot sambil terkekeh guling-guling di sawahnya Pakdhe Sardiman.
“Nah, jangan-jangan kamu mau mbribik Mbak Wagiyah, janda kembang anak empat kampung sebelah itu ya, mau nipu pura-pura jadi anggota TNI gitu kamu Mbloh. Ya ampun, parah tenan koe Mbloh … laknat!”
“Jangan suka sembarangan pake atribut militer koe Mbloh, bisa ditangkep patroli Garnisun karena ngelanggar Pasal 59 Ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Penggunaan Atribut Militer. Tambah Foxtrot miris ngeliat kelakuan manusia satu ini yang udah jarang nongol, sekalinya nongol bikin emosi.
“Jilak, sik sembarangan ki koe Trot (yang ngawur itu kamu Trot). Gagah-gagah gini dibilang mau nipu.”
“Aku ini mau ikut audisi PAM Swakarsa Idol di kampung sebelah. Demi menyemarakkan Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 4 Tahun 2020 Tentang Pengamanan Swakarsa, turut serta berjibaku menjaga keamanan sekitar.”
“Ini adalah wujud kecintaan dan tanggungjawab kepada ibu pertiwi dan keamanan masyarakat sekitar Trot. Paham gak koe Trot?”
“Gini-gini aku ki ngerasa ikut bertanggung jawab menjaga stabilitas keamanan walopun pernah gagal jadi anggota TNI Trot. Aku gak diem aja berpangku tangan liat kejahatan merajalela di masyarakat, tapi aku ikut aktif ambil bagian memberantas para pelaku kejahatan yang semakin semena-mena. Tuh, liat di Jogja, klitih kembali beraksi. Kalo bukan kita-kita ini warga masyarakat yang ikut andil memberangus klitih trus siapa Trot, Mbahmu po yang mau berantas klithih!” jawab Gombloh berapi-api. Pantesan doi berkulit gelap ngomong aja pake berapi-api.
“Matane suwek, pake bawa-bawa mbahku yang udah almarhum segala koe Mbloh. Gini ini kalo orang kena Obsessive Compulsive Disorder terhadap kejahatan, trus jadi mbayangin dirinya jadi vigilante alias pembasmi kejahatan dengan caranya sendiri. Petentang-petenteng ke mana-mana pake atribut mirip TNI sambil sweeping kanan-kiri. Yang ada malah bikin suasana tambah pelik koe Mbloh. Trus kalo kamu berhasil nangkep penjahat mau mbok apain penjahatnya Mbloh?” tanya Foxtrot.
“Ya kita kasih pelajaran biar dia jera, gak ngulangin lagi perbuatannya. Biar dia insyaf dan jadi orang baik, trus kehidupan di Indonesia jadi aman tentram dan kondusif, lapan nam lah Trot.”
“Mau mbok pukuli sampek dia minta ampun gitu Mbloh? Ato mau kamu siksa ala intelejen CIA di Afghanistan dulu gitu! Itu namanya eigenrichting alias main hakim sendiri Mbloh. Justru perbuatanmu itu melanggar hukum.”
“Pie sih, mau menegakkan hukum kok pake cara-cara yang ngelanggar hukum. Donk ora e koe Mbloh?”
“Percaya aja sama kinerja temen-temen aparat TNI & Polri dalam menegakkan hukum dan menciptakan keamanan Mbloh. Emang semuanya perlu waktu dan proses, justru filternya waktu proses itulah, biar aparat negara gak bertindak sewenang-wenang. Ada sebuah prosedur dan proses legal yang harus dilewati, biar gak abuse of power oleh negara Mbloh.”
“Miturut Foxtrot harusnya pemerintah belajar dari kesalahan masa lampau Mbloh. Dahulu kala PAM Swakarsa itu kan udah pernah dibentuk di sekitar tahun 1998. Pembentukan PAM Swakarsa saat itu penuh muatan politik, karena dibentuk dengan tujuan untuk menandingi people powernya para demonstran yang dimotori oleh para mahasiswa. Ujung-ujungnya PAM Swakarsa bentukan pemerintah itu dihadapkan dengan para demonstran, hingga terjadi tragedi berdarah di beberapa tempat yang memakan korban jiwa gak sedikit. Kayak adu banteng Mbloh, mahasiswa diadu sama elemen masyarakat,” jelas Foxtrot secara sabar kepada Gombloh yang IQ-nya cenderung kelas mikro kecil dan menengah.
“PAM Swakarsa pasca era reformasi akhirnya berkembang tidak terkontrol. Berkedok organisasi kemasyarakatan PAM Swakarsa tersebut terus menerus melakukan aktivitasnya merekrut anggota, beberapa di antaranya melakukan latihan ala-ala militer, kemudian berevolusi dari PAM Swakarsa yang dibentuk pemerintah menjadi institusi alat penguasa demi memuluskan tujuannya. Banyak PAM Swakarsa bertindak semena-mena, melakukan pungutan liar demi alasan iuran keamanan, sampek dengan melakukan bisnis sebagai penyedia jasa penagihan alias debt collector yang sering berseberangan dengan hukum. Udah banyak contoh PAM Swakarsa yang bertindak sewenang-wenang Mbloh. Coba aja kamu googling,” sambung Foxtrot.
“Jangan sampek PAM Swakarsa ini hanya jadi kamuflase oknum tak bertanggung jawab untuk melegalkan tindakan petantang-petenteng ala militer wannabe yang justru tambah meresahkan Mbloh,” kata Foxtrot menutup khultumnya.
“Ealah, yawis ra sido melu PAM Swakarsa Idol nek ngono aku Trot. Tak beraktivitas koyo biasane wae ya,” jawab Gombloh putus asa.
“Emang aktivitas biasa sehari-harimu ngapain to Mbloh?”
“Halah, ya biasa Trot, nganggur sambil ngelamun yang asyik-asyik,” jawab Gombloh.
“Nah, gitu lo Mbloh, nganggur kalo ditelateni juga hasilnya lumayan kok,” sambung Foxtrot menganggukkan kepala tanda setuju.
“Hooh Trot bener, hasilnya lumayan kok. Lumayan nganggur!” celetuk Gombloh ketus.
Dan kemudian dunia pun kembali berputar dengan damai seiring gugurnya keinginan jadi pahlawan sia-sia ala Gombloh.
Author note :
Bacanya sambil muter lagu “Terpesona” ya ndes.