Boleh gak sih, perkawinan beda agama. Cuma beda agama lo ya, bukan beda keyakinan. Kamu yakin, eh, tapi pasanganmu gak yakin sama kamu. Ya gak bisa kalo itu ndeeessss. Yang paling sulit dari menikah adalah menemukan pasangan yang mau sama kamu. Syarat lain mah, kecil ndes.
Oiya, inget ya kawin bukan nikah, karena dasar hukumnya adalah UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, bukan tentang Pernikahan.
Mosok yo mau nyebar undangan kawin, tapi pasangannya belum ada. Trus nama mempelai pasangannya di undangan mau diisi apa? Pilihan ganda? Mbok pikir ujian nasional po!
Buat kamu yang mau kawinin pasanganmu yang beda agama, Foxtrot acungin sebelas jempol buat kamu. Juwarak bener, itu artinya kamu gak cuma modal janji-janji manis ke pasanganmu biar bisa ena ena mantab mantab. Biasanya itu jurus andalan para fucek boi untuk ngerayu ceweknya biar mau diajak ena ena mantab mantab.
Pastinya butuh perjuangan tanpa henti untuk ngelakuinnya, tapi bukan berarti mustahil to. Perkawinan beda agama butuh perjuangan ekstra dalam hal legalitas dan administrasi negara. Tapi yang paling sulit sebenere mempertahankan ideologi kalian di hadapan keluarga masing-masing pasangan, ya karena di sini tantangan sebenarnya.
Ada cara tertentu yang bisa ditempuh pasangan beda agama biar bisa tenang kalo mau nginep bareng di hotel tanpa takut kegrebeg Satpol PP. Pertama adalah kawin aja di luar negeri, yang secara hukum tidak melarang perkawinan berbeda agama. Kalo perlu sampe kawin di planet Namec.
BACA JUGA: PERSYARATAN MENGAJUKAN ADOPSI ANAK
Yang kedua kawin di catatan sipil Indonesia. Masing-masing punya kelebihan dan kekurangannya.
Kita bahas yang kedua dulu karena ini yang menarik, perkawinan beda agama di catatan sipil Indonesia. Cara ini awalnya muncul karena perkawinan Lydia Kandou dan Jamal Mirdad yang terekspos luas.
Seperti diketahui kedua artis tersebut menikah beda agama. Namun dengan segala perjuangannya, mereka berhasil untuk mendaftarkan perkawinannya secara hukum negara. Perjuangan mereka menghasilkan sebuah putusan yang kontroversial, yaitu Putusan Mahkamah Agung Reg. No. 1400 K/Pdt/1886.
UU Perkawinan Pasal 2 Ayat (1) bilang kalo “Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.” Beberapa ahli hukum menafsirkan bahwa dalam pasangan mempelai pria dan wanita tidak terdapat perbedaan agama dan kepercayaan.
Banyaknya tafsir dan pendapat terkait Pasal 2 Ayat (1) UU Perkawinan beserta penjelasannya, masing-masing pihak punya landasan hukumnya sendiri. Cuma itu bukan masalah Foxtrot dong. Nyatanya perkawinan beda agama saat ini memang sangat sulit dilakukan di Indonesia. Mau dibilang diskriminasi lah, gak menghargai perbedaan dan keberagaman agama di Indonesia lah, sak karepmu ndes.
Kalo masih ngeyel coba buka putusan Mahkamah Konstitusi No. 68/PUU/XII/2014 yaitu putusan tentang penolakan uji materiil Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Perkawinan No. 1/1974 (UUP No. 1/1974) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD 1945).
Buat kamu-kamu yang beda agama, tapi ngebet kawin dan gak mau tunduk dalam satu agama aja, silakan baca dan pahami UU No. 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan sebagaimana telah diubah oleh UU No. 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas UU No. 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan. Kalo kamu jeli dan teliti niscaya kamu akan mendapat pencerahan.
BACA JUGA: TUTORIAL MEMBUAT GUGATAN CERAI
Pasal 35 huruf a UU Administrasi Kependudukan bilang bahwa terhadap perkawinan yang ditetapkan oleh pengadilan, bisa dilakukan pencatatan.
Kalo baca Penjelasan Pasal 35 huruf a UU Administrasi Kependudukan, yang dimaksud dengan “Perkawinan yang ditetapkan oleh Pengadilan” adalah perkawinan yang dilakukan antar-umat yang berbeda agama.
Nah, kayak Lydia Kandou dan Jamal Mirdad dulu ndess, putusan pengadilan bisa menjadi solusi buat kamu-kamu yang beda agama untuk mendaftarkan perkawinan di Catatan Sipil.
Selanjutnya Pasal 56 UU Perkawinan mengakui bahwa perkawinan yang dilakukan di luar Indonesia adalah sah, cuma harus juga dilaporkan di Indonesia sesuai amanat UU Administrasi Kependudukan. Ini cara pertama yang Foxtrot sebutin di atas tadi ndes.
Jadi kalo kawinnya di luar negeri, otomatis harus tunduk terhadap hukum perkawinan yang berlaku di sana. Jangan juga kamu ngotot pake hukum adat di sana. Untuk perkawinan di luar negeri syaratnya antara lain kamu wajib lapor ke KBRI ato konsulat di negara setempat, menyiapkan dokumen perkawinan seperti halnya perkawinan di Indonesia, jangan lupa yang paling penting passport dan visa. Kan gak bisa keluar negeri tanpa passport dan visa ndes, kecuali mau jadi imigran gelap.
Setelah dokumen yang diperlukan tersedia, kamu masih harus menghadap ke semacam dinas pencatatan sipil setempat di sana yang namanya keren, karena pake bahasa asing. Nah, si dinas pencatat perkawinan ini ntar yang ngeluarin certificate of marriage-mu, tinggal laporan lagi ke KBRI ato konsulat sambil bawa sertifikat kawinmu tadi.
Eits, belum selesai itu ndes, kan kamu masih harus balek ke Indonesia donk. Ya kalik mau menetap di sana. Setelah balik ke Indonesia, kamu dan certificate of marriage-mu plus surat pernyataan perkawinan harus dibawa ke pencatatan sipil sesuai alamatmu untuk dicatatkan dan diterbitkan akta kawinmu. Dah, baru deh sah secara administrasi dan legal menurut hukum negara Indonesia.
BACA JUGA: AKIBAT CINTA KELEWAT BATAS
Biayanya berapa Trot? Wes lah, mahal pokoknya buat kamu yang gak punya uang.
Buat yang budgetnya pas-pasan, yang perayaan kawinnya minjem gedung serba guna kelurahan, Foxtrot sangat tidak menyarankan cara di atas ya.
Kerumitan dan keruwetan hal di ataslah yang seringkali menyebabkan banyak manusia WNI yang memilih untuk melakukan penyelundupan hukum dalam hal perkawinan.
Seperti yang umum terjadi, bagi pasangan yang berbeda agama dan keyakinan biasanya ngakalin pake cara maut bin jitu. Pindah agama di KTP.
Ini beneran sering kejadian lo. Karena beda agama, tapi keadaan gak memungkinkan untuk kawin di luar negeri, akhirnya banyak pasangan yang milih cara ini. Pas mau kawin kedua mempelai milih salah satu agama, ubah identitas kependudukan, trus kawin secara agama yang dipilihnya tadi itu. Setelah kawin, ya balek lagi ke agama dan kepercayaan asalnya. Agama cuma sebatas di KTP saja.
Keadaan seperti ini ibarat pepatah bilang, bagai makan buah manggis, dimakan mamak mati gak dimakan bapak meninggal. Solusinya ya diemut aja, diisep pelan-pelan dirasain manisnya buah itu.
Btw, yakinlah Pak Pimp, tulisan ini dibuat tanpa motif dan tendensi apapun.