homeEsaiNAHKODA TANPA KOMPAS: MENTERI YANG TIDAK KOMPETEN DALAM MENGURUS...

NAHKODA TANPA KOMPAS: MENTERI YANG TIDAK KOMPETEN DALAM MENGURUS URUSAN NEGARA

Indonesia bagaikan kapal besar yang dalam pelayarannya mengarungi samudera memiliki rute jelajah tujuan yang telah tertuang dalam peta bernama Undang-undang Dasar 1945, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasar pada kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial bagi seluruh bangsa Indonesia. 

Namun kapal dengan rute pelayaran tujuan yang agung tersebut sulit sampai pada pelabuhan yang dicita-citakan. Mengingat para nahkoda tak paham cara menggunakan kompas sebagai penunjuk arah tujuan. Mengapa hal ini terjadi? 

Dalam bingkai tata negara Indonesia yang menganut sistem presidensial. Yaitu, meletakkan jabatan presiden tidak sebatas sebagai kepala negara namun juga sebagai kepala pemerintahan, yang mana dalam hal ini pelaksanaan tugas presiden dibantu menteri yang tergabung dalam suatu kabinet. 

BACA JUGA: RESHUFFLE MENTERI ITU PENTING GA SIH?

Eksistensi kementerian dalam negara yaitu, sebagai organ pelaksana tugas-tugas presiden sesuai dengan bidangnya. Adapun mekanisme pengangkatan menteri merupakan otoritas presiden atau disebut hak prerogatif presiden, seperti yang disebutkan dalam Pasal 17 UUD 1945.

Selain itu ketentuan tersebut juga diatur secara jelas dalam undang-undang nomor 39 tahun 2008 Tentang Kementerian, tepatnya dalam Pasal 22 Ayat (1) dan (2), yang menjelaskan bahwa seorang menteri diangkat presiden dengan persyaratan berupa warga negara Indonesia, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, setia kepada Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia tahun 1945, dan cita-cita proklamasi kemerdekaan, sehat jasmani dan Rohani, memiliki integritas serta kepribadian baik dan tidak pernah dipidana. 

Hmm, nampaknya syarat melamar menjadi bagian perusahaan kereta api lebih sulit ketimbang menjadi menteri. Yaitu, berupa kategorisasi pelamar yang ditentukan perusahaan berupa minimal IPK 3.5 serta nilai TOEFL 500. Sedangkan syarat menjadi seorang menteri berpatokan pada hal-hal abstrak berupa nilai integritas yang tidak dapat diukur secara jelas kapasitas layak atau tidaknya seorang bakal calon menteri menduduki suatu jabatan pada organ Kementerian. Ah, sudahlah!

Berdasarkan pasal tersebut amat disayangkan bahwa tidak terdapat bunyi pasal yang menegaskan perihal kompetensi bagi seorang menteri yang akan diangkat serta menduduki jabatan dalam lingkup wilayah organ kementeriannya. Implikasi dari tidak adanya pengaturan secara konkrit tentang kompetensi berupa kemampuan dalam membidangi peran tugas dan fungsi kementerian dapat kita lihat pada kasus kebocoran data masyarakat secara nasional akibat ulah seorang hacker yang melakukan peretasan jaringan pada kementerian Komunikasi dan Informatika yang dipimpin Budi Arie Setiadi.

BACA JUGA: REVISI UU TNI, REFORMASI ATAU KEMBALI KE ZAMAN ORDE BARU?

Ditinjau dari latar belakang pendidikannya, kepala kementerian tersebut tidak memiliki disiplin ilmu dalam bidang teknologi informasi khususnya berkaitan dengan dunia Cyber. Jika berandai-andai jabatan krusial tersebut sebelumnya diduduki seorang profesor dalam bidang teknologi informasi serta menekuni dunia cyber, tentu terjangan ombak dapat diantisipasi dengan merombak struktur kapal agar tak mudah karam di lautan.

Cara pandang perihal pentingnya kompetensi bagi seorang pemimpin dalam suatu negara jauh sebelumnya telah disampaikan Plato seorang filsuf dari Yunani yang hidup berabad-abad lalu. Dia menyampaikan bahwa, “Suatu negara hendaknya jabatan pemerintahan dipegang oleh orang-orang cerdik, pandai atau dalam istilah kontemporer disebut orang yang berkompeten dalam menjalankan roda pemerintahan.” 

Logika sederhananya, ibarat meminta seorang supir delman untuk menjalankan kapal, tentu saja akan kesulitan. Maka penting menurut Plato untuk mengamanatkan suatu tugas pemerintahan kepada orang yang benar-benar berkemampuan dalam hal terkait. 

Berdasarkan hal-hal tersebut maka perlu kiranya Dewan Perwakilan Rakyat sebagai Arsitek penyusun kerangka bernegara mengatur ulang syarat rekrutmen awak kapal yang akan memimpin arah pelayaran Indonesia ke depannya, agar tercapai tujuan yang telah dicita-citakan.

Dari Penulis

PERCAYA SAMA SANTET? AWAS NANTI BISA KENA JERAT HUKUM, KUHP BARU ANCAM PELAKU SANTET!

Jadi, dukun santet sekarang bisa kena penjara lho!

TerkaitRekomendasi buat kamu
Artikel yang mirip-mirip

Leave a reply

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Dari Kategori

Klikhukum.id