“Asiiik sebentar lagi lebaran, mudik … mudik … mudik …,” itulah hal yang sering diucap buat perantau dua tahun lalu. Lhoh, kok dua tahun yang lalu? Iyaps, tahun kemarin pandemi corona hadir di tengah-tengah kita dengan berbagai permasalahan, termasuk masalah mudik. Soal dilema mudik diperbolehkan atau tidak pun masih diperdebatkan.
Bisa dibilang ‘mudik virtual’ part 2 pun sudah direlease oleh pemerintah, hal ini ditandai dengan keluarnya Surat Edaran tentang Peniadaan Mudik Hari Raya Idul Fitri Tahun 1442 Hijriah dan upaya pengendalian penyebaran corona virus disease 2019 (covid-19) selama bulan suci Ramadan 1442 Hijriah. Infonya aturan tersebut bertujuan untuk melakukan pemantauan, pengendalian dan evaluasi dalam rangka mencegah terjadinya peningkatan penularan covid-19 selama bulan suci Ramadan dan Idul Fitri tahun 1442 H.
Duh dek, impian untuk mudik pun sirna. Ya memang bagus sih, tujuan kebijakannya, tapi tepat dan efektifkah kebijakan itu?
Hhhmmm, kalau ngomongin tepat atau efektif sih, yaa biar data yang menunjukkan ya. Kali ini aku nggak nunjukin data terkait jumlah orang yang terpapar virus corona yaaa, pusing ngliat angka-angkanya, hahaha. Yang jelas sampai detik inipun jumlah orang yang terkena virus corona juga masih banyak.
Padahal sudah setahun kita berkubang masalah ini, kok ya masih belum selesai ributnya. Jujur deh, siapa yang nggak bingung dengan masalah kebijakan terkait peniadaan mudik ini?
Kemarin sempat ada wacana kalau tahun ini mudik diperbolehkan, tapi cuti ditiadakan. Eh, lha kok sekarang kebijakannya bilang mudik ditiadakan. Hadeewww, pak, pak, kami rakyat biasa yang dituntut serba bisa ini juga punya rasa kangen dengan mantan. Eh, kampung halaman lho, lebih tepatnya kangen lontong opor buatan my mother.
Eh, jadi inget kata simbahku, mudik=mulih dilik (pulang sebentar). Nah, kalau mudik dilarang, berarti kalau pulangnya lama boleh dong? Wahahaha, nggak gitu sih konsepnya. Di surat edaran juga udah disebutin kok, mudik adalah kegiatan perjalanan pulang ke kampung halaman selama bulan Ramadan dan hari Raya Idul Fitri 1442 Hijriah. Ya intinya sih, kita nggak boleh melakukan perjalanan dari suatu daerah ke daerah lainnya baik itu lintas provinsi/kabupaten/kota maupun negara menggunakan moda transportasi pribadi maupun umum baik melalui jalur darat, laut, udara.
Dikutip dari laman setkab.go.id, hasil survei yang dilakukan Kemenhub pada Maret 2021 mengenai animo masyarakat untuk melakukan mudik, menunjukkan bahwa terdapat 11 persen responden atau sekitar 27,6 juta orang yang memilih tetap mudik meskipun ada pelarangan mudik.
Nah, untuk menindaklanjuti Surat Edaran dan hasil survei tersebut, Kementerian Perhubungan menerbitkan peraturan lho, yaitu Permenhub Nomor 13 Tahun 2021 tentang Pengendalian Transportasi Selama Masa Idul Fitri 1442 H/Tahun 2021 dalam rangka pencegahan penyebaran covid-19.
Salut sih, sama ketegasan menteri perhubungan, langsung gercep menanggapi kebijakan terkait penyebaran virus corona. Terus, pengendalian transportasi ini dilakukan melalui larangan penggunaan atau pengoperasian sarana transportasi penumpang untuk semua moda transportasi yaitu moda darat, laut, udara dan perkeretaapian, dimulai dari tanggal 6 Mei hingga 17 Mei 2021. Tapi untuk transportasi barang dan logistik tetap berjalan seperti biasa yaaa.
FYI, nggak semua orang nggak boleh melakukan perjalanan lho. Terkait siapa aja yang boleh melakukan perjalanan, ada pengecualian yaitu diberlakukan bagi masyarakat dengan kepentingan tertentu seperti bekerja atau perjalanan dinas untuk ASN, pegawai BUMN, pegawai BUMD, Polri, TNI, pegawai swasta yang dilengkapi dengan surat tugas dengan tanda tangan basah dan cap basah dari pimpinannya, kunjungan keluarga yang sakit, kunjungan duka anggota keluarga yang meninggal dunia, ibu hamil dengan satu orang pendamping, kepentingan melahirkan maksimal dua orang pendamping dan pelayanan kesehatan yang darurat.
Terus kita-kita yang kentang ini bisa apa, padahal kan juga pengen melakukan perjalan yaa, ntah mudik atau apapun itu. Hhhmm, bukan klik hukum kalau nggak ada ide, haha lebih tepatnya sok ngide sih.
Pertama, mudik sebelum atau sesudah tanggal yang ditentukan.
Terkait waktu atau periode peniadaan mudik Idul Fitri Tahun 1442 H adalah tanggal 6-17 Mei 2021. Nah, kalau mau mudik ya sebelum tanggal 6 Mei, kalaupun belum bisa ya mudiknya setelah tanggal 17 Mei, toh bulan syawal masih sampai tanggal 11 Juni. Sabi lah silaturahmi dengan sanak saudara di kampung halaman setelah tanggal 17 Mei, vibes lebarannya masih dapet kok.
Kedua, menjadi wisatawan.
Kalau ide ini sih, awalnya dari kebingunganku ya. Gimana nggak bingung wong kebijakan-kebijakan yang ada, kayak inkonsistensi gitu. Satgas covid-19 dan Kementerian Perhubungan udah jelas meniadakan dan melarang mudik lebaran, tapi Pak Sandiaga Uno (Menparekraf), memberi pernyataan kalau tempat-tempat wisata tetap akan dibuka dengan mematuhi protokol kesehatan dan pengawasan yang ketat (pernyataan ini disampaikan di acara mata najwa, rabu 14/04). Nah, ini kesempatan, bisa jadi alasan kan mudik berkedok wisata, hahaha. Ya tentunya di daerah kampung halaman ada kan tempat wisata, berlagak aja kayak wisatawan mau bertamasya ria. Ehh, taunya mudik, hahaha. Ya kan nggak masalah to, wong yang nggak boleh kan mudik bukan berwisata.
Ketiga, mudik naik andong.
Ide ini berangkat dari ketentuan tentang jenis angkutan (darat) yang dilarang yaitu kendaraan bermotor umum dengan jenis bus dan mobil penumpang; kendaraan bermotor perseorangan dan jenis mobil penumpang, mobil bus dan kendaraan bermotor; kapal angkutan sungai, danau dan penyeberangan. Nah, udah jelaskan kalau mudik naik andong itu tidak dilarang, selain itu kan asik juga pulang ke kampung halaman naik andong. Bisa bawa muatan, irit bahan bakar (lumayan kan uang bensin bisa buat THR orang rumah), tentunya anti polusi.
Wes, pokok e mau mudik mau enggak, tetap jaga kesehatan dan mari kita menanamkan jiwa optimisme untuk melawan virus corola eh corona.