Di Indonesia, ketika terjadi demonstrasi yang menyebabkan kerusuhan, Anarko-Sindakalisme acap kali diduga ikut berperan andil dalam peristiwa tersebut.
Rangkuman demonstrasi yang diduga ditunggangi oleh Anarko-Sindakalisme antara lain sebagai berikut.
Pertama, Pada 20 Oktober 2020, sebagaimana dilansir oleh Kompas.com Kapolda Metro Jaya Irjen Nana Sudjana mengatakan, sebanyak 33 pelajar diamankan polisi saat demo tolak Undang-undang Cipta Kerja di kawasan Istana Negara Jalan Merdeka Utara, pelajar yang diamankan tersebut diduga anggota Anarko.
Kedua, Demontrasi yang dilakukan pada 8 Oktober 2020 di depan Gedung DPR-RI Jakarta, Kabid Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus menyebut ada sebanyak 400 pemuda yang diduga kelompok anarko telah diamankan polisi karena hendak melakukan aksi. Berita ini sebagaimana dilansir oleh detik.com (9/10/2020).
Ketiga, Minggu 12 April 2020, seorang pemuda yang mengaku dirinya sebagai Ketua Anarko bernama Pius ditangkap oleh Polda Metro Jaya. Walaupun pada awak wartawan Pius menyampaikan dirinya sebagai Ketua Anarko, rupanya ada fakta hukum lainnya yaitu, Pius ditangkap karena mencuri helm. Aduh pren, jadi yang benar kamu ini ketua Anarko-Sindakalisme atau pencuri helm sih, masa iya seorang Ketua Anarko nekad melakukan aksi pencurian, gak Mbois bangetlah.
Btw, ada apa sebenarnya dengan anarko yah pren. Apakah kehadirannya sangat berbahaya untuk tatanan kehidupan bangsa dan ideologi negara. Kelompok tersebut sedang banyak dibicarakan, apalagi ketika disandingkan dengan demontrasi yang mengakibatkan kericuhan, tak jarang Anarko-Sindakalisme diduga adalah aktornya.
Apakah Anarko-Sindakalisme itu komunis gaya baru, yang sejatinya kehadirannya sudah dilarang berdasarkan Ketetapan (Tap) MPRS No.XXV Tahun 1966 tentang, “Pembubaran Partai Komunis Indonesia sebagai organisasi terlarang dan larangan setiap kegiatan yang menyebarkan paham atau ajaran komunis/Marxisme-Leninisme.”
Sebelum masuk dalam pengertian Anarko-Sindakalisme, mari kita simak dulu penjelasan tentang anarki. Pengertian anarki berasal dari bahasa Yunani Kuno, anarchos, berarti tanpa penguasa yang menunjukkan tidak adanya aturan hukum atau pemerintahan yang mutlak. Cita-cita para penganutnya adalah masyarakat yang menjunjung tinggi martabat kebebasan individu tanpa penindasan.
Layaknya sebuah ideologi, sebagaimana dilansir melalui rumahcemara.or.id, anarki dalam sejarah perkembangannya menghasilkan beragam sub-kultur ideologi, salah satunya adalah Anarko-Sindakalisme atau sindikalisme revolusioner yang merupakan sebagai sebuah gerakan yang mengupayakan aksi langsung kelas pekerja untuk menghapus tatanan kapitalis, termasuk negara dan mendirikan tatanan sosial berdasarkan pekerja alias buruh yang diatur dalam unit-unit produksi.
Secara etimologi, sindikalis bermakna serikat pekerja atau buruh dalam Bahasa Prancis. Kamus Oxford mengartikan sindikalisme (syndicalism) sebagai keyakinan bahwa pabrik, bisnis, seharusnya dimiliki dan dikelola oleh semua orang yang bekerja di dalamnya.
Sehingga pengertian secara umum, Anarko-Sindakalisme adalah filsafat politik dan aliran pemikiran anarkis yang memandang serikat pekerja sebagai kelompok yang dibutuhkan untuk merebut seluruh aspek ekonomi agar dapat mengendalikan pengaruh dalam masyarakat yang lebih luas.
Stigma yang sudah dibangun dalam masyarakat umum bahwa kelompok Anarko-Sindakalisme selalu beratribut hitam, dan berlogo huruf A yang dilingkari. Jadi, kalo ada peserta demonstrasi yang menggunakan atribut seperti itu, mereka sering diduga sebagai massa yang beraviliasi dengan Anarko-Sindakalisme.
BACA JUGA: DEMOKRASI OLIGARKIS
Melihat fenomena sosial sekarang ini, apakah kehadiran Anarko-Sindakalisme melanggar hukum di Indonesia? Mengingat nama tersebut sering diduga sebagai penyebab kerusuhan dalam demontrasi yang mengakibatkan baku hantam.
Pandangan saya, untuk saat ini belum ada aturan hukum spesifik yang mengatur larangan tentang keyakinan ideologi politik Anarko-Sindakalisme pren, berbeda dengan ideologi komunis yang dilarang melalui Ketetapan (Tap) MPRS No.XXV Tahun 1966. Adapun ketika ada oknum yang mengatasnamakan anggota Anarko-Sindakalisme tetapi melakukan perbuatan perusakan ataupun tindakan kriminal lainnya, jelas perbuatan tersebut masuk ke ranah perbuatan kriminal.
Namun apabila ada orang yang ingin menggulingkan tatanan pemerintahan, aturan pidananya sudah sangat jelas yaitu, sebagaimana diatur dalam Pasal 104 sampai dengan 129 KUHP Tentang Kejahatan Keamanan Negara.
Menurut saya pribadi, dalam penanganan Anarko-Sindakalisme masih terjadinya tindakan gebyah-uyah. Mengidentifikasi massa aksi yang disebut anggota Anarko-Sindakalisme hanya berdasarkan penampilan fisiknya, yakni mereka yang berpenampilan urakan, berbusana hitam plus adanya Logo A dengan lingkaran.
Jika pemerintah menyakini pandangan Anarko-Sindakalisme ini berbahaya untuk kepentingan ideologi bangsa dan negara, seharusnya lebih berani menyatakan sikap hukum. Misalnya saja dengan mengeluarkan produk hukum yang melarang filsafat politik Anarko-Sindakalisme.
Jika tidak ada produk hukum yang pasti, maka Anarko-Sindakalisme akan selalu menjadi kambing hitam dan dapat dijadikan alat politik untuk kepentingan permainan issue ketatanegaraan.