To be honest, aku bingung mau nulis artikel dari mana. Gimana nggak bingung, ini pertama kalinya dalam sejarah, semua hakim mahkamah konstitusi (MK) dilaporkan melanggar kode etik. Termasuk hakim yang mengaku bingung dan benar-benar bingung karena mahkamah konstitusi berubah pendirian dalam sekelebat (ini kata Pak Saldi Isra loh, ya). Nah, membingungkan bukan?
Lebih bingung lagi ternyata laporan terhadap semua hakim MK itu terkait dengan putusan MK tentang batas usia capres dan cawapres. Ya, kalian tahu sendirilah polemik setelah putusan tersebut. Kok, bisa ya, satu perkara bisa menyeret semua hakim MK. Jadi feel blue. Hiks.
Nggak cuma itu saja, pasti kalian juga kebingungan ketika tahu ternyata ketua MK (termasuk hakim yang dilaporkan melanggar kode etik) melantik ketua dan anggota majelis kehormatan mahkamah konstitusi (MKMK). Dimana MKMK akan memeriksa laporan dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan hakim MK.
Eyak, bingung kan? Wkwkw.
Biar nggak bingung, kenalan dulu yuk, sama MKMK. Ya, biar makin bingung sayang gitu. Siapa tahu bisa jadi adik ipar. *Eh!
BACA JUGA: BAGAIMANA KONSTITUSI TERBENTUK DI INDONESIA SETELAH KEMERDEKAAN?
Jadi begini, pembentukan MKMK merupakan amanat dari undang-undang tentang mahkamah konstitusi. Melalui Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 1 Tahun 2023 tentang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi inilah MKMK dibentuk. Tujuannya untuk menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran, martabat serta kode etik dan perilaku hakim konstitusi.
Dalam peraturan tersebut dijelaskan masalah keanggotaan MKMK. Yaitu, berjumlah tiga orang terdiri dari satu orang hakim konstitusi, satu tokoh masyarakat dan satu akademisi yang berlatar belakang di bidang hukum.
FYI, untuk memeriksa laporan dugaan pelanggaran kode etik hakim terkait putusan tentang batas usia capres dan cawapres, ketua MK telah melantik tiga anggota MKMK. Yaitu, Wahiduddin Adams (hakim konstitusi aktif), Jimly Asshidiqie (tokoh masyarakat) dan Bintan Saragih (akademisi). Keanggotaan ini bersifat ad hoc, ygy.
Lagi dan lagi, masalah susunan keanggotaan ini menambah kebingungan. Kan sudah aku spill tuh, kalau semua hakim MK dilaporkan berarti Wahiduddin Adams termasuk dong. Tapi kok, jadi anggota MKMK ya?
Kalau melihat aturannya sih, ketika semua hakim MK sebagai terlapor, maka keanggotaan MKMK ditentukan dalam rapat permusyawaratan hakim.
Hmm, berarti tetap hakim MK juga yang menentukan anggota MKMK kan? Aneh nggak sih. Ibaratnya begini wir, hakim MK memilih hakim MKMK untuk menghakimi hakim MK.
Makin bingung kan?
Padahal MKMK berwenang memeriksa dan memutus dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi. Dugaan tersebut dapat diperiksa dan diputus paling lama 30 hari kerja sejak laporan dicatat dalam buku registrasi laporan atau temuan pelanggaran elektronik (e-BLTP). Kalau dalam jangka waktu 30 hari belum selesai pemeriksaannya, dapat diperpanjang paling lama 15 hari kerja berikutnya.
BACA JUGA: MENGENAL DASAR HUKUM MAHKAMAH KONSTITUSI
Memangnya pelanggaran seperti apa yang dimaksud. Apakah tackling, offside atau handball? Emangnya, sepak bola. Untuk jenis-jenis pelanggarannya sudah dijelaskan di Pasal 10 Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 1 Tahun 2023 tentang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi. Cek sendiri ya, kalau aku sebutin di sini malah makin membingungkan.
Intinya mungkin benar kalau keadaan politik di negara ini sedang tidak baik-baik saja. Di mana akal sehat kalah dengan akal bulus dan fulus (ini kata Prof. Jimly ya, bukan kataku).
IMO saat ini MKMK memiliki peran sangat vital dalam menjaga kredibilitas MK setelah polemik yang muncul di tengah masyarakat. Pertama, untuk meningkatkan kepercayaan publik. Dengan adanya badan pengawas independen, masyarakat memiliki keyakinan bahwa proses hukum di MK berlangsung transparan dan adil. Kedua, mendorong akuntabilitas. Hakim MK harus bertanggung jawab atas tindakan mereka dan MKMK memastikan bahwa mereka mematuhi etika dan profesionalisme yang diperlukan. Ketiga, mencegah penyalahgunaan kekuasaan. Dengan memeriksa dan menegakkan aturan etika, majelis kehormatan membantu mencegah penyalahgunaan kekuasaan oleh hakim-hakim konstitusi.
Semoga saja ‘kepentingan’ bukan menjadi hal yang sempurna di negara ini.
Sekian tulisan yang berasal dari sebuah hal yang membingungkan. Semoga kalian tidak merasa bingung.