Hi, guys. Happy new year 2023 ya! Apa harapanmu di tahun ini? Pesenku sih, nggak usah muluk-muluk lah. Bisa pipis gratis di toilet umum aja sudah cukup. Eh, ya nggak papa sih, kalau ada tarifnya. Hitung-hitung buat kebersihan. Tapi takutnya di tahun ini pipis pun dikenai pajak, lumayan kan bisa buat biaya ngebangun IKN. Bisa jadi loh, besok di papan harga toilet umum ada tanda bintang “Belum termasuk pajak.” Hahaha.
Nobody knows, guys. Bisa aja ada pajak dari toilet umum dan itu masuk ke jenis pajak khusus IKN. Eh, ini aku nggak ngadi-ngadi loh, ya. Emang ada kok, pajak khusus IKN. Di Pasal 43 PP Nomor 17 tahun 2022 tentang pendanaan dan pengelolaan anggaran dalam rangka persiapan, pembangunan dan pemindahan ibukota negara serta penyelenggaraan pemerintahan daerah khusus ibukota Nusantara. Nah, di pasal itu menyebutkan jenis pajak khusus IKN.
Btw, kalian masih ingat IKN kan? Nggak terasa sudah setahun aja UU IKN disahkan, artinya pembangunan IKN sudah berjalan setahun, guys. Di salah satu artikelku yang membahas tentang apakah pemindahan ibukota ke Nusantara siap secara hukum? Mempertanyakan salah satunya tentang siapa yang memimpin Nusantara. Dan jawabannya adalah Luhut Binsar Panjaitan Bambang Susantono pada tanggal 10 Maret 2021. Wah, sat, set, banget nggak sih, pengangkatannya? Tapi semoga amanah aja sih, intinya.
Ya, harapannya sih, pemerintah jangan cuma fokus ke pembangunan IKN. Tapi tetap memperhatikan kesehatan masyarakat terutama masalah kebutuhan gizi pada balita. FYI, di tahun 2021 Indonesia berada di urutan empat dunia dan urutan kedua di Asia Tenggara terkait kasus balita stunting. Dan setelah aku cari informasi, ternyata di tahun 2022 Indonesia berada di urutan kelima dunia. Tapi di Asia Tenggara masih peringkat kedua, guys. Sedih banget nggak sih? Hiks, hiks. Yok, bisa yok! Kita semua jadi sehat dan Indonesia bisa bebas stunting.
Nggak cuma masalah stunting aja yang jadi PR buat Indonesia, tapi belakangan juga ada kasus tentang gagal ginjal akut pada anak. Yaps, kejadian itu membuat polemik obat sirup yang katanya menjadi penyebab gagal ginjal pada anak.
Duh, nampaknya dunia emak-emak sedang tidak baik-baik saja.
Tapi permasalahan itu sampai detik ini juga nggak ada kabar lagi tuh, penyebab sebenarnya apa, siapa yang lalai terus tanggung jawab siapa dan sebagainya. Ya, bagaimana mau ada kabar, wong yang ngurusin terkesan ‘cuci tangan.’ *eh.
Harusnya, pemerintah melalui Kemenkes minta maaf dong, kan itu masuk ke dalam kewenangan Kemenkes. Mbok kayak Pak Mendag gitu loh bu, berani minta maaf karena nggak bisa mengontrol harga minyak goreng dan bilang kalau masalah itu bukan kewenangannya. Ibu juga bisa bilang kok, kalau itu bukan kewenangan ibu. Kita sebagai masyarakat pura-pura nggak tahu kok, kewenangan ‘njenengan’ itu apa. Jadi santuy aja, pak, buk. Suka- suka kau lah.
Hhmm … jangan sampai deh, kalimat “Dipaksa sehat di negeri yang sakit” ini jadi kenyataan. Itu bukan kalimat biasa loh, guys. Coba kalian renungkan. Relate kan, sama keadaan di Indonesia? Bayangin aja, untuk mendapatkan pelayanan publik kayak sekolah, umroh, haji, bikin SIM, syaratnya harus punya BPJS.
Lah dalah, aneh kan?
Ini beneran terjadi di Indonesia loh, dasarnya dari Instruksi Presiden nomor 1 tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional. Instruksi itu dibuat katanya sih, dalam rangka mengoptimalisasi pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional, peningkatan akses pelayanan kesehatan yang berkualitas dan untuk menjamin keberlangsungan program Jaminan Kesehatan Nasional. Ya, memang sih, dengan adanya kebijakan ini, pemerintah membuktikan kewajibannya untuk memenuhi hak warga negara yaitu Pasal 28 H melalui BPJS. Cuma, caranya kok, gitu. Warga negara dipaksa untuk memenuhi kewajiban negara dalam memenuhi hak warga negaranya. Aneh nggak sih? Teruntuk warga Indonesia yang budiman, yok restock lagi sabarnya.
Selain masalah kesehatan, pemerintah juga harus berpihak kepada kesejahteraan masyarakat terutama nasib para buruh. Inget nggak sih, guys. Tahun lalu pernah heboh masalah jaminan hari tua. Dimana masyarakat mengira kalau JHT digunakan untuk modal pembangunan IKN. Hal itu dipicu karena pemerintah mengeluarkan kebijakan terkait JHT.
Yaps, dimana jika pekerja mengundurkan diri atau kena PHK, pencairan tetep harus menunggu sampai usia 56 tahun. Eits, tenang guys, ternyata aturan itu sudah dicabut loh. Jadi kalau pekerja mengundurkan diri maka JHT dibayarkan secara tunai dan sekaligus setelah melewati masa tunggu 1 (satu) bulan terhitung sejak diterbitkan keterangan pengunduran diri dari pemberi kerja.
Tapi kita harus husnudzon sama pemerintah sih. Percaya aja deh, kalau pemerintah memang berpihak pada pejabat masyarakat. buktinya aja selain JHT, pemerintah juga punya program JKP (Jaminan Kehilangan Pekerjaan). Mantep tenan to?
Nah, JKP ini diatur melalui PP Nomor 37 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan. Tapi untuk tata cara pemberian manfaat JKP sih, setau aku belum ada ya. Kalau kalian ada yang tahu, tulis di kolom komentar ya. Lah, terus gimana dong, kalau nggak ada aturan pelaksanaanya? Ya, harusnya sih, ditunda dulu programnya.
Eh, tapi kok, program JKP ini sudah dirilis ya? Aneh nggak sih? Wong tata cara pemberian manfaat JKP aja belum ada kok. Hadeh, namanya juga pemerintah. Mengeluarkan jaminan yang nggak menjamin itu, sudah biasa kali ya. Hahaha.
Gimana guys, sudah ada niatan mau pindah kewarganegaraan belum? Masih kuat kan, tinggal di Indonesia? Masih lah ya.
Oiya, awas aja kalau ada yang berpikiran kalau di tulisan ini aku mengkritik atau menghina pemerintah. Aku tuh, cuma bernostalgia dengan kejadian yang ada di Indonesia di tahun 2022. Mana mungkin aku menghina pemerintah. Takut aku tuh. Iya, takut kalau kena pasal yang ada di KUHP. *ups