Dalam suasana politik yang lagi panas menjelang pilpres, elektabilitas pasangan calon tuh, jadi perbincangan utama banget. Banyak lembaga survei berlomba-lomba merilis hasil survei soal siapa yang paling banyak digemari masyarakat.
Tapi tahu nggak, di tengah gejolak politik gini, muncul pertanyaan krusial soal bener enggaknya hasil-hasil survei itu. Ya, tahu sendirilah, tahun politik bakal banyak kecurigaan soal kejujuran lembaga survei. Ada tuduhan bahwa beberapa hasil mungkin tidak benar-benar mencerminkan pendapat rakyat, tapi mungkin saja dipengaruhi pihak tertentu. Bahkan ada politisi yang mengaku pernah membayar lembaga survei biar hasil surveinya bagus.
Sebenernya nggak ada masalah juga sih, kalau memang benar hasil survei dilakukan berdasarkan ‘pesanan.’ Toh, secara aturan main hal itu sah-sah saja.
Apa sih, elektabilitas?
Menurut KBBI, elektabilitas diartikan keterpilihan/ kemampuan atau kecakapan untuk dipilih menduduki suatu jabatan dalam pemerintah.
BACA JUGA: APA SAJA TUGAS DAN WEWENANG PRESIDEN MENURUT HUKUM
Bisa diartikan, survei elektabilitas biasanya mengukur tingkatan tinggi atau rendahnya dukungan masyarakat terhadap pasangan capres dan cawapres. Elektabilitas bukan soal popularitas, tapi untuk mendapatkan data dan informasi tentang peta kekuatan masing-masing pasangan serta mendapatkan data tentang voter behavior.
Selain mengukur dukungan publik, survei elektabilitas memiliki fungsi penting dalam konteks politik. Pertama, memprediksi hasil pemilihan dimana survei elektabilitas bisa memberikan indikasi awal tentang siapa yang berpeluang besar untuk menang dalam pemilihan. Kedua, menyediakan data bagi pengambil keputusan. Informasi hasil survei menjadi sumber data bagi pasangan capres dan cawapres untuk menentukan strategi dan fokus kampanye. Ketiga, memahami dinamika opini publik. Survei elektabilitas juga membantu dalam memahami tren dan perubahan dalam opini publik, ini bisa menjadi bahan evaluasi dan penyesuaian bagi tim sukses.
IMO, bisa dikatakan bahwa elektabilitas penting bagi tim sukses dari masing-masing pasangan capres dan cawapres. Bukan berarti survei elektabilitas itu nggak penting buat masyarakat. Penting kok, apalagi banyak lembaga survei yang merilis hasil survei elektabilitas. Ya, paling tidak ada bahan pertimbangan dan gambaran bagi voter dalam memilih kandidat pasangan capres dan cawapres.
Hmm, tapi di balik banyaknya hasil survei elektabilitas, terkadang malah menjadi bumerang bagi kandidat. Ini justru bisa menimbulkan masalah besar dalam politik.
Banyak hasil survei elektabilitas beredar di masyarakat menyebabkan kebingungan dengan kredibilitas informasi yang ada sehingga masyarakat sulit untuk menilai dan percaya. Apalagi kalau surveinya by request, sehingga hasil surveinya pun bisa dibilang palsu alias pesanan. Efeknya masyarakat menjadi bertanya-tanya, lembaga survei manakah yang asli atau netral. Apakah yang ada badaknya?
Tidak menutup kemungkinan ketika masyarakat dibikin bingung dengan hasil survei dan nggak tahu harus percaya yang mana, mereka akan memilih golput. Duh, bahaya ini.
Ditambah lagi ketika hasil survei itu dijadikan alat untuk memprovokasi yang menyebabkan polarisasi di tengah masyarakat. Sehingga masyarakat menjadi terpecah belah karena pendapat politik. Ini juga nggak kalah bahaya.
BACA JUGA: MASA JABATAN PRESIDEN INDONESIA HANYA 5 TAHUN, IDEALKAH?
Maka dari itu masyarakat diharapkan lebih kritis dan berhati-hati dalam menilai hasil survei elektabilitas. Begitupun dengan pihak yang berkepentingan, jangan menggunakan hasil survei elektabilitas sebagai alat untuk memenuhi kepentingan. Toh, yang menetapkan siapa pemenang dalam pemilu kan bukan lembaga dan hasil survei elektabilitas. Tapi KPU.
Pasal 13 Undang-undang 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum, disebutkan KPU mempunyai kewenangan menetapkan dan mengumumkan hasil rekapitulasi penghitungan suara tingkat nasional berdasarkan hasil rekapitulasi penghitungan suara di KPU provinsi untuk Pemilu presiden dan wakil presiden dan pemilu anggota DPR serta hasil rekapitulasi penghitungan suara di setiap KPU provinsi untuk pemilu anggota DPD dengan membuat berita acara penghitungan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara.
Jadi wir, meskipun banyak banget hasil survei elektabilitas yang berseliweran, kita harus bijak dalam melihat dan menanggapinya. Sebisa mungkin pemilih harus cerdas, jangan cuma mengandalkan hasil survei elektabilitas, apalagi hasil surveinya ‘pesanan.’ Jangan lihat angkanya, tapi inti dari program yang diusung pasangan capres dan cawapres. Ingat, suara kita adalah penentu masa depan bangsa.