Saya sempat melongo ketika membaca berita tentang Bapak Presiden tercinta kita yang menunjuk Pak Prabowo, mantan saingan beliau dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 kemarin (dan sekarang jadi pembantu presiden karena kepentingan politik) untuk membangun food estate alias lumbung pangan seluas 178 ribu hektare di Kabupaten Kapuas dan Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah.
Penunjukkan inipun dilakukan untuk merespon peringatan dari Food and Agriculture Organization (FAO) yang menyatakan bahwa gegara pandemi Covid-19, dunia akan mengalami krisis pangan. Sekali lagi, virus menyebalkan dari Wuhan itu tidak hanya menyebabkan semua orang wajib pakai masker, gak bisa yang-yangan di tempat wisata, tapi juga mengancam urusan lambung tengah masyarakat dunia.
Sebenarnya bukan perkara peringatan FAO yang bikin saya melongo, tapi penunjukkan Pak Prabowo itulah yang bikin saya melongo. Baiklah, beliau memang politisi dan juga punya banyak bisnis, di mana salah satunya adalah bisnis kelapa sawit. Cuma ya tetap saja, bagi saya tetap agak janggal karena beberapa alasan.
Pertama, sudah jamak diketahui oleh banyak orang bahwa Pak Prabowo ini di masa mudanya merupakan orang kuat. Bukan, bukan karena kebanyakan minum obat kuat macam Viagra atau sejenisnya, tapi karena posisi beliau sebagai Danjen Kopassus. Dengan jabatan setinggi itu, dan dengan pasukan yang jelas isinya orang sangar semua, hal itu membuat saya bertanya-tanya, sejak kapan Pak Prabowo ini belajar pertanian, perikanan dan peternakan? Yang ada kan, belajar strategi militer.
Oke, itu alasan pertama. Alasan kedua adalah beliau ini sudah menjabat sebagai Menteri Pertahanan, yang notabene cocok dengan latar belakang beliau sebagai seorang militer. Lha ini kok, malah disuruh nyediain lumbung pangan? Kalau Menteri Pertahanan yang disuruh nyediain lumbung pangan, lantas ngapain aja itu kerjaan Menteri Pertanian? Masak ya nyediain alutsista? Kan gak mungkin mereka tukeran job description.
BACA JUGA: TANAH INI MILIK DESA
Nah, masalahnya adalah Pasal 23 UU No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara udah jelas bilang kalau pada dasarnya seorang Menteri itu dilarang merangkap jabatan sebagai pejabat negara lain, komisaris atau direksi suatu BUMN atau perusahaan swasta, atau pimpinan organisasi yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan/atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).
Pertanyaannya adalah, apakah penunjukkan Pak Prabowo untuk membangun lumbung padi tersebut tidak melanggar Pasal 23 UU Kementerian Negara yang melarang rangkap jabatan? Emangnya penunjukkan Pak Prabowo itu gakbisa disebut sebagai rangkap jabatan? Mari kita bahas.
Dalam Pasal 122 UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN), yang dimaksud pejabat negara adalah:
- presiden dan wakil presiden;
- ketua, wakil ketua dan anggota MPR, DPR dan DPD, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, dan Komisi Yudisial;
- ketua, wakil ketua, ketua muda, hakim agung di Mahkamah Agung dan semua hakim di tiap badan peradilan kecuali hakim ad hoc;
- ketua dan wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi;
- menteri dan jabatan setingkat menteri;
- duta besar;
- gubernur dan wakil gubernur; bupati/walikota dan wakil bupati/walikota; dan
- pejabat lain yang ditentukan oleh Undang-Undang.
Emang sih, di situ bahkan pejabat eselon saja gak bisa disebut sebagai pejabat negara. Nah, masalahnya adalah apakah penunjukkan Pak Prabowo sebagai pimpinan pembangunan lumbung pangan tersebut tidak bisa dikatakan rangkap jabatan karena jabatan tersebut tidak termasuk jabatan yang dimaksud Pasal 122 UU ASN?
Baiklah, itu tadi terkait permasalahan rangkap jabatan. Permasalahan berikutnya adalah sebenarnya siapa sih, yang punya wewenang terkait urusan ketahanan pangan ini? Dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 58 Tahun 2015 tentang Kementerian Pertahanan, gak ada satu pun pasal yang menyebutkan bahwa kementerian yang dipimpin Pak Prabowo itu bertanggung jawab terhadap ketahanan pangan negara ini.
BACA JUGA: APA SALAHNYA BIN BERADA DI BAWAH PRESIDEN?
Lembaga yang diserahi tugas terkait ketahanan pangan itu sendiri adalah Kementerian Pertanian dengan dasar hukum Pasal 3 huruf f Perpres Nomor 45 Tahun 2015 tentang Kementerian Pertanian, di mana Kementerian Pertanian diberikan fungsi untuk koordinasi dan pelaksanaan diversifikasi dan pemantapan ketahanan pangan.
Sebenarnya apabila Pasal 3 huruf f Perpres Kementerian Pertanian tersebut dibaca ulang, ya gak ada salahnya Pak Prabowo diserahi tugas untuk membangun lumbung pangan tersebut, lha wong Kementerian Pertanian saja cuma jadi koordinator untuk urusan ketahanan pangan tersebut. Artinya, Pak Prabowo gak salah kalau dikasih tugas demikian, asalkan dalam mengerjakan tugas tersebut, beliau ini manut sama koordinasi dari Menteri Pertanian selaku pemimpin dari Kementerian Pertanian.
Masalahnya adalah Pak Prabowo inikan posisinya sebagai Menteri Pertahanan, dan Kementerian Pertanian itu bukanlah Kementerian Koordinator, yang artinya Menteri Pertanian selaku pimpinan dari Kementerian Pertanian itu punya posisi yang setara dengan Pak Prabowo selaku Menteri Pertahanan.
Dengan kedudukan yang setara tersebut, emangnya yakin Pak Prabowo sebagai Menteri Pertahanan mau dengerin perintah Menteri Pertanian selaku koordinator urusan ketahanan pangan sebagaimana amanat Pasal 3 huruf f Perpres Kementerian Pertanian? Hehe, saya sih gak yakin. Pasti ada potensi egosektoral di antara dua menteri ini. Percaya, deh.
Yah, saya sih, berharap pemerintah beneran serius melakukan pembangunan lumbung pangan untuk ketahanan pangan ini. Cuma saya sih, ngiranya pemerintah dalam hal ini Presiden, gak paham bedanya arti kata ‘ketahanan’ dengan kata ‘pertahanan,’ makanya permasalahan ‘ketahanan pangan’ tersebut akhirnya diserahkan ke Menteri Pertahanan yang seharusnya ngurusin senjata ketimbang pangan. Ngoahahahahahahaha.