Perbincangan tentang industri pertembakauan duniawi seakan tidak pernah usai. Mulai dari isu Undang-undang Kesehatan yang melarang konsumsi rokok, hingga aksi Dian Sastro yang jago merokok saat memerankan Dasiyah dalam film layar lebar “Gadis Kretek.”
Namun, tahukah kalian bahwa saat ini ada isu pertembakauan yang cukup hangat di kalangan pecinta rokok low budget? Yap, betul sekali, peningkatan peredaran rokok tanpa cukai alias rokok ilegal.
Rokok Ilegal dan Kenaikan Tarif Cukai
Meningkatnya peredaran rokok ilegal ini disebabkan, karena adanya kenaikan tarif cukai hasil tembakau pada 2022. Semenjak diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan No. 191 Tahun 2022, tarif cukai hasil tembakau naik 10% dari tarif sebelumnya. Hal ini bikin kantong perokok bolong, akhirnya mereka beralih ke rokok ilegal yang lebih murah.
Menurut data yang kaka penulis baca dari CNBC, peredaran rokok ilegal meningkat pada 2023 sebesar 6,89% dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 5,5%. Akibat meningkatnya peredaran rokok ilegal ini, pendapatan negara turun hingga 12,6% pada Mei 2024. Waduh! Mayan juga nih, 12 persen. Kalo beli cimol bisa buat makan bocil satu provinsi.
BACA JUGA: CURKUM #160 ADA GAK SIH, ATURAN BIAYA TAMBAHAN BEA CUKAI IMPOR BARANG?
Sanksi Pidana Bagi Pengedar Rokok Ilegal
Negara melalui peraturan perundang-undangan sebenarnya telah melarang peredaran rokok ilegal. Tak segan-segan sanksi pidana dapat dijatuhkan kepada pelaku pengedar rokok ilegal.
Di dalam Pasal 54 Undang-undang No. 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai. Diatur sebagai berikut.
“Setiap orang yang menawarkan, menyerahkan, menjual atau menyediakan untuk dijual barang kena cukai yang tidak dikemas untuk penjualan eceran atau tidak dilekati pita cukai atau tidak dibubuhi tanda pelunasan cukai lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 Ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.”
Dari Pasal 54 sudah jelas ya, kalo orang yang menjual rokok ilegal akan dijatuhi hukuman pidana.
Ternyata, negara nggak main-main dalam menindak pelaku pengedar rokok ilegal ini. Gila! Ancaman pidananya maksimal 5 (lima) tahun penjara, gaes. Kalau 5 (lima) tahun digunakan untuk kuliah, sudah bisa telat lulus dua semester.
BACA JUGA: JIKA ADA TEMBAKAU DI LADANG BOLEHKAH PEMERINTAH MENAIKKAN TARIF CUKAINYA?
Dampak Rokok Ilegal bagi Perekonomian dan Masyarakat
Meningkatnya peredaran rokok ilegal sebenernya nggak cuma merugikan negara dari sisi pendapatan, tapi juga membahayakan kesehatan masyarakat. Rokok ilegal sering kali tidak memenuhi standar kualitas dan bisa mengandung bahan-bahan berbahaya. Terus, peredaran rokok ilegal juga memperburuk citra industri tembakau yang legal dan berkontribusi pada perekonomian negara.
Mengurangi Peredaran Rokok Ilegal
Nah, untuk mengurangi peredaran rokok ilegal, perlu banget ada kerjasama antara pemerintah, aparat penegak hukum dan masyarakat. Pemerintah bisa meningkatkan pengawasan dan penindakan terhadap peredaran rokok ilegal dan masyarakat bisa ikut berperan dengan tidak membeli atau mengedarkan rokok tanpa cukai.
Namun, nggak bisa dipungkiri kalo salah satu alasan masyarakat memilih rokok ilegal, karena tarif cukai yang terlalu tinggi. Setinggi harapan tukang tuak yang mau naik haji. Jelas lah ya, nggak cocok di kantong medioker yang gajinya UMR. Bayangin aja, harga beberapa jenis rokok saat ini setara dengan empat kali makan nasi padang.
So, di sini kaka penulis mau menyampaikan ke pemerintah, bahwa seharusnya pemerintah sadar, kenaikan tarif cukai yang signifikan bisa mendorong masyarakat mencari alternatif yang lebih murah, meski itu melanggar hukum. Mengingat rokok merupakan bagian dari warisan budaya Indonesia, ada baiknya pemerintah meninjau kembali kebijakan tarif cukai agar tetap seimbang antara pendapatan negara dan kesejahteraan masyarakat.
Oke, sekian dulu tulisan kali ini. Semoga bermanfaat. Bye, bye!