Mendapatkan Tunjangan Hari Raya adalah momentum yang ditunggu-tunggu para pekerja, baik instansi negara maupun swasta. Lantas bagaimana sih, rekam jejak yang terjadi atas kemunculan THR di Indonesia yang kini menjadi produk hukum.
Aku rasa tradisi pemberian hadiah yang kerap disebut sebagai Tunjangan Hari Raya hanya ada di Indonesia. THR bukan sekedar produk kebudayaan yang bisa dinikmati umat beragama, tapi sudah menjadi ketetapan aturan hukum normatif di negara ini.
Berawal sekira tahun 1951, di mana Perdana Menteri RI Bapak Soekiman Wirjosandjojo memiliki program meningkatkan kesejahteraan Pamong Praja (kini PNS/ASN). Pada waktu menjelang hari raya, beliau memberikan tunjangan berupa uang persekot (pinjaman awal) dengan tujuan agar dapat mendorong kesejahteraan, dan uang tersebut nantinya akan dikembalikan ke negara dalam bentuk pemotongan gaji pada bulan berikutnya.
Dikarenakan berita program tunjangan yang saat itu hanya dapat dinikmati para Pamong Praja, kemudian sekira tahun 1952 barisan pekerja/buruh di luar pemerintah atau pekerja swasta menuntut hak untuk dapat diberikan tunjangan yang sama kepada Presiden Ir. Soekarno.
BACA JUGA: TEMPLATE PIDATO PEJABAT PAS ACARA HALAL BIHALAL YANG GITU-GITU AJA
Perjuangan kaum pekerja/buruh tak sia-sia, lantaran sekira tahun 1954 Menteri Perburuhan Indonesia pada masa Soekarno, Raden Ahem Erningpradja mengeluarkan surat edaran tentang hadiah lebaran dan menghimbau setiap perusahaan memberikan ‘hadiah lebaran’ untuk para pekerjanya sebesar seperdua-belas dari upah.
Atas keputusan menteri perburuhan tersebut, hadiah lebaran yang merupakan cikal bakal lahirnya Tunjangan Hari Raya sebagai produk budaya dan memperoleh ketetapan hukum dapat dinikmati semua umat beragama seperti sekarang ini.
Dikarenakan surat edaran tentang hadiah lebaran yang dikeluarkan Menteri Perburuhan Raden Ahem Erningpradja bersifat himbauan dan kurang kuatnya kekuatan hukum yang mengikat, maka banyak perusahaan yang tidak melaksanakan isi surat tersebut.
Kemudian sekira tahun 1961 muncul produk hukum awal, sebagai himbauan yang kini menjadi Peraturan Menteri No. 1 Tahun 1961 dan pada pokoknya mengatur tentang mewajibkan perusahaan memberikan hadiah lebaran kepada pekerja minimal 3 (tiga) bulan bekerja.
Setelah aturan tentang hadiah lebaran sudah diterapkan dan dilaksanakan barang kurang lebih 33 tahun, dimulai pada tahun 1961 kemudian sekira tahun 1994 konsep hadiah lebaran tersebut diubah oleh menteri ketenagakerjaan menjadi Tunjangan Hari Raya seperti yang dikenal selama ini.
BACA JUGA: REUNI MERUPAKAN AJANG UNTUK FLEXING
Jika dahulu seorang pekerja barulah mendapatkan THR ketika masa kerjanya minimal 3 tahun, namun di era aturan terbaru melalui Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016, kini aturan pemberian THR diberikan kepada pekerja minimal 1 (satu) bulan kerja yang dihitung secara proporsional.
Kini THR Milik Semua Orang
Setelah aku membahas rekam jejak sejarah THR dari ruang aturan hukumnya, pemaknaan THR di era sekarang ini kian meluas dalam format yang sangat beragam dan bisa dinikmati semua orang meskipun bukan pekerja.
Contohnya, pada saat momen lebaran ketika aku pulang kampung, dipastikan keponakan bahkan saudaraku yang masih kecil akan meminta uang THR atau Pe’cingan (dalam bahasa Tegal).
Jika makna awal THR sebagai konsep antara pemberi kerja dan pekerja, nyatanya konsep normatif sudah melebur. Kini THR juga dimaknai, keponakan yang meminta uang baru Omnya karena telah berpuasa selama sebulan penuh, antara saudara saling berbagi parsel atau hampers sebagai wujud rasa kebahagiaan di bulan kemenangan dan lain sebagainya.
Dalam tataran sosial pun, THR sejatinya memiliki arti kepedulian dan kasih sayang antar sesama umat manusia, karena hubungan kebaikan yang baik dan saling terjalin secara istiqamah.
Sehingga terkesan akan dianggap pelit jika menjelang lebaran, atasan, perusahaan atau lembaga-lembaga yang memiliki banyak tenaga kerja tidak mengeluarkan THR. Selain dapat dianggap pelit, juga bisa dilaporkan kepada kementerian ketenagakerjaan atau dinas ketenagakerjaan loh, karena tidak membayarkan THR.
Dari semua penjelasan tersebut benar sekali jika di hari lebaran tidak adanya THR