Dalam praktik peradilan perdata, banyak orang mengira bahwa semua bentuk kekalahan dalam gugatan memiliki arti yang sama. Padahal, putusan hakim bisa berbeda-beda dan dua istilah yang paling sering menimbulkan kebingungan adalah gugatan tidak dapat diterima (Niet Ontvankelijk Verklaard/NO) dan gugatan ditolak.
Keduanya sama-sama membuat penggugat tidak memperoleh apa yang dimintanya, tetapi akibat hukumnya sangat berbeda. Untuk memahami perbedaan itu, kita bisa memulainya dengan melihat bagaimana hukum acara perdata bekerja.
Gugatan Tidak Dapat Diterima (NO)
Gugatan tidak dapat diterima merupakan putusan yang dijatuhkan ketika gugatan tidak memenuhi syarat formil sehingga pokok perkara belum dapat diperiksa. Dalam perspektif teori hukum acara, hal ini berkaitan dengan apa yang disebut Prof. Sudikno Mertokusumo sebagai kompetensi formil, yaitu syarat-syarat administratif dan kejelasan gugatan yang harus dipenuhi sebelum pengadilan masuk ke tahap pemeriksaan substansi.
Jika syarat-syarat tersebut tidak terpenuhi, seperti identitas pihak yang tidak jelas, uraian peristiwa yang kabur (obscuur libel) atau pengajuan gugatan yang terlalu dini (prematur), maka hakim tidak memiliki dasar untuk melanjutkan pemeriksaan ke pokok perkara.
BACA JUGA: MENGENAL SYARAT MATERIIL DAN SYARAT FORMIL DALAM MEMBUAT GUGATAN
Alasan-alasan gugatan tidak dapat diterima dapat berkaitan dengan hal-hal berikut ini.
- Penggugat tidak punya legal standing (kedudukan hukum)
- Tergugat tidak jelas identitasnya (kabur/obscuur libel)
- Objek sengketa tidak jelas
- Gugatan diajukan sebelum waktunya (prematur)
- Gugatan diajukan di pengadilan yang tidak berwenang
Gugatan Ditolak
Berbeda dari itu, gugatan ditolak adalah putusan yang dijatuhkan setelah pengadilan memeriksa pokok perkara secara lengkap, termasuk mempelajari dalil, bukti surat, saksi dan seluruh rangkaian pembuktian. Gugatan ditolak berarti bahwa dalil penggugat tidak terbukti atau bukti yang diajukan tidak meyakinkan hakim. Dalam teori pembuktian, putusan ini terkait erat dengan konsep beban pembuktian (burden of proof) sebagaimana diatur dalam Pasal 1865 KUH Perdata, yang menyatakan bahwa siapa yang mengaku memiliki suatu hak harus membuktikan hak tersebut.
Pasal ini dipertegas oleh Pasal 163 HIR, yang meletakkan kewajiban pembuktian pada pihak yang mendalilkan. Jika penggugat gagal memenuhi beban tersebut, maka hakim akan menyatakan gugatan ditolak.
BACA JUGA: SIDANG GUGATAN PERDATA ITU APA SIH?
Konsekuensi Hukum
Perbedaan konsekuensi antara dua jenis putusan ini sangat berbeda. Jika gugatan dinyatakan tidak dapat diterima, penggugat berhak mengajukan gugatan kembali setelah memperbaiki kekurangan formil yang ada. Putusan ini tidak menutup kemungkinan pemeriksaan ulang, karena substansi belum dinilai sama sekali. Sebaliknya, jika gugatan ditolak, maka perkara tidak dapat diajukan ulang, karena pokok perkara sudah diputus. Jalan yang tersedia hanyalah upaya hukum seperti banding, kasasi dan peninjauan kembali.
Dengan memahami perbedaan mendasar antara gugatan tidak dapat diterima dan gugatan ditolak, kita bisa melihat bahwa putusan ‘kalah’ tidak selalu memiliki makna yang sama. Ada kekalahan karena kesalahan prosedur dan ada kekalahan karena substansi tidak terbukti. Kekalahan karena kesalahan prosedur dapat berakibat pada Putusan NO (gugatan tidak dapat diterima).
Sementara itu kekalahan karena substansi tidak terbukti mengakibatkan putusan yang menyatakan gugatan ditolak. Memahami keduanya membantu kita menyusun strategi litigasi yang lebih tepat, serta menghindari penyusunan gugatan yang berpotensi dinyatakan NO oleh pengadilan.


