Pro dan kontra soal manfaat dan larangan ganja gak bakalan selesai sampai tujuh turunan delapan tanjakan. Setelah sempet heboh masalah legalisasi ganja, beberapa pihak justru mempertanyakan ganja siapa yang mau dilegalisasi.
Ini masalah soal manfaat dan kegunaan ganja atau masalah perang dagang antara para raksasa industri farmasi buat ngangkangin ganja asli endemik Indonesia?
Jangan sampai kita terjebak dalam peperangan yang bukan milik kita, ndes.
Secara legal formal, penggunaan ganja di Indonesia diperbolehkan, tapi dengan syarat dan ketentuan berlaku. Syarat dan ketentuan yang pastinya berat, kalo gak berat nanti harga ganja di pasaran terjun bebas.
Ganja dan rekan sedarahnya, yang dalam Lampiran I angka 8 UU 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dimasukkan dalam kelas narkotika golongan I, sebenarnya boleh dan bisa dimanfaatkan secara sah untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sesuai bunyi Pasal 12 Ayat (1) UU yang sama.
Tapi dalam prakteknya nyaris mustahil untuk pemanfaatan ganja, walaupun demi ilmu pengetahuan dan teknologi. Istilahnya, secara ideologis politik Indonesia tidak mengijinkan adanya pemanfaatan ganja dan turunannya dengan alasan apapun.
Contohnya kemenkes sempet ngeluarin ijin penelitian ganja pada 2015, melalui surat yang ditandatangani Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan nomor LB.02.01/III.03/885/2015 tentang Izin Penelitian Menggunakan Cannabis. Tapi sekarang kabar beritanya hilang tertiup angin.
Bahkan ada klaim yang nyebutin kalo ganja mengandung salah satu zat yang mampu menyembuhkan penyakit HIV/AIDS. Penyakit yang sampai sekarang ini belum ditemuin obat dan vaksinnya. Kayak diberitain sama Tempo.co di bulan Mei 2019, ada pengakuan dari seorang penderita HIV/AIDS di Thailand yang mengaku sembuh berkat minyak ganja.
Si pasien yang tadinya hanya bisa terbaring di ruang perawatan khusus rumah sakit Thailand selama 20 tahun, mulai bisa bergerak dan berbicara setelah mendapatkan terapi minyak ganja. Setelah rutin mengkonsumsi minyak ganja alias cannabidiol ato CBD yang terkenal laris manis di luar negeri selama tiga minggu, si pasien ini perlahan menunjukkan perkembangan kesehatan dan kualitas hidupnya.
Human Immunodeficiency Virus alias HIV adalah virusnya, sedangkan Acquired Immune Deficiency Syndrome a.k.a AIDS adalah kondisi tubuh seseorang yang telah terinfeksi HIV. HIV/AIDS selama ini dianggap sebagai momok menakutkan bagi industri kesehatan dunia, jareba sampai saat ini belum ada vaksin dan obatnya. Selama ini para penderita hanya diterapi dengan obat antiretroviral (ARV), sebuah obat yang bekerja dengan menghilangkan unsur yang dibutuhkan virus HIV untuk menggandakan diri dan mencegah virus HIV menghancurkan sel CD4 ato T-cell.
Sebuah monster berbentuk virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia, melemahkannya hingga tubuh kehilangan kemampuan untuk melawan infeksi dan penyakit, menggerogoti kesehatan si empunya badan dari dalam secara perlahan-lahan. Virus ini pertama kali ditemukan di rumah sakit-rumah sakit di negara Afrika pada akhir tahun 1970-an. Tetapi kasus AIDS yang pertama kali dilaporkan terjadi di Los Angeles pada tanggal 5 Juni 1981.
Menurut UNAIDS si monster ini telah mencapai rekor dunia dengan menyebabkan lebih dari 36,9 juta masyarakat berbagai negara hidup bersama HIV dan AIDS pada 2017. Dari total penderita yang ada, 1,8 juta di antaranya adalah anak-anak berusia di bawah 15 tahun. Selebihnya adalah orang dewasa sebanyak 35,1 juta penderita. Dari jumlah tersebut 18,2 juta adalah wanita, sedangkan sisanya sebanyak 16,9 juta penderita adalah laki-laki.
BACA JUGA: PECANDU NARKOBA BUTUH DUKUNGAN KITA
Karena sepak terjang monster yang sangat ganas dan belum ada obatnya ini, maka akhirnya menggugah Dr. Jonathan Mann, Direktur Program AIDS Global (yang di kemudian hari dikenal dengan nama UNAIDS) mengumumkan pada 1 Desember 1988 sebagai hari AIDS Sedunia.
Mulai saat itu tiap tanggal 1 Desember diperingati sebagai Hari AIDS Sedunia yang dirayakan di berbagai negara. Sejak 1996, seiring dengan mulai beroperasinya UNAIDS, perencanaan dan promosi Hari AIDS Sedunia dikelola langsung oleh badan yang bernaung di bawah PBB itu. Bahkan terhitung mulai tahun 2004, Kampanye AIDS Sedunia (The World AIDS Campaign) diresmikan sebagai organisasi independen. Hingga saat ini, Hari AIDS Sedunia rutin dirayakan dan diperingati sebagai hari edukasi bagi masyarakat dunia untuk menyikapi HIV/AIDS dengan lebih baik lagi.
Tujuan utama diperingati Hari AIDS Sedunia tiap tanggal 1 Desember adalah untuk memperkuat dan mendukung respons yang meluas terhadap HIV dan AIDS, termasuk mencegah transmisi penyebaran HIV, menyediakan fasilitas dan dukungan untuk orang yang sudah terlanjur hidup dengan virus, mengurangi kerentanan seseorang dan komunitas terhadap HIV, serta mengurangi dampaknya.
Sayangnya si monster ini bekerja dengan sunyi, senyap dan tepat sasaran. Rata-rata penderita tidak menyadari dirinya telah terinfeksi virus HIV, hingga si penderita dinyatakan positif AIDS. Di Indonesia para penderita ini disebut sebagai Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA). Berdasarkan data yang dihimpun oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, estimasi ODHA pada tahun 2020 adalah sebanyak 543.075 yang tersebar di seluruh Indonesia.
BACA JUGA: AGENDA ASING DI BALIK BISNIS PENGENDALIAN TEMBAKAU
Penyebaran virus HIV pada dasarnya dapat terjadi melalui kontak cairan tubuh termasuk darah, air mani, cairan vagina, dan air susu ibu yang terinfeksi HIV. Siapa pun dari segala usia, ras, maupun jenis kelamin bisa terinfeksi HIV, termasuk bayi yang lahir dari ibu dengan HIV.
Karena sebab itulah ODHA seringkali diberikan stigma negatif, dijauhi masyarakat sekitar bahkan keluarganya, mereka dianggap menderita penyakit yang tabu dan memalukan. Padahal semua manusia bisa tertular virus dan menderita penyakit ini. Gak pandang usia, jenis kelamin, agama maupun status sosial. Inget jauhi penyakitnya bukan jauhi orangnya ndes.
Makanya buat gondes dan prendes di luar sana tetep berhati-hati jangan sampai tertular dan terinfeksi HIV/AIDS ya, karena belum ada obatnya. Jaga diri baik-baik, hindari dan jauhi perilaku yang beresiko tinggi seperti bergonta-ganti pasangan seksual tanpa menggunakan kondom, jangan menggunakan jarum suntik bekas, apalagi bekas mantan. Beresiko tinggi tertular penyakit HIV/AIDS yang terjangkiti kenangan masa lalu yang tak bisa dilupakan.
Ngeri banget to ndes penyakit ini, belum ada obatnya. Mangkanya selama ada kesempatan dan kemungkinan, sekecil apapun sebaiknya tetep dimanfaatkan semaksimal mungkin demi keberlangsungan ras manusia di dunia ini. termasuk soal persentase keberhasilan ganja sebagai obat HIV/AIDS.
Semestinya keran penelitian ganja dan sodara kandungnya untuk ilmu pengetahuan dan teknologi dibuka sebesar-besarnya, kalo perlu pake keran 4 inchi biar banter. Udah saatnya Pasal 12 UU Narkotika diterapin beneran, ideologis politis negara sedikit dirubah demi kepentingan lebih besar. Karena apapun itu negara bertanggung jawab terhadap kesehatan dan kualitas hidup warga negaranya, kayak apa yang diamanahin sama konstitusi negara.
Oiya, selamat Hari AIDS Sejagat Semesta, mari kita sama-sama tingkatkan kesadaran dunia bahwa pelayanan kesehatan dan segala upaya mencari pengobatan yang tepat untuk penderita HIV/AIDS adalah yang utama. Solidaritas global adalah koentjik.
Bukankah hukum itu harus bermanfaat bagi masyarakatnya ?
AUTHOR NOTE :
Tetep sehat dan tetep berkarya,
Karena kesehatanmu yang utama ndes.