Jagad dunia maya heboh. Kali ini gara-gara sebuah hoax berbentuk fitnah yang memakan korban jiwa seorang guru di Prancis. Kasus ini memicu demo besar-besaran, bahkan di lini masa sosmed Indonesia sempet heboh ajakan rame-rame untuk memboikot produk Prancis, ndes.
Hoax ini semacam kabar bohong yang didengungkan terus-menerus, hingga efeknya seperti kabar nyata. Pinjem istilahnya The Magnificient Joseph Goebbels yang dinobatkan jadi Bapak Propaganda Dunia, dalam nubuatnya beliau bilang kalo sebuah kebohongan yang diulang-ulang akan menjadi kebenaran itu sendiri. Dan emang bener, Joseph Goebbels lewat program propaganda Nazi dan para netijen yang budiman melalui jempolnya, telah dengan sukses membuktikan nubuat tersebut.
Bermula dari kisah bohong seorang anak sekolahan di Prancis gara-gara takut konangan mbolos sama bapaknya, seorang bapak yang uda kemakan cerita boong anaknya, nyebarin hoax berupa fitnah di media sosialnya yang kemudian viral. Kemudian keviralannya itu tadi menjangkau seorang imigran yang udah teradikalisasi, bak gayung bersambut hoax tersebut akhirnya memakan korban seorang guru yang akhirnya meninggal karena dipenggal.
Kalo di Indonesia, segala hal tentang hoax sebenere udah diatur dalam beberapa peraturan perundangan. Mulai dari KUHP di Pasal 310 dan 311 sampai UU ITE udah mengatur soal hoax. Tapi segala hal tentang fitnah, penistaan, kabar bohong, hoax lan sak panunggalane terus-terusan terjadi. Googling sendiri ya ndes, jangan males. Males itu gak ada obatnya lo.
BACA JUGA: MAKELAR HOAX
Jangankan UU yang buatan manusia, la wong jelas-jelas fitnah itu dilarang sama semua agama Samawi lewat firman Tuhan di dalem kitab-kitabnya. Gitupun masih dilawan kok. Pie sih?!
“Iya, ya, Trot. Bwuanyak bet hoax bertebaran di medsos. Mulai dari hoax soal vaksin, sampek hoax yang mengatasnamakan agama sliweran di beranda medsos dan menclok dari grup-grup WA.” Kata Gombloh manggut-manggut sajake dong.
“Iyalah Mbloh, apalagi jaman sekarang yang katanya kemajuan jaman, internet of thing. Kemudahan akses informasi melalui jaringan internet juga berbanding lurus sama gampangnya hoax bertebaran di beranda medsos.” Jelas Foxtrot.
“Bak pisau bermata panda.”
“Mata dua Trot!” Sahut Gombloh emosi.
“Ish brisik, namanya juga komedi Mbloh! Selow lho. Bak pisau bermata dua, kemajuan jaman ini bisa berefek positif ato negatif, tergantung siapa operatornya Mbloh.” Sambung Foxtrot santuiy kayak habis makan gule kikilnya Duta Minang, njuk rokokan sebats. Sssshhhh … aaahhh … bbbuuullll ….
“Ketika internet dan medsos digunain untuk nyebarin hoax serta nimbulin perpecahan, sifatnya sendiri yang tadinya bermanfaat berubah jadi toksik Mbloh. Padahal banyak hal bisa dilakuin dan didapet dari kemudahan akses internet dan media sosial Mbloh.” Lanjut Foxtrot di kultumnya.
“Hal toksik tersebut, dampaknya luar biasa Mbloh. Belajar dari kisah hoax di Prancis tersebut, yang akhirnya viral malah justru mengundang perpecahan dan pertikaian berdarah yang memakan korban jiwa loh.”
“Ho oh Trot, ibarat karena nila setitik, rusak susu sebelahnya.”
“Sebelangga bangke, bukan sebelahnya!” Kesal Foxtrot.
“Ealah, kan komedi Trot. Ojok serius-serius nanti kemakan hoax lho.” Jawab Gombloh cengengesan.
“Ada teori yang bilang kalo algoritma medsos itu bikin manusia penggunanya hidup di echo chamber ato ruang gema pendapat sendiri. Orang cenderung lebih mudah menyetujui dan membagikan informasi yang sejalan dan senada dengan pikiran dan pendapatnya.
Jadinya kita-kita ini Mbloh gak bertukar gagasan dengan orang yang berpendapat berbeda, gak ada lagi fit and proper test biar pendapat kita battle proven. Gak bertabayun lagi sama ahli-ahli hukum dan agama. Wes merasa pendapatnya paling bener karena beranda medsosnya penuh dengan berita yang mendukung, kita hanya disediakan satu sudut pandang Mbloh, yaitu sudut pandang yang sebenere udah kita pilih dari awal.” Kata Foxtrot.
“Ya kalok pendapatnya bener Mbloh, nah kalo pendapatnya nyleneh dan membahayakan orang lain gimana? Wes dasare uteke sengkleh, baca berita hoax yang malah nambahin kesengklehannya itu tadi. Tinggal nunggu waktu meledaknya aja Mbloh.” Sambung Foxtrot sambil nyemil gule kepala patin.
BACA JUGA: CURKUM #64 PERBEDAAN PEMBUNUHAN DAN PEMBUNUHAN BERENCANA
“Apalagi ditambah hoax tersebut yang nyebarin seorang sosok influencer. Tambah terstruktur, sistematis dan massif akibatnya Trot.”
“Di sisi lain Mbloh, kemajuan teknologi internet dan media sosial harus diapresiasi sebagai salah satu perwujudan nyata kebebasan berekspresi yang selalu digaungkan oleh para corong undang-undang. Cuman sayangnya kebebasan berekspresi ini terdistorsi jadi sebuah keliaran berekspresi, yang justru menimbulkan polarisasi di masyarakat.” Kata Foxtrot.
“Masyarakat yang harusnya bergotong royong dan musyawarah mufakat kek visi misi NKRI justru malah dihadap-hadapkan efek dari polarisasi di medsos itu Mbloh. Setiap perbedaan pendapat selalu diartikan menjadi sebuah pertikaian, gak ada lagi kebiasaan kongkow bareng sambil diskusi memperdebatkan perbedaan pendapat lagi. Istilah bulenya with me or against me!”
“Iya bener Trot, wajah Indonesia yang ramah tergantikan dengan wajah netijen Indonesia yang galak, mudah terpancing hoax, serta tidak mengenal sopan santun. Wes ora ono unggah ungguh yen nang njero medsos kui Trot.” Koar Gombloh berapi-api.
“Urip iku urup Mbloh, sebaik-baiknya kehidupan seorang manusia adalah yang berguna bagi sesamanya. Di Jaman 4.0 ini internet adalah segalanya, tapi jangan sampek internet bikin kita lupa gimana caranya jadi manusia sesungguhnya. Maka jadikanlah jempol dan gadgetmu sebagai sarana berbuat kebaikan. Minimal gak ikut-ikutan nyebarin hoax. Inget fitnah itu lebih kejam daripada gak fitnah pembunuhan lo Mbloh.” Punchline dari Foxtrot menutup pembicaraan gak mutu hari ini.
Lebih gak bermutu yang mau baca tulisan ini. Hahahahahaha.
AUTHOR NOTE :
Kau hancurkan aku dengan sikapmu
Tak sadarkah kau telah menyakitiku
Lelah hati ini meyakinkanmu
Cinta ini membunuhku