Saya memang kurang update dengan dunia persosmed-an, bisa dibilang saya ini kuper. Saat semua orang suka pake Ig dan twitter, saya masih aja anteng pake fesbuk. Saat orang lain lebih cepat dapat informasi dengan liat trending topik, saya baru ngeh ada kasus trending beberapa hari kemudian. Yooo, jelas aja jadi sering ketinggalan berita. Eh, tapi gapapa, bukankah lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali.
Beberapa hari ini saya sering liat infografik seputar kalahnya gugatan Ruben Onsu terkait merek Bensu di beranda fesbuk. Ya, telat banget kan. Saya baru tau setelah beberapa temen posting dan ngasi berbagai pendapatnya tentang putusan merek Bensu.
Sebenernya saya ga begitu asing dengan merek Bensu. Ya, walaupun bukan ayam gepreknya, saya pernah nyobain bakso bermerek Bensu. Cukup sekali aja, karena ternyata gak cocok di kantong saya, hahahaha.
Kali ini saya khusus akan membahas tentang ayam geprek. Sebenernya apa sih, yang dimaksud dengan ayam geprek? Ya, tentu saja kalian gak akan pernah menemukan kosa kata ayam geprek di KBBI, hahahha.
Geprek diambil dari bahasa Jawa yang berarti ‘dipukul,’ ‘ditekan,’ atau ‘dilumatkan.’ Apakah semua ayam yang dipukul, ditekan, atau dilumatkan termasuk kategori ayam geprek? Ohh, tentu tidak, bisa jadi ayam tersebut masuk dalam kategori ayam penyet. Buat penggemar ayam yang dipukul, ditekan, atau dilumatkan pasti tau apa bedanya ayam geprek dan ayam penyet. Kalo penasaran, silakan cari tau apa bedanya.
Ayam geprek pertama yang saya makan dan sampe sekarang masih tetap jadi idola adalah ayam geprek Bu Rum. Pertama kali makan ayam geprek ini sekitar tahun 2003-an. Yess, ayam ini selain enak, juga membangkitkan seluruh kenangan. Banyak teman-teman yang sudah hengkang dari Jogja merindukan pedasnya remahan tepung krispi dari sayap ayam yang kriuk-kriuk. Eehhh, nampaknya ayam Bu Rum inilah yang menjadi pionir berkembangnya berbagai merek ayam geprek yang wah. Dikemas dengan eksklusif dan tentunya berkembang dengan varian-varian baru, misalnya dengan bertopingkan keju mozarela.
BACA JUGA: APAKAH DEDDY CORBUZIER MELANGGAR ATURAN MEWAWANCARAI BU SITI FADILAH?
Lah, jadi kemana-mana kan. Wes, intinya ayam geprek Bu Rum juara. Saya suka. Meskipun enak, tapi ayam geprek Bu Rum mungkin tidak sepopuler ayam geprek Bensu. Tentu saja, karena merek Bensu kan sudah terkenal seantero negeri. Bisa dibilang Bensu identik dengan Ruben Onsu. Bensu juga terkenal dengan berbagai bisnis kulinernya. Seperti saya bilang, saya juga pernah makan baksonya.
Mengingat Ruben Onsu adalah publik figur, maka wajar aja kalo banyak asumsi bahwa merek Bensu yang melekat pada produk ayam geprek Bensu merupakan singkatan dari Ruben Onsu. Sekali lagi, siapa sih, yang gak pernah denger nama Bensu.
Trending topik yang saya bahas di atas tadi tentunya bisa jadi tolok ukur, bahwa banyak netizen yang baru tau, ternyata secara hukum merek Bensu bukanlah milik Ruben Onsu. Kaget plus banyak yang auto nyinyir tentunya. Haiii gaes, wes ga usah kagetan, dunia bisnis emang begitu. Makanya hukum mengatur segala sesuatunya. Ya, untuk ngasih perlindungan bagi kaum-kaum pencari keadilan.
Perkara merek bukanlah hal mudah untuk diselesaikan. Gak cuma hukumnya, secara ekonomi juga perkara merek punya implikasi yang luar biasa. Dulu, ketika saya mengambil mata kuliah marketing, dosen saya pernah bilang, ganti merek sama dengan ganti agama. Begitu seramnya.
Menjadi pengguna merek pertama (first to use) tidak serta merta mendapatkan perlindungan hukum. Kenapa? Ya karena Pasal 3 UU No. 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis mengatur bahwa hak atas merek diperoleh setelah mendaftar. Sebaliknya pendaftar merek pertama (first to file) juga belum tentu mendapatkan perlindungan hukum, jika terbukti pemohon beriktikad tidak baik. Nih, kasus merek Bensu jadi buktinya.
Gak tau kenapa, saya pengen banget mengapresiasi kinerja majelis hakim pemeriksa perkara merek Bensu ini. Serius deh, baca putusannya berasa nonton drama Korea 16 episode, dengan akhir happy ending. Putusan bernomor 56/Pdt.Sus-HKI/Merek/2019/PN Niaga Jkt.Pst serasa mencerminkan keadilan bagi pihak yang terzolimi. Saya bukan fans ataupun hatersnya Ruben Onsu. Ciyusss, pendapat saya objektif karena saya membaca putusannya. Berbagai bukti yang diajukan dalam persidangan tentunya bisa menggambarkan begitu peliknya perebutan merek Bensu ini.
Meskipun Pasal 3 UU Merek dan Indikasi Geografis menganut prinsip first to file, tapi untuk memberikan perlindungan hukum kepada pihak yang beriktikad baik, UU Merek dan Indikasi Geografis juga mengatur perlindungan hukum bagi pengguna merek beriktikad baik.
Ketentuan Pasal 21 Ayat (3) Merek dan Indikasi Geografis menyebutkan bahwa permohonan merek akan ditolak jika diajukan oleh pemohon yang beriktikad tidak baik.
BACA JUGA: WASPADA PENIPUAN BERKEDOK KERJASAMA BISNIS
Selanjutnya, jika melihat penjelasan Pasal 21 Ayat (3) Merek dan Indikasi Geografis bisa diketahui bahwa yang dimaksud dengan pemohon beriktikad tidak baik adalah pemohon yang patut diduga dalam mendaftarkan mereknya memiliki niat untuk meniru, menjiplak atau mengikuti merek pihak lain demi kepentingan usahanya menimbulkan kondisi persaingan usaha tidak sehat, mengecoh atau menyesatkan konsumen.
Meskipun benar merek Bensu yang terdaftar atas nama Ruben Onsu didaftarkan sejak 3 September 2015, namun dalam persidangan terungkap fakta bahwa merek Bensu awalnya merupakan singkatan dari Bengkel Susu yang terdaftar atas nama Jessy Handallim kemudian dibeli oleh Ruben Onsu.
Kalo kalian baca dengan detail putusannya, baru deh kalian akan ngeh, kenapa bisa akhirnya pengadilan membatalkan 6 merek Bensu yang terdaftar atas nama Ruben Onsu. Ya, sekali lagi bak drama korea, perebutan merek Bensu ini penuh trik dan intrik seru yang berakhir dengan happy ending. Bengkel Susu, Ruben Onsu, Benny Sujono semua sama-sama bisa disingkat Bensu. Ya kan?