Pasti sudah pada tahu kan soal DPR RI mengusulkan Jakarta jadi kota legislasi. Meskipun kemendagri bilang kalau usulan itu langsung ditolak, tapi jari ini tak kuasa untuk julid.
Awal ceritanya gini, saat rapat Panja RUU DKJ ada anggota Badan Legislasi (Baleg) Hermanto dari fraksi PKS mengusulkan, “Pembagian wewenang dari IKN dan Jakarta. Beliau beranggapan sebaiknya IKN menjadi pusat pemerintahan dan Jakarta menjadi pusat lembaga legislatif.”
Trus, diklarifikasi sama Wakil Ketua Baleg Achmad Baidowi yang saat itu memimpin rapat Panja. Beliau bilang DPR itu, “Bukan tidak mau pindah, tapi untuk menjaga kesinambungan kesejarahan Jakarta sebagai ibu kota, salah satu aktivitas pemerintah pusat itu harus tetap ada di Jakarta, artinya parlemen itu bisa berkantor dua.” Ish, gemes banget liat usulan dan klarifikasi ini, mari kita julid.
Terlepas dari pro-kontra pemindahan ibu kota, kita sama-sama tahu bahwa UU IKN itu dibuat dan dibahas bersama antara pemerintah dan DPR. Logikanya dua lembaga ini sudah tahu konsekuensi apa yang harus diterima. Kok, malah tiba-tiba mengganggu kesabaran orang puasa dengan mengusulkan nggak mau pindah. Untungnya pemerintah nggak mau susah sendiri, alias nggak menerima usulan itu.
BACA JUGA: APAKAH PEMINDAHAN IBUKOTA KE NUSANTARA SIAP SECARA HUKUM?
Padahal sudah jelas banget loh, Pasal 22 Ayat 1 UU IKN bilang, “Lembaga negara berpindah kedudukan serta menjalankan tugas, fungsi dan peran secara bertahap di ibu kota negara. Kalo kita merujuk ketentuan umum di Pasal 1 angka 3 UU IKN yaitu lembaga negara adalah lembaga yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif dan yudikatif di tingkat pusat.” Artinya, DPR harus pindah ke IKN juga dong.
Mendengar klarifikasi Wakil Ketua Baleg juga bikin emosi, maunya DPR ngantor di IKN dan Jakarta. Ini makin ngaco sih, usulnya. Bayangin deh, sekarang DPR berkantor dan tinggal di Jakarta aja banyak yang mangkir kalo rapat. Gimana ntar, kalo harus ngantor di dua tempat. Bisa-bisa pesawatnya nyasar sampai Bali.
Secara anggaran ini sudah pasti pemborosan. Karyawan saja kalo dinas ke cabang mendapatkan tunjangan dan lumayan besar. Emang mau anggota DPR disuruh bolak-balik Jakarta-IKN tanpa tunjangan? Yang bener saja, rugi dong!
Belum lagi masalah teknis, yang sudah kebayang di otakku andai kejadian beneran DPR ngantor di dua tempat. Tiba-tiba ada tagline berita “Rapat Pembahasan RUU XXX ditunda karena berkas usulan RUU masih dalam pengiriman dari IKN.” Ya, itu hanya berandai-andai sih. Lagian nggak mungkin dong, pemerintah dan DPR ngelakuin kesalahan sepele gitu.
BACA JUGA: MINIMAL KAYAK GINI KALAU MAU BANGUN KOTA SETARA JAKARTA
Satu lagi Pasal 42 Ayat 7 UU IKN ngasih amanat ke DPR “Pada saat undang-undang ini mulai berlaku, DPR melalui alat kelengkapan dewan yang membidangi pemerintahan mengadakan pengawasan, pemantauan dan peninjauan atas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus IbuKota Nusantara.”
Nah, dari amanat itu bisa dibilang bahwa pengawasnya nggak fokus di IKN. Gimana pengawasan itu bisa efektif. Ya, kan? Mau gimana pun juga, DPR itu tetap wakil rakyat yang pastinya rakyat mau pembangunan IKN berjalan lancar, karena banyak banget anggaran yang dipakai. Jangan sampai IKN cuma jadi proyek gagal atau ladang mega korupsi gara-gara pengawasannya nggak optimal.
Harapan ke depannya DPR jangan bikin statement yang kontroversial begini ya, apalagi diam-diam nanti dilaksanakan beneran dan bikin heboh masyarakat. Sebagai wakil rakyat harus mau dong, merasakan susahnya rakyat yang belum mendapatkan pemerataan pembangunan. Walaupun itungannya IKN ini digenjot pembangunannya. Jadi ya, nggak sengsara-sengsara amat. Palingan nggak ada mall mewah dan restoran mewah buat jalan-jalan, tapi itu sementara doang, ntar lama-lama juga ada.
Kataku sih, untuk menghadapi situasi kayak gini pemerintah harus tegas. Applause deh, buat pemerintah yang berani langsung menolak usulan DPR kemarin.