Halo redaksi, izin bertanya. Kenapa sih, kelalaian sering banget dijadikan biang kerok terjadinya permasalahan. Emang kelalaian apa aja sih, yang dianggap melanggar hukum? Terima kasih.
Jawaban:
Hai, kak. Sebelumnya terima kasih ya, atas pertanyaannya. Oke, mari kita bahas.
Pada umumnya, setiap kejahatan atau tindak pidana adalah disengaja, karena adanya unsur-unsur kesengajaan, yaitu kehendak untuk melakukan kejahatan dan kehendak terwujudnya akibat serta mengetahui seluruh unsur-unsur kejahatan yang ditetapkan hukum. Tapi, terdapat pengecualian pada beberapa kejahatan atau delik yang merupakan kesalahan tidak disengaja atau kealpaan.
Untuk lebih jelasnya akan dibahas pengertian kealpaan dan macam-macam kealpaan.
BACA JUGA: CURKUM #137 PERBEDAAN LAPORAN DAN PENGADUAN DALAM HUKUM PIDANA
- Pengertian Kelalaian/Kealpaan (Culpa)
Kealpaan/kelalaian (culpa) seperti juga kesengajaan (dolus) adalah salah satu bentuk kesalahan (schuld). Kealpaan merupakan bentuk kesalahan yang lebih ringan dari kesengajaan, akan tetapi bukan kesengajaan yang ringan. Arti kata culpa/kelalaian dalam ilmu hukum mempunyai arti yaitu, suatu macam kesalahan sebagai akibat kurang berhati-hati sehingga secara tidak sengaja sesuatu terjadi.
Di dalam undang-undang tidak ditentukan apa arti dari kealpaan. Tapi, para pakar dan ahli hukum pidana membuat definisi kealpaan, yaitu mengarahkan kehendak untuk melakukan kejahatan, tetapi tidak mengarahkan kehendak untuk terwujudnya akibat dari perbuatan tersebut dan terjadinya akibat tadi merupakan hasil dari kesalahan pelanggar karena ia dapat memperkirakan kemungkinan terjadinya akibat bahkan dapat mencegah terjadinya akibat tersebut.
Menurut Simons syarat terjadinya kelalaian (culpa) karena dua hal antara lain:
- tidak adanya kehati-hatian;
- kurangnya perhatian terhadap akibat yang mungkin terjadi.
Sedangkan Van Hamel menyatakan sebab terjadinya kelalaian (culpa) antara lain:
- tidak adanya penduga-duga yang diperlukan;
- tidak adanya kehati-hatian yang diperlukan.
- Macam-macam kelalaian (kealpaan/culpa)
Dari sudut kecerdasan atau kekuatan ingatan pelaku.
- Kealpaan berat (culpa lata) yaitu kealpaan yang terjadi pada kejahatan hukum pidana.
- Kealpaan ringan (culpa levis) yaitu kealpaan yang terjadi pada kejahatan hukum perdata/madani. Pembagian ini tidak begitu kuat dan mayoritas ahli hukum tidak membedakan pembagian ini.
Dari sudut kesadaran pelaku.
Menurut D. Schaffmeister, N. Keijzer dan E. PH Sutorius, kealpaan ada dua skema antara lain:
- Kealpaan yang disadari (bewustheid) yakni seseorang melakukan sesuatu perbuatan yang sudah dapat dibayangkan akibat buruk akan terjadi, tapi tetap melakukannya. Contohnya, sembrono (roekeloos), lalai (onachttzaam), tidak acuh. Dimana seseorang sadar akan risiko, tetapi berharap akibat buruk tidak akan terjadi.
- Kealpaan yang tidak disadari (onbewuste schuld), yaitu bila pelaku tidak dapat membayangkan sama sekali akibat yang ditimbulkan oleh perbuatannya yang seharusnya dibayangkan. Contohnya, kurang berpikir (onnadentkend), lengah (onoplettend), dimana seseorang seharusnya sadar dengan risiko tetapi tidak demikian.
Kemudian untuk menentukan kealpaan seseorang sehingga dinyatakan bersalah, harus dilihat peristiwa demi peristiwa yang memakai ukuran normatif dari kealpaan oleh hakim. Hakim harus menilai suatu perbuatan in concreto dengan ukuran norma penghati-hati atau penduga-duga. Memperhitungkan segala keadaan pribadi si pembuat. Oleh karena itu segala keadaan yang objektif dan yang menyangkut si pembuat sendiri harus diteliti dengan seksama.
BACA JUGA: 3 PERBEDAAN HUKUM PIDANA DAN HUKUM PERDATA
Untuk menentukan kurang hati-hati si pelaku dapat digunakan ukuran apakah dia “Ada kewajiban untuk berbuat lain.” Kewajiban ini dapat diambil dari ketentuan UU atau di luar UU dengan memperhatikan segala keadaan apakah yang harus dilakukan olehnya. Jika dia tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan, maka hal tersebut menjadi dasar untuk dapat mengatakan bahwa dia alpa.
Contoh pasal yang terdapat unsur culpa yakni, delik yang dirumuskan dalam Pasal 359, 360, 188 dan 409 KUHP dapat disebut delik culpoos dalam arti yang sesungguhnya. Di samping ada delik-delik yang dalam perumusannya memuat unsur kesengajaan dan kealpaan sekaligus sedang ancaman pidananya sama. Misalnya Pasal 480 KUHP (penadahan), Pasal 483 dan 484 (delik yang menyangkut pencetak dan penerbit), serta Pasal 287, 288 dan 292 KUHP (delik kesusilaan).
Istilah yang dipakai dalam delik tersebut adalah ‘diketahui’ atau ‘mengerti’ untuk kesengajaan dan ‘sepatutnya harus diduga’ atau ‘seharusnya menduga’ untuk kealpaan. Jadi, terdapat beberapa perbuatan yang jika memenuhi unsur-unsur perbuatan tindak pidana yang ditimbulkan oleh kelalaian atau kealpaan seseorang maka dapat dijatuhi pidana sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.