Ternyata dampak dari curah hujan tinggi di Indonesia tidak hanya menyebabkan banjir. Tapi pemerintah juga mengambil ancang-ancang untuk impor beras dari Thailand. Loh kok bisa? Ya bisa dong, apa sih yang gak bisa di negara kita ini.
Belakangan ini memang curah hujan di Kalimantan dan Pulau Jawa tergolong tinggi. Ya jadi tak salah jika pemerintah mendata bahwa banyak sawah petani yang bakal kebanjiran, ujungnya padi akan basah. Nah, untuk mengantisipasi hal tersebut, kementrian perdagangan mengambil kebijakan untuk mengimpor beras sebanyak 1 ton dari Thailand.
Loh pak? Inikan yang kebanjiran sawahnya petani, dampaknya gabah basah, kok bukannya memperkuat sistem pengeringan padi dalam negeri, bapak malah mengambil kebijakan mengimpor beras dari Thailand?
Begitulah kira-kira pertanyaan saya setelah membaca berita dari laman Tirto.id tentang “Menelaah Klaim Gabah Basah yang Jadi Alasan Impor Beras.” Intinya dalam berita itu menyebutkan pemerintah mengklaim impor beras karena gabah di petani basah. Masalahnya klaim tersebut lemah.
Jadi Pak Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan, hujan telah menyebabkan gabah petani menjadi basah, sehingga tidak bisa dijual ke Bulog lantaran tidak memenuhi standar kadar air. Keadaan diperburuk oleh minimnya ketersediaan alat pengering di tingkat petani. Akhirnya penyerapan gabah ke Bulog hanya mencapai 85 ribu ton di bawah perkiraan sebanyak 500 ribu ton.
BACA JUGA: PEMERINTAH TIDAK PERLU DI KRITIK, TAPI PERLU BERKACA SAJA
Selain itu pak mentri juga mengatakan stok beras Bulog saat ini di bawah 500 ribu ton. Angka ini menurutnya merupakan “Stok Bulog paling rendah dalam sejarah.” Jumlah itu didapat dari perkiraan stok beras per 2021 sebanyak 800 ribu ton dikurangi total beras turun mutu hasil impor 2018 yang tidak terpakai hingga hari ini. Total beras yang dianggap turun kualitasnya itu mencapai 270 ribu-300 ribu ton. Dengan latar belakang tersebut, dalam rapat koordinasi nasional di Kemenko Perekonomian Januari lalu, pemerintah memutuskan mengimpor 1 juta ton beras.
Nah pak, logika awam saya sebagai orang hukum. Ketika alat pengering di tingkat petani masih minim, kok gak diperkuat saja pak. Dibanyakin jumlahnya gitu, pasti petani senang pak. Apalagi selain diguyur hujan, ketika menanam padi petani juga sudah berpanas-panas loh.
Ini sekedar saran saja sih pak, sebagai orang hukum yang tetap mencoba eksis menulis persoalan-persoalan bangsa. Nggayane saya ini pren.
Berhubung saya orang hukum, Ketika mendengar kata impor beras. Otak langsung menuju ke Permen Perdagangan RI No. 01 Tahun 2018 Tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Beras. Jadi peraturan tersebutlah yang dijadikan acuan untuk sistem ekspor dan impor beras yang dilakukan oleh pemerintahan kita pren.
Jika menurut aturan Permen Perdagangan RI No. 1 Tahun 2018 tersebut, impor beras pada intinya adalah kegiatan memasukkan beras ke daerah Pabean. Sedangkan impor beras untuk keperluan umum adalah impor beras sebagai cadangan yang sewaktu-waktu dapat dipergunakan oleh pemerintah untuk keperluan antara lain stabilisasi harga, penanggulangan keadaan darurat, masyarakat miskin, kerawanan pangan dan keadaan tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah.
Nah terus, kegiatan impor beras 1 ton tersebut masuk ke kategori mana ya kira-kira? Impor beras biasa atau impor beras untuk keperluan umum yang esensinya untuk keperluan stabilisasi harga dan kegiatan sosial perihal kemiskinan.
Tentu pertanyaan ini bukan kapasitas saya dong yang menjawab. Kali aja ada kawan-kawan yang tau, bisalah tulisan saya ini dibalas dengan artikel lanjutan.
Setelah kita tahu tentang jenis impor beras, sebenernya apa sih, tujuan pemerintah mengimpor beras. Jika melihat Pasal 15 Permen tersebut, tujuannya adalah untuk keperluan umum, hibah dan keperluan lain-lainnya.
Nah, tebakan saya tentang alasan banyaknya hasil panen petani Indonesia yang terendam air hujan, ini masuk ke alasan tujuan impornya apa ya? Untuk kepentingan umum kah?
BACA JUGA: SELAIN AIR, BANJIR MANUSIA SILVER MENGGENANGI PULAU JAWA
Sedangkan alurnya pren, jika impor beras bertujuan untuk keperluan umum, maka menurut Pasal 16 dan Pasal 17 impor hanya dapat dilakukan oleh Perusahaan Bulog, yang dalam hal ini sudah mendapatkan persetujuan dari Kementerian Perdagangan.
Selanjutnya jika keperluan impor beras dengan tujuan hibah, yang dapat melakukan kegiatan impor tersebut adalah lembaga/organisasi sosial atau badan pemerintah harus mengajukan permohonan secara elektronik kepada menteri dalam hal ini Direktur Jenderal, dengan melampirkan dokumen-dokumen sebagaimana lengkapnya diatur dalam Pasal 20.
Jika impor beras dengan tujuan untuk keperluan lain-lain, Pasal 23 menyebutkan pihak yang berwenang melakukan impor yaitu perusahaan pemilik Angka Pengenal Importir Produsen (API-P), untuk kebutuhan bahan baku industri; dan Badan Usaha Milik Negara, untuk kebutuhan selain bahan baku industri.
Kalo kalian baca dan simak dalam Permen Perdagangan RI No. 1 Tahun 2018 masih banyak lagi aturan teknis untuk ekspor dan impor beras.
Nah, setelah kalian membaca mencermati dan meneliti permen tersebut, menurut kalian sudah tepatkah Impor beras 1 ton di tahun 2021 ini dilakukan. Apalagi alasannya gegara curah hujan tinggi pren, silakan jawab dengan artikel yak.