Rupa-rupanya ramalan legenda Trio Warkop DKI pas banget nggambarin keadaan sekarang. Itu tu slogan, “Tertawalah sebelum tertawa itu dilarang” yang ada di filmnya dengan judul Sudah Pasti Tahan. Padahal film tersebut dirilis 29 tahun yang lalu ndes. Warbyasak memang trio legenda ini, visioner banget. Kalo bahan bercandaan terlalu diseriusin, fix hidupmu spanneng kakaaaaa.
Dalam kesempatan acara Mata Najwa yang tayang di Metro TV pada Rabu, 19 Oktober 2016 yang bertemakan Politik Jenaka, satu-satunya dari Trio Warkop DKI yang tersisa, the living legend Bang Indro alias Indrodjojo Kusumonegoro bilang kalo slogan itu tercetus gegara merefleksikan keadaan dan kondisi politik Indonesia pada saat itu. Saat pemerintahan yang berkuasa cenderung absolut dan otoriter, jadinya orang mau bikin lawakan aja pasti dicurigain, yang mau ketawa pun jadi waspada. Telinga pemerintah tersebar di panggung-panggung kesenian. Ngeri ya, banyak telinga bertebaran di mana-mana.
Keadaan dan kondisi politik Indonesia pada tahun film itu dirilis juga mengalami kegentingan luar biasa, darurat kebebasan pendapat. Banyak film, buku dan acara musik dilarang tampil, kantor media massa oposisi ramai-ramai dibredel. Aktivis kemanusiaan yang dianggap ekstrim dan sayap kiri di‘hilang’kan. Organisasi dan perkumpulan orang selalu bergerak dalam gelap karena jadi bulan-bulanan penguasa.
Bayangin ndes, ketawa sebagai salah satu bentuk emosi dasar manusia dilarang. Itu kayak hak dasarmu dicabut, mau pipis tapi dilarang. Pie jal rasanya pengen pipis tapi gak boleh, ditahan lama-lama jadi infeksi saluran kencing dan gagal ginjal.
Apa bedanya sama keadaan sekarang ndes? Kamu liat sendiri to, banyak Kang Bakso bawa HT ke mana-mana. Waspadalah, waspadalah!
BACA JUGA: AWAS BAHAYA LATEN BAPER DALAM DEMOKRASI
Kayak kejadian yang menimpa Mas Ismali Ahmad, seorang warga Kepulauan Sula, Maluku Utara. Doi bikin guyonan soal 3 polisi jujur di Indonesia, guyonan yang sebenere dipelopori sama K.H. Abdurahhman Wahid a.k.a Gus Dur beberapa tahun silam. Padahal pada saat itu gak ada yang ngelaporin Gus Dur, walaupun guyonan itu diucapkan beliau di hadapan puluhan wartawan dan telah dimuat dalam beberapa buku dan diunggah beratus-ratus kali di dunia maya. Bahkan mantan Kapolri Jend (Purn) Tito Karnavian beranggapan kalo guyonan itu sebagai self criticism agar institusi Polri dapat menjadi lebih baik lagi.
Sedangkan bagi Mas Ismali berlaku sebaliknya. Gara-gara guyonannya itu doi dijemput paksa oleh Polres Kepulauan Sula dan dimintai keterangan berulang kali, walaupun akhirnya Polres Kepulauan Sula meminta maaf dan bikin klarifikasi soal itu.
Akhirnya keluarga Gus Dur turun gunung, seperti yang Bu Alisa Wahid bilang kalo bagi Gus Dur humor itu untuk menjaga kewarasan kita. Lalu Mbak Inayah Wahid juga nambahi kenapa yang diperiksa malah yang bikin quote, kenapa yang bikin joke gak dipanggil?
Jaman sekarang kebebasan berpendapat banyak ditemui dalam bentuk kreatif dan inovatif kayak meme, kartun dan konten audio-video. Bilik Hukum yang tayang di Facebook Klikhukum.id dan Podcast Masyarakat Sejahtera yang bisa kamu dengerin di Spotify adalah salah satu bentuknya. Gak percaya coba aja ndes. Acaranya bermutu kok walaupun sedikit.
Sini Foxtrot kasih tau, kebebasan berpendapat dalam negara yang katanya demokrasi wajib dijunjung tinggi lo, karena kebebasan berpendapat diatur dalam konstitusi negara, yang kalo kata Mas Mahendra W, konstitusi adalah sumber hukum tertinggi dalam sebuah negara. Berdasarkan konstitusi, kebebasan berpendapat diatur dalam pasal 28 E Ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang bunyinya, “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.”
Pasal 28 F juga bilang “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.”
Tapi akhir-akhir ini banyak banget orang bermasalah dengan hukum (baca : ketangkep) gegara ngutarain pendapatnya, khususnya di media sosial. Kayak slogannya Warkop DKI itu tadi ndes, ketawalah sebelum ketawa itu dilarang. Rasanya sekarang slogan itu masuk akal banget to. Sekarang ini bikin meme dipanggil Polisi, buat gambar ilustrasi soal pemerintahan diancam UU ITE, upload video nyinyir dikit diserang buzzer. All Heil netijen yang budiman!
BACA JUGA: MENJEMPUT REJEKI DI JEMPUT POLISI
Sesungguhnya, awalnya UU ITE dibuat untuk menyasar kejahatan yang terjadi di dunia maya, karena seiring perkembangan jaman maka jenis tindak kejahatan juga ikut berkembang. Mulanya hanya ada kejahatan konvensional seperti yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang usianya sepuh itu. Ketika permasyarakatan duniawi menginjak era 4.0 ato era internet of thing para pelaku kejahatan juga gak ketinggalan untuk ikut berinovasi melebarkan sayap bisnisnya donk. Untuk mengatasinya, maka dibuatlah UU ITE yang terkenal itu, yang nama lengkapnya adalah UU No. 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas UU No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagai respon hukum sebagai alat kontrol sosial (ati-ati jangan sampe kepleset bacanya).
Pengaturan soal penghinaan dan atau pencemaran nama baik yang diatur di Pasal 27 Ayat (3) UU ITE, kalo mau diakui sebenere udah diatur sejak lama di KUHP yaitu pasal Penistaan (Pasal 310), fitnah (Pasal 311), penghinaan ringan (Pasal 315) dan perbuatan fitnah (Pasal 318). Parameter soal penghinaan dan pencemaran nama baik itu blass gak jelas, makanya wajar kalo bagi beberapa orang, UU ITE sebagai pasal karet dan multi tafsir yang telah memakan banyak korban serta memberangus kebebasan berekspresi dan mengungkapkan pendapat. Udah diatur di mbahnya hukum pidana Indonesia kok masih diatur lagi lho pak.
Ini kan jadi masalah ndes, ketika kebebasan berpendapat dikekang oleh penguasa melalui produk hukumnya. Ketika becandaan dilawan dengan UU ITE, maka hukum gak lagi menjadi alat kontrol sosial, tapi lebih menjadi alat kontrol lawan politik.
Bikin quote dipanggil penyidik, buat meme diserang buzzer, mau ketawa aja takut ndes, trus Foxtrot kudu pie ndes? Kalo kata filsuf yang menempuh jalan kesunyian, hanya orang-orang hebat yang sanggup menertawakan dirinya sendiri.