Eh, sebelumnya aku mau disclaimer kalau tulisan ini bukan kritikan ya. Aku cuma mau pake hak konstitusionalku, sesuai pasal 28E Ayat (3) “Dimana setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.”
Yaa, tulisan ini cuma curhatan atau pendapatku aja. Jadi mending nggak usah dibaca ajalah. Tulisan nggak bermutu. Eh, bermutu sih, tapi rendah. Hahaha.
Kalian tentu udah pada ngerti permasalahan tentang Jaminan Hari Tua yang belakangan ini jadi bahan cibiran rakyat miskin. Kalau belum ngerti, ya berarti kalian circlenya Livy Renata yang kerja karena iseng bukan untuk cari uang. Hahaha.
Mmhhh, sebenernya aku tuh, nggak mau suudzon lho, sama pemerintah. Tapi kali ini memang gedeg banget.
Eh, eh, sebelum ngedumel, alangkah baiknya kita ngerti dulu nih, asal-usul soal JHT yang jadi kritikan sejuta umat.
Jadi, sebenernya aturan terkait JHT udah ada dari 2015, yaitu di Permenaker No. 19 Tahun 2015 tentang tata cara dan persyaratan pembayaran manfaat jaminan hari tua.
BACA JUGA: KTP, KISAH RUMITNYA SEBUAH BIROKRASI
Aturan tersebut merupakan amanat Pasal 26 Ayat (5) Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua.
Nah, karena dirasa sudah tidak sesuai dengan perkembangan kebutuhan perlindungan peserta jaminan hari tua, maka Permenaker No. 19 Tahun 2015 digantilah dengan Permenaker No. 2 tahun 2022.
Jadi udah jelas ya, aturan JHT ini dari mana asalnya. Fyi, peraturan menteri itu merupakan peraturan yang bersifat pelaksanaan terhadap peraturan yang lebih tinggi ya.
Itulah makanya menteri atau pejabat setingkat menteri punya kewenangan untuk membuat peraturan yang bersifat pelaksana.
Lhoohh? Aturan udah ada lama kok ‘geger’nya baru sekarang?
Yang bikin ‘geger’ sekarang itu, karena ada aturan “Kalaupun pekerja mengundurkan diri atau kena PHK, ya pencairan JHT-nya tetep harus nunggu usia 56 tahun.”
Tega banget nggak sih, bikin aturan kayak gitu? Jadi wajar aja kan kalo masyarakat banyak yang protes dan nyalahin Ibu Ida (menteri ketenagakerjaan).
Katanya sih, ini semua untuk menjamin pekerja di masa tua. Hadeeww, jaminan yang dimaksud itu jaminan untuk siapa?
Yaaa, yang jelas sih, bukan untuk rakyat miskin, tapi untuk para pemimpin. Hahaha.
If i can speak my mind, Ibu Ida yang mengeluarkan aturan JHT. Ya, jelas nggak salah dong, wong beliau ini bikin aturan itu kan karena amanat dari presiden.
Jadi, kalau kalian nggak setuju. Ya, jangan nyalahin bu menteri dong, tapi ya, eemm, ya nyalahin nasib kalian lah!
Loh, kok gitu? Kan, yang bikin aturan Bu Ida. Ya, Bu Ida harus tanggung jawab ke rakyat dong ….
Jadi gini, menteri itu kan jabatan pembantu presiden dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan.
Jadi, menteri itu bertanggung jawab ke presiden. Nah, sedangkan presiden yang bertanggung jawab dan mempertanggungjawabkan kementeriannya kepada rakyat.
Ya, berarti yang tanggung jawab kepada rakyat atas kinerja ataupun kebijakan menteri itu presiden kan?
Nah, dikutip dari setkab.go.id, tanggal 21 Februari 2022. Tepat 19 hari Permenaker Nomor 2 tahun 2022 ditetapkan, presiden memanggil Bu Ida untuk membahas terkait aturan JHT yang menjadi sorotan.
Kalau aku baca diberita ya, intinya presiden memberi arahan ke Menaker untuk segera menyederhanakan terkait aturan JHT.
Dan menaker langsung menyatakan akan segera merevisi Permenaker No. 2 Tahun 2022. Yaa, kita lihat ajalah itu nanti aturannya gimana.
Berita atau artikel tentang perintah presiden untuk merevisi aturan JHT ini banyak banget, kalian baca sendiri ajalah ya. Lucu beritanya, hahaha. Lho, kok lucu sih?
To be honest, aku ngrasa ini kayak drama banget nggak sih? Dilogika aja ya, menteri ini tanggung jawabnya ke presiden, jadi sebelum Permenaker No. 2 tahun 2022 diundangkan pastinya presiden udah tau dong.
BACA JUGA: AGENDA ASING DI BALIK BISNIS PENGENDALIAN TEMBAKAU
Ibaratnya kan pembantu dalam mengambil keputusan harus seijin majikan? Iya kan? Jadi, kalau mau nyalahin Bu Ida, ya kurang tepat aja sih. Ini menurutku, lho ya.
Trus, di berita-berita yang muncul, Bu Ida juga menyampaikan kalau presiden sangat memperhatikan nasib pekerja atau buruh.
Lah! Itu emang tanggung jawabnya presiden lho. Ah, semoga aja yang dilakukan pemerintah ini bukan sikap panik karena kritik.
Gimana? Pusing kan, kalian mikir negara? Hahaha. Ah, negara ini emang banyak banget aturan, semuanya ngeluarin aturan.
Weslah pakde, inget komitmen dari awal lho (pas kampanye pilpres itu). Katanya mau menumbuhkan investasi di negara yang indah untuk pejabat yang tak pernah gundah dan sambat!
Lah, tapi kok malah banyak banget aturan-aturan yang muncul. Kan malah jadi obesitas regulasi. Dampaknya nanti malah menghambat investasi lho. Hayoo, gimana? Malah repot kan, kalau banyak aturan gitu.
Wes ah, makasih ya udah mau baca. Kalau ada yang salah, ya mohon maaf. Namanya juga pendapat.