homeEsaiAKANKAH RIZKY BILLAR MENDAPATKAN KEADILAN RESTORATIF?

AKANKAH RIZKY BILLAR MENDAPATKAN KEADILAN RESTORATIF?

Aku termasuk orang yang jarang banget nonton tv, apalagi nontonin acara gosib-gosib gitu. Nah, minggu ini aku lagi mudik ke rumah mama aku, tiap hari ku lihat mama nonton acara gosib di tv. Dari pagi, siang, malam aku terpaksa liat berita tentang Lesti-Billar. Nggak cuma nonton tv, mama juga memantau perkembangan casenya Lesti-Billar di TikTok. Hahaha, pokoknya Leslar teroooosss. 

Sebenernya aku nggak terlalu tertarik mengomentari kasusnya Lesti-Billar, tapi berhubung aku ‘terpaksa’ harus mendengar berbagai komentar netizen di tv dan di VT yang ditonton mama, akhirnya aku jadi ikutan gemes juga. 

Pencabutan laporan oleh Lesti emang bikin emosi emak-emak. Gara-gara pencabutan laporan itu, tagar boikot Lesti dan Billar membanjiri akun instagram KPI. Duh, emang netizen Indonesia ini serem ya ges ya.

Sebagai seorang konselor hukum untuk sebuah lembaga perlindungan perempuan dan anak milik pemerintah, aku banyak nemuin kasus KDRT yang mirip-mirip kayak kasusnya Lesti, bahkan ada yang lebih parah. Nah, misalnya dipresentasein, dari 100 persen hampir 80% kasus KDRT berakhir dengan perdamaian dan pencabutan laporan.  Lalu, kenapa nggak pada heboh coba? Ya, karena yang mengalami cuma ibu rumah tangga biasa, bukan artis yang beritanya diblasting pagi, siang, sore malam. 

Kalo ada yang tanya, kenapa sih, aku sebagai seorang konselor hukum kok, dukung-dukung aja sewaktu korban mau damai dan cabut laporan? Kaya casenya Lesti gini ….

BACA JUGA: SOAL KDRT, REPOTNYA JADI LAKI-LAKI

Jawabannya, karena dalam kasus-kasus terkait perlindungan perempuan dan anak, prinsipnya kami menyelesaikan masalah sesuai dengan kepentingan terbaik bagi korban. 

Sebagai netizen dan komentator kita sih, enak aja ya, komen begini begitu. Ngatain Lesti bucinlah, goblok lah dan lain-lain. Tapi di sisi lain, namanya juga rumah tangga kan ya, Lesti pasti punya banyak pertimbangan dalam menentukan sebuah keputusan. 

Emang benar sih, kasus KDRT itu umumnya adalah kasus berulang. Seperti yang pernah aku jelasin di artikel sebelumnya, KDRT itu ada siklusnya. Awalnya pelaku bakal ngelakuin love bombing, pelaku akan ngehujani korban dengan kata-kata cinta berlebihan, hadiah-hadiah yang mahal, pokoknya korban diperlakukan super istimewa. 

Kalo korban sudah terlena, pas pelaku lagi emosi jiwa, pelaku akan melakukan kekerasan kepada korban. Setelah melakukan kekerasan, pelaku akan membawa korban ke fase honeymoon. Pelaku akan bersikap manis, memohon maaf sambil bersujud dan bersikap sangat baik dengan korbannya, hingga akhirnya korban akan merasa, “Oooo, dia sudah berubah.”

Lalu, setelah korban luluh, pelaku bakal ngelakuin lagi kekerasan kepada korban. Gitu terus sampe berulang-ulang. Perasaan bolak balik benci dan cinta ini bikin korban menjadi bingung, sehingga membuat korban terjebak dalam trauma bonding. Trauma bonding adalah kondisi atau perasaan terikat antara korban dan pelaku, sehingga membuat korban KDRT selalu kembali ke pelakunya, tidak peduli seberapa keras pun dia berusaha dan seberapa banyak dia sudah disakiti, karena trauma bonding tercipta dengan adanya siklus kekerasan dan penguatan positif yang berulang-ulang. 

Nah, buat kita-kita yang nggak ngerasain trauma bonding, bakal bilang “Tinggal putusin aja sih, apa susahnya,” tapi bagi orang yang punya trauma bonding butuh usaha keras buat memutuskan lingkaran setan ini. Apakah ini yang disebut dengan bucin? Oh, bukan. Trauma bonding adalah gangguan psikologis, jadi butuh terapi dan penanganan khusus ygy. 

Nah, terkait dengan kasusnya si Lesti-Billar nih, infonya sih, meskipun laporannya sudah dicabut, status Billar masih sebagai tersangka yang wajib lapor. 

Emang sih, meskipun laporan sudah dicabut, masih ada proses-proses yang harus dilalui, sampe keluar SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan). Mungkin penyidiknya juga nggak mau sat set ngeluarin SP3 mengingat kasus ini kan jadi sorotan dan perhatian publik. Ada banyak pertimbangan yang harus dilakukan oleh penyidiknya. 

Kalo kita baca ketentuan Pasal 75 KUHP, sebenernya laporan polisi itu nggak bisa dicabut, karena yang bisa dicabut/ditarik itu adalah pengaduan. Nah, sepengetahuanku sih, berdasarkan informasi yang beredar, si Billar ini kan dijerat oleh penyidik dengan Pasal 44 Ayat (1) UU PKDRT. Kalo baca UU PKDRT sih, Pasal 44 Ayat (1) ini jelas bukan merupakan delik aduan, sehingga harusnya nggak bisa dicabut/ditarik ygy. 

Tapi, tapi, hukum nggak kaku-kaku amat. Meskipun UU PKDRT berkata demikian, masih ada  mekanisme hukum untuk penyelesaian perkara melalui jalur keadilan restoratif.

Apa sih, yang dimaksud dengan keadilan restoratif? 

Gini, kalo kita baca Peraturan Kejaksaan R.I No. 15 Tahun 2020 Tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, dalam Pasal 1 Ayat (1) dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan keadilan restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku dan korban serta pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula dan bukan pembalasan. 

Nah, diksi ‘bukan pembalasan’ maksudnya nggak bakal dihukum penjara gitu, ygy. Jadi kasus hukumnya diselesaikan secara kekeluargaan dengan adanya perdamaian.

BACA JUGA: MENGENAL HUKUM KDRT DI INDONESIA

Dalam Pasal 4 Peraturan Kejaksaan R.I No. 15 Tahun 2020 disebutkan bahwa keadilan restoratif itu harus mempertimbangkan hal-hal antara lain:

  1. Subjek, objek, kategori dan ancaman tindak pidana;
  2. Latar belakang terjadi/dilakukannya tindak pidana;
  3. Tingkat ketercelaan;
  4. Kerugian atau akibat yang ditimbulkan dari tindak pidana;
  5. Cost and benefit penanganan perkara;
  6. Pemulihan kembali pada keadaan semula; dan
  7. Adanya perdamaian antara korban dan tersangka.

Nah, semua hal ini harus dipertimbangkan dan diteliti baik-baik, sebelum penyidik atau penuntut umum nantinya memutuskan untuk melakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.

Selain itu, penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif juga harus memenuhi beberapa syarat yang diamanatkan dalam Pasal 5  Peraturan Kejaksaan R.I No. 15 Tahun 2020. Berhubung syaratnya banyak banget, jadi kalian-kalian baca sendiri aja ya. 

Cuma yang aku mo highlight nih, ada salah satu syarat yang bakal bikin Billar gagal dapetin keadilan restoratif. Syarat yang aku maksud diatur dalam Pasal 5 Ayat (6) huruf c, yang menyebutkan bahwa  penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dilakukan dengan memenuhi syarat “Masyarakat merespon positif.” Nah, gimana nih?

Kira-kira apakah kasus KDRT Lesti-Billar ini akan berakhir berdasarkan keadilan restoratif? Kita tunggu kelanjutannya ya bu ibu. 

Dari Penulis

CURKUM #127 APA YANG DIMAKSUD PUTUSAN VERSTEK

Selamat siang teman-teman redaksi klikhukum.id. Saya digugat cerai oleh...

MIDNIGHT RUNNERS, AKSI DUA COGAN MENGUNGKAP SINDIKAT PERDAGANGAN ORANG

Kalo lagi suntuk, nonton sinetron ala Korea (drakor) adalah...

5 TIPS MENCARI COWO ALA KLIKHUKUM.ID

“Dasar perek! Gatel banget sih, ngapain kamu jalan-jalan sendiri...

5 OOTD SIDANG DI PENGADILAN

Hari gini siapa sih, yang gak tau OOTD. OOTD adalah singkatan...

CARA MENAGIH HUTANG YANG BAIK DAN BENAR

Menagih hutang merupakan salah satu pekerjaan yang lumayan sulit...

TerkaitRekomendasi buat kamu
Artikel yang mirip-mirip

Leave a reply

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Dari Kategori

Klikhukum.id