Tetiba Foxtrot kelingan sepenggal kalimat yang diucapkan oleh K.H. Agus Salim sekitar tahun 1950 di Istana Buckingham di Inggris sana. Kalimat tersebut diucapkan di depan Pangeran Philip dan tamu undangan lain, setelah sebelumnya mengisap dan mengedarkan asap rokoknya keseluruh ruangan dan ditanya oleh mereka yang penasaran dengan bau dari asap tersebut. Beliau lalu bersabda, “Inilah yang membuat nenek moyang anda sekian abad lalu datang dan kemudian menjajah negara kami.”
Yoi ndes, ketika itu K.H. Agus Salim mengisap rokok kretek, sebuah racikan paripurna dari tembakau dan cengkeh yang dibalut dengan kertas. Kesemuanya itu sangat Indonesia banget. Tembakau dari tahun ke tahun selalu laris manis jadi bahan ‘dagangan’ banyak pihak, menjadikan banyak yang interest sama dunia pertembakauan.
Selain itu nama kretek juga sangat Indonesia karena diambil dari bahasa Jawa, yaitu kemretek karena ketika dinyalakan dengan api bunyinya mirip dengan suara daun kering terbakar (kemretek-bahasa Jawa).
Rokok kretek yang asli Indonesia ini sangat berbeda dengan produk rokok dari negara lain. Kalo perokok bilang sebagai rokok putihan. Kretek sebagai rokok ya, tentu saja ada tembakaunya. Selain itu ditambahin juga cengkeh dan saos yang khas dari masing-masing produsen. Sedangkan rokok putihan versi perusahaan asing hanya terdiri dari rajangan tembakau yang diberi saos ato bumbu tertentu tergantung racikan si produsen.
Sayangnya akhir-akhir ini rokok kretek sebagai sebuah entitas legal semakin terpuruk. Dia dikutuk, ruang geraknya semakin dipersempit dan penikmatnya terpinggirkan atas nama kesehatan. Kawasan tanpa rokok di mana-mana, tentu saja jarang yang dilengkapi dengan ruang khusus merokok. Yeee, padahalkan perokok juga manusia to? Tentu saja dengan kewajiban untuk menjadi perokok santun, tau situasi tempat dan kondisi dalam melaksanakan hajatnya.
Tapi yakin cuma karena alasan kesehatan?
Trus, gimana dengan kolesterol dan polusi asap kendaraan? Kenapa gerai-gerai makan asing yang ngejual junk food gak wajib kasih tulisan di bungkusnya ‘kolesterol membunuhmu.’ Ato di semua produk kendaraan bermesin purba dan berbahan bakar fosil juga seharusnya nyantumin tulisan di bokongnya, “CO2 membunuhmu.”
BACA JUGA: HERBAL ATAU ELEKTRIK, TETAPLAH BIJAK JADI PEROKOK
Ato kepada para fucekboi yang selalu menggauli banyak wanita. Apakah itu gak lebih berbahaya dari rokok kretek?
Sebuah komunitas masyarakat global menyerukan gerakan yang bernama pengendalian produk tembakau ato bahasa kerennya Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Sebuah usaha untuk membatasi pergerakan rokok sebagai produk dari tembakau, terutama rokok kretek yang asli dan khas Indonesia.
Melalui sebuah pendana raksasa, FCTC dipaksakan masuk ke Indonesia. Dengan alasan mayoritas negara lain udah meratifikasinya, lalu Indonesia didesak biar segera ikut-ikutan ratifikasi. Untung saja Mr. President of Indonesia sampai saat ini masih belum ikutan negara lain untuk meratifikasi FCTC.
Bagi kalangan anti rokok selalu beralasan kalo FCTC itu untuk menyehatkan masyarakat dan melindungi generasi masa depan dari dampak buruk bahaya rokok. Tapi apa bener segagah itu sih?
Jangan-jangan ini hanya perang-perangan dagang ndes?
Pemerintah Indonesia harusnya belajar dari pengalaman, bahwa perjanjian internasional seringkali membawa misi lain yang tersamarkan di dalamnya. Jangan sampai gegara meratifikasi FCTC kemudian kepentingan Indonesia selalu didikte sama pihak luar. Soalnya seringkali sebuah perjanjian internasional dibungkus dengan apik oleh negara-negara tertentu dan kerap jadi model penjajahan terbaru.
Penjajahan modern yang gak perlu gegap gempita peralatan perang dan gelar pasukan besar-besaran.
Emang apa sih, pentingnya ratifikasi FCTC?
Berdasarkan UU No. 24 Tahun 2000 Tentang Perjanjian Internasional dalam Pasal 1 Ayat (1) dijelaskan bahwa pengertian Perjanjian Internasional adalah perjanjian dalam bentuk dan nama tertentu, yang diatur dalam hukum internasional kemudian dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban di bidang hukum publik. Framework Convention on Tobacco Control termasuk salah satu dari bwuanyak perjanjian internasional yang ada di alam semesta ini. Dari namanya aja udah ketawan to ndes?
Tapi perjanjian internasional hanya mengikat bagi subyek hukum internasional yang mengikatkan diri padanya dengan cara ratifikasi, aksesi, penerimaan dan penyetujuan seperti bunyi pasal 1 Ayat (2) UU Perjanjian Internasional.
Tanpa adanya proses ‘berserah diri’ suatu negara pada sebuah perjanjian internasional, maka perjanjian tersebut gak punya akibat apa-apa buat negara bersangkutan. Paling pol juga negara-negara inisiator dan yang berkepentingan teriak-teriak di forum global buat maksa negara bersangkutan untuk ‘menyerah’ dan ngakuin itu perjanjian internasional. Persis kejadiannya kayak di sini to?
Ya Tuhan tolong beri kekuatan kepada Mr. President kami agar selalu kuat menahan desakan dan paksaan negara lain, agar negara Indonesia ini mampu berdikari dan berdaulat penuh.
Melalui perjanjian internasional yang sudah diakui dan mengikat sebuah negara, maka negara akan rentan dikendalikan oleh pihak lain melalui perjanjian tersebut. Bahkan sangat dimungkinkan intervensi masuk dalam ranah hukum negara bersangkutan, apalagi untuk perjanjian internasional yang sarat tendensi kayak FCTC ini.
Apabila agenda asing dalam FCTC berhasil diterapkan di Indonesia, yakinlah rokok kretek yang khas Indonesia itu akan hilang dan berganti dengan rokok putih. Itu udah terbukti di negara-negara barat yang dengan manutnya tunduk terhadap FCTC. Endingnya yang boleh dijual dan dinikmati di tempat umum hanya rokok putih. Rokok kretek sama sekali dilarang beredar dan dihisap di sana, bahkan ada ancaman pidananya ndes.
Tinggal tunggu beberapa tahun lagi, lama-lama juga cita rasa rokok kretek yang Indonesia banget pelan-pelan hilang.
Produsen rokok luar negeri yang sebenarnya cuma itu-itu aja, memasukkan agenda mereka dalam FCTC. Sehingga secara gak langsung FCTC punya agenda biar di seluruh negara itu hanya beredar satu jenis rokok, yaitu rokok putihan dengan tembakau dari luar Indonesia. So, pasti rokok kretek bakalan tergusur donk. Agenda perusahaan rokok asing terlihat mulai dari pembatasan harga dan cukai, kemasan dan pelabelan serta yang terpenting adalah kandungan tar dan nikotin dalam rokok. Produsen rokok putihan selalu beralasan bahwa low tar low nicotine adalah lebih sehat.
Tapi apa ya bener?
BACA JUGA: PEROKOK BIJAK, PASTI TAU TEMPAT
Dalam beberapa kasus, rokok dengan kandungan tar dan nikotin rendah justru lebih sering dan lebih banyak dihisap daripada rokok kretek. Karena semakin rendah tar dan nikotin, maka asap semakin tipis, rasa semakin berkurang sehingga banyak batang rokok yang dinyalakan dan dihisap ke dalam paru-paru. Semakin banyak pula bungkus rokok yang pindah dari etalase warung ke kantong celanamu ndes. Jelas perusahaan semakin diuntungkan donk.
Sebenernya gampang kok ngilangin rokok. Ya rokok putihan-ya rokok kretek dari Indonesia. Tutup aja semua pabrik rokok. Mau lokal kek-interlokal kek, tutup semuanya. Larang penggunaan tembakau dan cengkeh untuk industri rokok dan turunannya. Semua yang ketawan ngerokok ditangkep trus dibui. Yakin pasti perokok dan rokok bakalan ilang cling dari pasaran.
Tapi ya apa bisa? Gitu tho pertanyaan berikutnya.
Jelas negara diuntungkan dengan adanya perokok dan pabrik rokok, terutama dari sektor pajak dan cukainya. Apa perlu dijelasin soal anggaran dari cukai rokok yang dipake buat nambal iuran BPJS Kesehatan? Belum lagi soal ratusan ribu buruh dan pekerja di bidang tembakau dari ujung sampe ujung.
Ketika rokok kretek mati, mati pula petani cengkeh dan petani tembakau. Plus beserta sanak keluarganya. Siapa yang mau nanggung? Pakdhemu ndes?
Sekali lagi Good Job Mr. President udah berani nolak tanda tangan dan ratifikasi FCTC yang penuh dengan agenda asing. Kalo perlu ikutan Bung Karno pas tolak bantuan dari Mamarika dengan propagandanya yang khas banget, go to hell with your aid!!!