Seorang ibu muda datang konsultasi ke kantor saya, sebut saja Mawar. Dengan berderai air mata Mawar curhat tentang masalah rumah tangga yang sedang dihadapinya. Suaminya adalah seorang PNS dengan penghasilan cukup besar ukuran hidup di Jogja. Dari pernikahan tersebut mereka telah dikaruniai dua orang anak yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar.
Rumah tangga Mawar awalnya rukun dan bahagia, sampai akhirnya sang suami mempunyai wanita idamana lain. Sejak mengenal wanita idaman lain, suami Mawar tidak pernah memberikan nafkah untuk memenuhi kebutuhan anak-anak mereka. Tentu saja, kehadiran WIL dan terhentinya nafkah membuat pertengkaran dan perselisihan terus menerus antara Mawar dan suaminya.
Sikap suami yang tidak menunjukan perubahan kearah yang lebih baik, membuat Mawar menyerah dan memutuskan untuk bercerai. Dengan kebulatan tekad Mawar mengajukan gugatan cerai ke Pengadilan Agama sesuai domisili tempat tinggalnya. Berbekal informasi yang diperoleh di bagian informasi Pengadilan Agama, Mawar mengurus semua surat-surat dan dokumen yang dibutuhkan untuk mengajukan gugatan cerai. Sebagai seorang ibu rumah tangga yang tidak pernah berurusan dengan hukum, tentunya membuat gugatan secara tertulis bukanlah hal yang mudah.
Dengan panduan dari mbah Gugel, Mawar membuat gugatan tertulis tanpa ada pemahaman yang benar tentang tata cara membuat gugatan cerai. Mawar menjelaskan secara panjang lebar apa yang menjadi alasannya untuk mengajukan gugatan cerai kepada suaminya, mulai dari sikap egois suaminya, perselingkuhan sampai dengan pelitnya suami sejak mengenal wanita idaman lain.
Sampai di meja pendaftaran, petugas Pengadilan meminta Mawar untuk memperbaiki gugatan cerainya, karena alasan perceraian yang disampaikan Mawar dalam gugatannya tidak sesuai dengan alasan-alasan perceraian yang diatur dalam Undang-Undang Perkawinan. Mawar bingung dan bertanya kepada saya, sebenarnya apa alasan yang tepat untuk gugatan cerainya? kenapa suami selingkuh, suami pelit dan tidak memberi nafkah dianggap tidak tepat sebagai alasan perceraian.
BACA JUGA: NASIB CERAI DIPUTUS VERSTEK
Sesaat setelah saya membaca gugatan cerai Mawar, saya baru mengerti ternyata memang gugatan yang dibuat Mawar belum mencantumkan secara jelas apa alasan yang mendasari gugatan cerainya. Dalam gugatan cerainya Mawar hanya bercerita tentang sikap buruk suaminya. Membuat permohonan/gugatan cerai memang bukan perkara mudah, paling tidak pemohon/penggugat wajib mengetahui alasan-alasan perceraian yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Undang-Undang Perkawinan secara tegas menyatakan bahwa untuk dapat melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa antara suami istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri. Alasan-alasan perceraian sebenarnya telah diatur secara jelas dan rinci dalam Undang-Undang Perkawinan dan peraturan pelaksananya. Alasan perceraian yang sesuai dengan Undang-Undang Perkawinan adalah:
- Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
- Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya;
- Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
- Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak menjalankan kewajiban sebagai suami atau istri;
- Antara suami istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga;
Untuk suami istri yang menikah secara islam, alasan lain yang dapat digunakan untuk mengajukan gugatan cerai sebagaimana diatur dalam kompilasi hukum islam yaitu:
- Suami melanggar taklik talak;
- Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga;
Suami yang melanggar shigat taklik talak maksudnya adalah suami yang melanggar point-point dalam sighat taklik talak yang dapat dilihat dalam buku nikah (bagian belakang) yang terdiri dari:
- Meninggalkan istri saya 2 (dua) tahun berturut-turut;
- Tidak memberikan nafkah wajib kepadanya 3 (tiga) bulan lamanya;
- Menyakiti badan atau jasmani istri saya; atau
- Membiarkan (tidak memperdulikan istri Saya 6 (enam) bulan lamanya;
dan karena perbuatan saya tersebut istri saya tidak ridho dan mengajukan gugatan kepada Pengadilan Agama, maka apabila gugatannya diterima oleh Pengadilan Agama tersebut, kemudian istri saya membayar Rp. 10.000.,- (sepuluh ribu rupiah) sebagai iwadh (pengganti) kepada saya, maka jatuhlah talak saya kepadanya.
Suami yang melakukan atau melanggar point-point di atas, maka secara hukum istri bisa menggugat cerai suaminya karena melanggar taklik talak.
Peraturan pelaksana Undang-Undang Perkawinan secara jelas mengatur bahwa Pengadilan hanya memutuskan perceraian karena alasan-alasan sebagaimana dimaksud dalam peraturan pelaksana Undang-Undang Perkawinan dan Pengadilan berpendapat antara suami istri yang bersangkutan sudah tidak dapat didamaikan dan hidup rukun kembali.
Alasan perceraian tidak boleh mengada-ada alias alasan fiktif. Alasan perceraian harus dicantumkan secara jelas, karena pada prinsipnya hukum acara perdata mengatur, “Siapa mendalilkan maka ia harus membuktikan”. Agar gugatan cerai dapat dikabulkan oleh Mejelis Hakim, maka ajukanlah alasan perceraian yang dapat dibuktikan oleh pemohon/penggugat.
Sangat disarankan untuk membuat gugatan perceraian yang fokus pada alasan-alasan perceraian saja, tidak perlu menuliskan permasalahan panjang lebar dan komplek, yang membuat gugatan tampak ruwet dan tidak tepat sasaran.
Alasan perceraian yang paling mudah pembuktiannya adalah alasan “antara suami istri terjadi perselisihan terus menerus”, karena umumnya, apapun masalah yang ada dalam rumah tangga yang berkonflik akan berakhir dengan perselisihan dan pertengkaran antara suami dan istri tersebut.
Sekedar ilustrasi: mengajukan gugatan perceraian dengan alasan “perselisihan terus menerus” lebih mudah dibuktikan dibandingkan dengan alasan “suami tidak memberikan nafkah”, karena umumnya suami memberikan nafkah tidak pernah meminta kuitansi kepada istrinya, sehingga suami yang tidak memberikan nafkah bisa saja mengelak dan mematahkan dalil gugatan yang dimaksud dengan menyatakan bahwa suami sudah memberikan nafkah untuk membiayai anak dan istrinya.
Misalkan menggunakan “perselisihan terus menerus” sebagai alasan perceraian, maka alasan tersebut harus dicantumkan dalam permohonan/gugatan cerai disertai penyebab terjadi perselisihan secara ringkas dan padat tidak usah panjang-panjang dan bertele-tele. Agar Majelis Hakim mengabulkan permohonan/gugatan cerai yang diajukan, jangan lupa persiapkan saksi-saksi yang dapat menguatkan dalil-dalil dalam gugatan yang diajukan.
Apabila “perselisihan terus menerus” menjadi alasan perceraian, maka ajukanlah dua orang saksi yang pernah melihat, mendengar atau terlibat langsung dalam perselisihan antara suami dan istri tersebut. Berdasarkan keterangan saksi-saksi kelak akan tergambar jelas perselisihan atau pertengkaran yang membuat rumah tangga suami istri tersebut tidak harmonis lagi sehingga tidak ada kemungkinan untuk hidup rukun kembali.
Jadi, jika ingin mengajukan permohonan/gugatan cerai anti gagal, jangan salah memilih alasan cerai, pilihlah alasan yang benar-benar terjadi dalam rumah tangga dan ajukanlah alasan cerai yang dapat dibuktikan di muka persidangan.
Artikel sngat membantu makasih.