Ada suatu adagium klasik yang mengatakan jika kau mendambakan perdamaian, maka bersiaplah untuk perang. Mungkin prinsip ini yang digunakan organisasi dalam menciptakan kericuhan di sidang pleno, demi terciptanya perdamaian di kepengurusan mendatang.
Pasti kamu pernah melihat berita tentang suatu organisasi atau partai politik pada saat mengadakan musyawarah nasional, musyawarah anggota atau musyawarah lainnya berakhir ricuh bahkan saling adu jotos.
Karena media kita kerap kali memberitakan mengenai kericuhan sidang pleno, maka timbul suatu pertanyaan. Apakah kericuhan saat sidang pleno di acara musyawarah itu terjadi begitu saja secara alamiah atau sengaja dibuat demi suatu tujuan politik tertentu?
Jika kita membenarkan suatu adagium latin berbunyi “Si vis pacem, para bellum” yang artinya, jika kau mendambakan perdamaian maka bersiaplah untuk perang.
Maka adanya kejadian kericuhan bahkan sampai baku hantam pada saat acara musyawarah nasional, bisa jadi itu hanya sebuah strategi dari organisasi atau bahkan partai politik untuk menciptakan iklim perdamaian di kepengurusan mendatang.
Momentum sidang pleno nampaknya sangat tepat dijadikan ajang huru hara untuk menunjukkan eksistensi suatu organisasi tersebut tetap eksis.
BACA JUGA: CURKUM #94 BATASAN TINDAKAN APARAT DALAM DEMONSTRASI
Karena, sidang pleno itu sendiri merupakan suatu forum sidang tertinggi yang dihadiri oleh seluruh anggota dalam suatu organisasi untuk memutuskan segala hal demi kemajuan suatu organisasi tersebut ke depan.
Biar kamu semua tidak penasaran dan menemukan jawaban terkait mungkinkah kericuhan pada saat sidang pleno itu sengaja dibuat. Berikut ini saya beberkan strategi untuk menciptakan kericuhan pada saat sidang pleno.
Strategi pertama, mendebat soal quorum.
Quorum merupakan jumlah minimum anggota yang hadir dalam suatu sidang pleno untuk dapat dinyatakan sahnya sidang tersebut dalam acara musyawarah.
Setiap organisasi memiliki aturan main sendiri dalam membahas jumlah minimum anggota, agar dapat dikatakan sah untuk melakukan suatu musyawarah. Ada yang perhitungannya 50% + 1 dari total anggota harus hadir dalam acara sidang tersebut, ada juga yang menggunakan mekanisme perhitungan lainnya.
Penetapan quorum ini sangatlah rawan sekali. Karena faktanya jika sidang pleno tersebut tidak quorum namun tetap berjalan, hal ini akan menjadi strategi yang pas untuk menghujani interupsi kepada pimpinan sidang, agar sidang kelihatan memanas.
Biasanya anggota yang muda, kerap kali menanyakan apakah sidang pleno ini sudah quorum atau belum. Jika belum, ya kudu ditunda. Kalau pimpinan sidangnya ngotot tetap melanjutkan, saya yakin minimal hujan interupsi akan berjatuhan dan maksimal hujan kursi akan berterbangan.
Strategi kedua, mempertanyakan soal keabsahan pimpinan sidang.
Jika masalah quorum ternyata sudah clear, jangan khawatir kamu bisa menggunakan strategi kedua jika ingin mengacau di rapat pleno. Dengan cara menanyakan keabsahan orang yang memimpin sidang.
Apakah para pimpinan sidang tersebut sudah ada penetapan atau dasar pertimbangan yang menunjukkan mereka yang di depan merupakan pimpinan sidang yang sah untuk menjalankan sidang pleno atau bukan.
Jika tidak ada penetapan atau dasar pertimbangan tentang keabsahan memimpin sidang, maka kamu wajib berteriak, “Pimpinan, sidang tidak sah! Sidang pleno wajib dihentikan.”
BACA JUGA: WASPADA PENIPUAN BERKEDOK KERJASAMA BISNIS
Strategi ketiga, membentuk rombongan liar.
Romli alias rombongan liar, biasanya dibentuk dari anggota yang tidak aktif di kepengurusan. Kerjaan mereka untuk memecah konflik dan berkata keras apalagi saat hujan interupsi.
Peran kerja para Romli ini sejatinya sangatlah mudah, mereka disetting ada yang pro dan kontra dalam segala bentuk perdebatan yang terjadi. Misalnya, Romli yang pro sidang pleno tetap berjalan walaupun tidak quorum, maka Romli lainnya wajib berteriak tidak setuju sidang pleno tetap berjalan.
Saya yakin jika kamu bisa menyusun dengan cerdas nan apik tiga strategi di atas, maka kamu berbakat untuk menjadi orang pengacau dalam suatu sidang pleno.
Atau jika kamu sebagai peserta sidang pleno, dan ndilalah menjumpai suatu kekacauan yang penyebabnya memperdebatkan soal quorum atau memperdebatkan keabsahan pimpinan sidang, didukung banyaknya rombongan-rombongan yang tak jelas juntrungannya, dapat disimpulkan kericuhan tersebut by design.
Nah, gampang kan, membuat kericuhan dalam suatu rapat pleno apalagi di acara Munas. Ya, buat apa coba ada Munas tapi acaranya adem ayem tidak ada hujan interupsi apalagi hujan kursi. Itu Munas apa rapat RT bor.